Masih penasaran

1045 Kata
Setelah meninggalkan tempat makan bersama Galen. Wanita rambut sebahu masih belum terlalu yakin apa dilihat, bukan, melainkan pertemuan hanya kebetulan atau memang sengaja. Jelas-jelas dia yakin kalau ada kaitan hubungan Galen dengan Tomi. Dosen yang sudah tidak kontak komunikasi semenjak lulus dari dunia perkuliahan. Meskipun begitu, Kirana masih berusaha untuk mempertanyakan tentang ini semua. Kirana juga sangat tahu, perilaku sosok Tomi yang sangat misterius di matanya sendiri. "Apa Bapak benar-benar tidak kenal pak Tomi?" Kirana bertanya, meskipun dia malas untuk mempertanyakan persoalan ini. Daripada dia penasaran kesumat, alangkah bagusnya dia bertanya saja. Kebetulan mereka masih di luar. "Kenapa?" Galen bukannya menjawab pertanyaan dari Kirana, malahan dia mengoper pertanyaan kepadanya. "Tanya saja," ucap Kirana seakan dia dicurigai terus menerus. Galen malah menarik seulas senyum, membuat Kirana semakin ilfil atas senyuman aneh itu. "Tidak ada yang lucu! Jawab saja, apa susahnya, sih?" ucap Kirana lagi, kali ini tata cara bicaranya sudah dongkol habis. "Kalau saya jawab, belum tentu kamu percaya sepenuhnya," kata Galen. Dengan dua mata menatap lurus ke depan. Kirana mendesah dengan suara sudah hampir frustrasi. "Ya, kalau Bapak tidak jawab, bagaimana aku bisa percaya?" Sekarang Galen memutar dirinya dan menatap tajam ke arah Kirana. Kirana yang merasa tatapan itu akan tertuju sangat intim. "Apa kamu suka sama dia?" Kirana langsung memelototi apa yang baru saja Galen katakan. "Suka? Memang di muka aku terlihat sesuatu dengan tulisan SUKA?" "Mana tau, kan? Soalnya dari tadi, kamu terus menanyakan tentang dia. Makanya saya bertanya," ujar Galen. Bersiap menjalankan lagi mobil yang tadi berhenti karena lampu merah. Kirana membuang mukanya, memilih memandang kota. Galen memutar sebuah lagu. Terdengar iringan lagu di mobil. Sesekali Kirana melihat jam ponselnya. Sudah melewati batas jam kerjanya. Sedangkan di kantor, Tomi dan saudara lainnya sedang duduk menunggu Galen kembali. Sementara di lantai tiga, sibuk dengan kegiatan masing-masing. Apalagi suara Yuni masih terdengar sangat garing banget. Kasihan dengan Devi yang menggantikan posisi Kirana saat itu. Dapat amukan pedas darinya. Anak yang lain bisanya menuju arah perihatin, Devi sampai menangis. Laporan yang dia print kan selalu melewati ke server printer Yuni. Divisi stok. Sedangkan di lobi, telepon terus berdering, tak lama seseorang menerima panggil telepon yang terus nyaring tanpa henti. "Selamat sore, ada yang bisa kami bantu?" Dari seberang, terdiam sesaat, karena sumber suara yang mengangkat itu beda dari dia dengar. "Halo?" Terdengar lagi dengan suara itu. Dengan cepat panggilan dari seberang menutupi. Orang yang mengangkat itu pun malah mengacuhkan dan meletakkan genggaman telepon semula. Beberapa menit sudah berlalu, sebuah mobil warna hitam berhenti tepat di depan lobi. Kirana keluar, lalu di susul oleh Galen pastinya. Mobil tersebut diserahkan kepada satpam tersebut. Mereka berdua masuk berbarengan di sana. Kirana langsung ke meja kerjanya. Tugas dia sudah selesai. Tidak menyenangkan jika dia masih berurusan dengan Galen. Dia keluar juga karena paksaan. Akan tetapi, seseorang berdiri dan akan menyerahkan tugas kembali kepada Kirana. "Kamu ...." Kirana malah tercengang, seorang berdiri, dan memberi satu senyuman kepada Kirana. Galen malah tidak merasa terkejut atas peristiwa pada kantornya. "Mulai sekarang tugas pekerjaan kamu akan digantikan oleh Serena. Dia yang akan menggantikan posisi Eliana hingga masa cutinya berakhir," ucap Galen memberitahu kepada Kirana. Serena, siapa yang tidak kenal dengan wanita manis cantik itu. Kirana memang tidak sering komunikasi dengan anak fakultas mana pun. Hanya saja, Kirana memang pernah dengar gosip. Gosip di mana Serena suka sama dosen killer yang masih di cap oleh anak-anak lainnya. "Terus? Pekerjaan saya ...." "Pekerjaan kamu, nanti akan di jelaskan saat di ruang rapat sedang berlangsung," ujar Galen. Serena menyerahkan sebuah amplop warna cokelat beserta map yang mencolok dan tersegel sangat rapi. Kirana mau tak mau, mengikuti jejak Galen. Kirana masih belum mengerti maksud posisinya saat ini. Padahal dirinya masuk pertama kali. Bagaimana pula dia mendapat posisi lain. Saat mereka masuk ke lift. Kirana memikirkan sesuatu yang sangat membingungkan. Galen membuka amplop cokelat dengan beberapa CV lamaran pekerjaan. "Sebenarnya tujuan Bapak ini memberikan pekerjaan kepada saya itu sebagai ...." Galen malah menyerahkan beberapa lembar CV dari peserta akan melamar di perusahaan. Tanpa ada kata yang akan keluar dari mulut Galen. Kirana dengan kocak menerima tanpa pamrih. Dia malah bengong. Dia melihat data peserta yang melamar pekerjaan di beberapa perusahaan dengan nama cabang milik PT. A&G Antaresgo. Dari nama peserta yang melamar itu, jelas tidak asing di mata Kirana. Lift terbuka, Galen keluar, sedangkan Kirana masih serius sama kertas di tangannya. Galen berhenti dan memerhatikan wanita di sana. Merasa terawasi, Kirana dengan cepat keluar dan mendahulukan baca data lamaran peserta. Galen kembali melanjutkan langkah ke suatu ruangan. Di ruangan rapat sedang berlangsung, sangat jelas argumentasi yang tidak setara dengan pendapatan dari beberapa pihak. "Saya rasa, dia lebih pantas di posisi ini. Dari segala skill dia miliki, mempunyai potensi yang cukup bagus," ucap Hendra. Dengan suara tegas dan memberi pendapat tentang beberapa peserta yang akan disetujui oleh mereka. "Saya kurang setuju, darimana kamu bisa tau, skill apa yang dia miliki? Jika dari data kita lihat. Skill pendidikan dia memang boleh diajukan jempol, karena nilainya positif dan amazing. Tapi, apa kamu bisa yakin, dia bisa melakukan satu pekerjaan tidak kita tentukan?" sambung Riko. Riko memang bukan sosok yang suka menerima begitu saja. Meskipun dia malas berurusan soal bisnis. Jika soal kemampuan, mungkin dia lebih pantas. "Apa hak kamu mengatur? Kamu di sini cuma numpang duduk dan mendengarkan. Bukan mengatur!" Kali ini Hendra terbawa emosi atas sikap Riko. "Saya tidak mengatur, saya hanya memberi pendapat. Saya jauh lebih tau tentang mereka, jangan hanya menilai dari segi nilai dia peroleh, tapi, menilai dari segi kemampuan dia miliki. Apalagi dia belum mempunyai pengalaman apa pun, apa kamu bisa menjamin jika dia bisa memberi kesempurnaan di perusahaan kakek berikan?" Hendra ingin menjahit mulut Riko, tetapi dia tidak bisa membalas ucapan darinya. Tomi pun berdiri dan menenangkan situasi yang panas ini. "Daripada pusing hanya soal masalah ini, kenapa kita tidak menunggu saja seseorang untuk meminta pendapat? Bukannya itu lebih jelas?" kata Tomi. "Manusia membawa petaka?" sambung Hendra dengan nyolot. Tidak lama kemudian pintu terbuka lebar, muncul Galen dengan sikap angkuh masuk tanpa seulas senyum yang menawan itu. Kirana juga ikut masuk, tetapi dia masih sibuk beberapa kertas ada di tangannya. "Pak, maksud dari CV ini, bukannya sudah pernah di ...." Kirana menjeda pada kalimat ketika dia mendongak memandang sesuatu yang tidak bisa dia percaya sama sekali. Di mana mata mereka saling memandang satu sama lain.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN