Cece Mengikuti Jejak Mila

1503 Kata
"Nah, ini dia yang dicari. Sudah datang." Ujar Elvi membuat dahi Cece berkerut tidak mengerti. Cece melihat kakaknya sangat marah. Tidak hanya Elvi yang terlihat marah, tapi Cece melihat Gibran juga terlihat marah. "Kenapa Kakak disini?" tanya Cece dengan polosnya. Elvi tidak menjawab pertanyaan Cece, malah justru Elvi menarik tangan Cece dengan kasar, membuat Cece merasa kesulitan untuk mengimbangi langkah Elvi. Elvi membawa Cece keluar dari area kampus, dan tentunya diikuti oleh Mila dan Gibran dari belakang. Semua para pelajar di kampus penasaran apa yang akan dilakukan oleh Elvi pada Cece. Elvi membawa Cece cukup jauh dari area kampus. Elvi mendorong Cece ke sebuah pohon besar hingga tidak ada orang yang melihat pertengkaran mereka. "Jelaskan sama Kakak, siapa wanita yang sedang bersama dengan suami kakak sekarang." Titah Elvi dengan penuh kemarahan, membuat Cece kebingungan harus memberi jawaban apa pada sang kakak. "Kamu dengar suara Kakak tidak!" bentak Elvi karena Cece hanya diam saja. Padahal Cece diam itu karena Cece tidak tahu apa permasalahannya, dan apa penyebab sang Kakak bertanya siapa wanita yang saat ini bersama dengan kakak iparnya. Wajar saja Cece bingung, karena Cece sendiri juga tidak tahu wanita mana yang dekat dengan Gibran. "Kakak kan istrinya. Apapun yang terjadi dengan suami Kakak, artinya Kakak yang lebih tahu daripada aku. Aku tidak tahu wanita mana, siapa dan seperti apa rupanya wanita yang dekat dengan Gibran. Elvi yang mendengar ucapan Cece bukannya merasa bersalah justru malah melempar kesalahan nya pada Cece. "Kuliah kamu selama ini Kakak yang tanggung, kenapa kamu malah mendukung kesalahan kakak ipar kamu?" berang Elvi tak terkendalikan, bahkan Elvi sampai mengangkat tangannya untuk menampar pipi Cece, kalau tidak Gibran segera menahan tangan Elvi. "Hanya membiayai kuliah Cece, sama menjaga Cece itu tidak bisa di menjadi perbandingan. Menjaga Cece itu lebih berat daripada membiayai kebutuhan kuliah Cece." Ujar Gibran dengan nada dinginnya, membuat emosi Elvi semakin tidak bisa dikendalikan karena Gibran tidak menghargai pengorbanannya selama ini. "Kamu membela dia karena kamu ingin mendapat perlindungan, ingin tetap pada posisi benarnya." Ujar Elvi sambil menunjuk wajah Gibran dan Cece secara bergantian. "Kakak, cukup! Aku tidak membela siapapun. Yang jelas, aku tidak tahu apa permasalahan Kakak, dan aku juga tidak tahu Mas Gibran dekat dengan wanita mana." Ujar Cece tegas, lalu pergi meninggalkan Elvi dan yang lainnya, membuat Elvi langsung berteriak memanggil Cece, meminta agar Cece menghentikan langkahnya karena Elvi merasa pembicaraan mereka masih belum selesai. Cece pergi meninggalkan kakaknya bukannya masuk kuliah, tapi malah justru masuk ke dalam mobil Mila, membuat Mila bertanya-tanya kenapa Cece memilih masuk ke dalam mobilnya. "Ce, otak Lo masih berfungsi dengan baik kan? Lo gak lupa kita sedang ada mata pelajaran pagi, harusnya kita masuk ke kelas bukan masuk ke mobil." Ujar Mila yang memang tidak mengerti kenapa Cece masuk ke mobil. "Lo bisa masuk sendirian. Hari ini gue gak mau masuk. Lo masuk aja, nanti sore gue jemput." Ujar Cece yang mulai memutar kunci mobil Mila, membuat Mila dengan cepat masuk ke dalam mobilnya karena tidak mau ketinggalan. "Keknya otak Lo yang tidak berfungsi dengan baik. Lo mau masuk kuliah tapi malah ikut masuk mobil." Ujar Cece mengejek Mila yang malah menyusul masuk ke dalam mobil. "Ce, Lo kenapa sih? Gak biasanya Lo bolos." Ujar Mila heran "Itu tahu lo gak biasa lihat gue polos. Artinya kalau kali ini gue bolos, berarti gue emang butuh udara segar. Kalau gua dalam keadaan kayak gini dipaksa untuk tetap masuk kuliah, yang ada bukan ilmu yang masuk dalam otak gue, tapi setan." Ujar Cece yang langsung menjalankan mobil Mila, membuat dahi Mila berkerut karena tidak mengerti dengan ucapan Cece. Gibran yang melihat mobil Cece sudah pergi langsung menarik lengan Elvi hingga mereka berdekatan. "Sekalipun aku benar-benar selingkuh, tidak seharusnya kamu membiarkan orang lain tahu kalau kita sedang bertengkar, apalagi kamu sampai membawa pertengkaran kita ke kampus seperti ini. Malu." Ujar Gibran tegas yang langsung mendapat tatapan sinis dari Elvi. "Itu kamu yang malu Mas karena kamu tidak mau ketahuan selingkuh kan." Ujar Elvi yang masih terus "Berhenti menuduhku selingkuh karena sampai saat ini aku tidak pernah berpikir untuk menduakan kamu. Ayo pulang sebelum aku kehabisan kesabaran." Ujar Gibran tegas, mengajak Elvi pulang. "Tapi di sprei itu d4r4h apa? Kalau memang itu d4r4h pas aku datang bulan juga tidak mungkin karena selama aku disini aku belum pernah menggunakan sprei itu?" Tanya Elvi yang masih tidak percaya dengan kejujuran Gibran, bahwa Gibran tidak selingkuh. Ya, Elvi tidak sengaja melihat sprei kotor yang tersimpan rapi di lemari susunan paling bawah, dan di sprei itu ada noda merah yang Elvi yakini itu noda keperawanan seorang wanita. Dari situlah awal kemarahan Elvi, hingga Elvi datang ke kampus hanya ingin memastikan sama adiknya sendiri, karena Elvi yakin adiknya pasti tahu wanita mana yang dibawa ke rumah oleh Gibran. Ternyata kedatangan Elvi ke kampus Cece tidak membuahkan hasil apapun karena jawaban Cece sama dengan jawaban Gibran kalau Gibran tidak pernah membawa wanita manapun ke rumah. Elvi kembali mendapat bujukan dari Gibran agar menyelesaikan masalah mereka di rumah, tapi Elvi tetap menuduh Gibran kalau Gibran sudah berselingkuh darinya. "Mas, jangan karena aku selalu pergi, kamu bisa seenaknya bawa wanita lain kerumah kita." Ujar Elvi dengan penuh ketegasan "Aku bersumpah, aku bersumpah aku tidak membawa wanita manapun ke rumah kita. Dan kalau memang kamu tidak mempercayai ku, lebih baik kamu hentikan pekerjaan kamu. Dengan begitu kamu bisa percaya kalau aku tidak pernah selingkuh karena kamu bisa memantau aku 24 jam. Kalau kamu ingin berhenti bekerja, kita bisa hidup dengan bahagia karena kamu sudah mau fokus dengan rumah tangga kita. Plis, berhenti bekerja." Ujar Gibran panjang lebar, menjelaskan kalau dirinya tidak pernah berkhianat, dan membujuk agar Elvi berhenti bekerja. Elvi yang mendengar ucapan Gibran pun terdiam. Elvi bingung, ia harus percaya atau tidak dengan apa yang dikatakan oleh Gibran. Elvi menatap Gibran cukup lama, dan diakhiri dengan senyuman manisnya membuat Gibran tersenyum karena melihat senyuman dari Elvi. "Aku percaya sama kamu, Mas." Ujar Elvi yang langsung memeluk Gibran dan disambut hangat oleh Gibran. "Terimakasih Sayang karena kamu sudah mau percaya sama aku." Ujar Gibran sambil terus mengelus punggung Elvi. "Jadi kapan kamu mau mengakhiri pekerjaan kamu?" tanya Gibran "Aku belum tahu, Mas. Sekarang aku harus pergi karena aku mendapat telepon dari Ridho kalau aku ada pemotretan nanti sore." Ujar Elvi membuat senyum Gibran langsung redup seketika. "Pergi lagi?" tanya Gibran memastikan, dengan nada yang terdengar sangat datar. Elvi menjawab pertanyaan Gibran dengan anggukan kepala, lalu setelah itu Elvi merasakan pelukan Gibran longgar dan detik berikutnya Gibran sedikit menjauh. "Jadi meski kamu sudah percaya denganku bukan berarti kamu akan mengakhiri pekerjaan kamu?" tanya Gibran dingin sambil menatap lurus kedepan dengan kedua tangan yang sudah di masukkan ke dalam saku celananya masing-masing. "Maafkan aku, Mas. Aku juga gak tahu, Ridho Ngasih tahunya juga dadakan. Padahal niatnya aku disini ingin satu Minggu." Jawab Elvi sendu "Niatnya hanya satu Minggu, bukan berhenti? Aku pikir kamu pulang karena kamu takut dengan ancaman aku, ternyata kamu pulang hanya karena niat kamu ingin menghabiskan waktu selama satu Minggu disini." Ujar Gibran dengan tawa hambarnya. "Mas, aku kan sudah bilang kalau aku tidak akan pernah berhenti untuk menjadi model. Ini impian aku, Mas. Aku tidak mau… "Tapi kamu sudah berkeluarga Vi! Kita sudah sama-sama dewasa. Pernikahan kita sudah 1 tahun berjalan, dan perjalanan pernikahan kita sudah seperti seorang yang lagi pacaran karena selalu LDR. Kalau kayak gini terus, bagaimana bisa kita menjadi rumah tangga yang sesungguhnya." Ujar Gibran cepat, memotong ucapan Elvi karena sudah merasa lelah memberi kesabaran dan pengertian terhadap Elvi, tapi Elvi tidak mengerti seperti dirinya yang mengerti akan perasaan Elvi. "Mas, kita sudah menjadi keluarga yang sebenarnya. Sudah menjadi rumah tangga yang harmonis. Apa lagi yang kurang?" Ujar Elvi yang membuat Gibran langsung menggelengkan kepalanya tidak percaya dengan ucapan Elvi tadi. "Vi, yang namanya keluarga, rumah tangga yang harmonis itu bukan keluarga yang dipenuhi oleh harta. Tapi rumah tangga yang bahagia, yang dihadiri oleh anak-anak kita, ramai dengan suara tangis anak kita yang membahagiakan. Bukan Karena Kita banyak uang kita sudah bisa dikatakan rumah tangga yang harmonis." Ujar Gibran panjang lebar namun hanya ditanggapi dengan memutar bola matanya jengah, jengah karena kata itu yang terus keluar dari bibir Gibran. "Baiklah. Terserah kamu. Jangan salahkan aku kalau apa yang selama ini sudah menjadi peringatan buat kamu akan menjadi kenyataan." Ujar Gibran yang langsung pergi begitu saja, membiarkan Elvi yang mulai berpikir akan kata-kata Gibran tadi. "Masa iya aku harus berhenti jadi model, kan gak lucu seorang model nanti perutnya jadi buncit karena hamil." Gumam Elvi membayangkan dirinya hamil saat Gibran mengungkit masalah anak. Mila yang sejak tadi hanya diam saja mengikuti kemanapun Cece pergi, kali ini Mila membuka suara saat Mila melihat jalan yang dilalui Cece bukan menuju ke rumah Cece, tapi malah menuju ke sebuah salon. "Ce, Lo mau kemana? Ngapain kita ke salon?" tanya Mila setelah Mila melihat mobil yang disopiri oleh sahabatnya masuk ke area parkiran salon. "Aku mau mengikuti jejak Lo." Jawab Cece yang membuat kedua bola mata Mila membola sempurna, tidak percaya kalau Cece akan mengikuti jejaknya karena kemarin Mila sudah memastikan sendiri kalau Cece sangat menolak keras ajakannya untuk mengikuti jejaknya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN