Penasaran banget.

1030 Kata
"Kamu tidak pesan apa pun?" Sekarang Kirana sudah berada di restoran termahal. Ini kedua kalinya, dia makan berdua dengan Galen. Pada awalnya Kirana tidak mengakui pria yang selalu mengikutinya adalah Galen. Karena segala cara dia menghindari pria itu adalah pura-pura tidak mengenal. Meskipun pria itu pernah menolongnya. Ya pertolongan dari geng berandalan. Tepat saat dia masih tinggal rumah kontrak yang sangat rawan untuk di tempati. "Aku belum lapar," jawab Kirana. "Hem ..., kenapa? Masih marah soal ciuman tadi?" timpal Galen dengan santai melihat isi menu makanan. Kirana tidak menjawab. Dia ingin ke toilet. Setelah itu kabur darinya. "Jangan pernah memikirkan sesuatu yang tidak ada gunanya. Atau kamu mau lanjut ciuman tadi?" Kirana langsung menjawab. "Gak perlu! Mbak!" Dia langsung memanggil waitres. Pria itu tersenyum, walaupun sedikit ancaman, melihat wanita dinantikan mau luluh juga. Dia tahu, wanita itu tidak akan bisa mengelak. Karena dirinya sudah diklaim oleh Galen Surendra Theo. Penerus perusahaan A&G Antaresgo Group. Kirana merasa dejavu, pernah alami ini sebelumnya. Semua apa yang sudah terjadi, terjadi lagi. Waiters datang siap menyalin apa yang akan dipesan, sambil melihat isi menu buku itu. "Mbak, aku pesan ini, terus ini juga ..., terus ...." Galen yang lihat Kirana antusias membuka lembar demi lembar. "Katanya tidak lapar? Sekarang kenapa malah pesan begitu banyak," sindir Galen. "Mending pesan daripada kamu kumat lagi!" balas Kirana sedang mencari satu lagi pesanannya. "Ini, ya, Mbak!" ucap Kirana, waitress itu pun segera menyalin nama makanan ditunjuk oleh Kirana. Kirana kembali menatap Galen. Melihat waitress itu mengambil buku menu dari tangannya. "Kamu gak pesan?" giliran Kirana bertanya. Karena dia tidak melihat Galen memesan sesuatu. Hanya dia seorang. "Sudah, kamu saja terlalu sibuk sama pesanan," jawabnya meraih minuman yang lebih dulu datang. "Masa? Kapan kamu pesan? Memang kamu pesan apa? Palingan bistik, gak heran lagi. Orang kaya macam kamu, sudah seperti itu," ucap Kirana dan mengomel tidak jelas. Dia kembali membuka ponsel yang dari tadi dia silent kan. Galen tiba-tiba tertawa, membuat restoran ada di sini menoleh. Kirana mendengkus. "Apa yang lucu? Aku serius bertanya. Bukan jawaban tawa speaker-mu!" Galen semakin kencang tawanya. Entah kenapa dia bisa begitu lepas tawa setelah melihat wanita cantik di depannya. Orang-orang di restoran jadi terusik dan menoleh karena heran. Kirana merasa diperhatikan oleh sekitar. Dia pun pura-pura tidak kenal pria sinting satu ini. Dia lebih baik memilih lihat ponsel yang sudah berapa pesan masuk belum sempat dibacanya. Satu per satu Kirana membuka pesan dari sahabatnya. Jesika. Jesika : "Ana! Lokasi tempat tinggal kamu di mana?" Jam masuk pesan dari Jesika, pukul sembilan pagi. Lalu dilanjutkan lagi pesan masuk masih dari Jesika, dua menit. Jesika : "Mumpung, aku dapat kerjaan sekitar daerah tempat kerja kamu. Kita bisa ketemuan nih? Kirim ya, alamat rumah barumu," Tak lama kemudian, makanan mereka datang dengan pesanan yang sesuai mereka pesan. Seperti dugaan Kirana. Galen pesan daging bistik tanpa nasi. Sebelum dia mulai menikmati jam makan siang dengan pria pemaksaan hadapannya. Dia balas pesan Jesika terlebih dahulu. Galen melirik Kirana masih sibuk dengan ponselnya. Kirana tercegah, karena Galen tiba-tiba merebut ponsel dari tangannya. Padahal Kirana belum selesai membalas pesan dari sahabatnya itu. "Makan dulu, baru main hape," pinta Galen. Galen langsung mematikan ponsel Kirana walau dia sempat melihat isi pesan itu dari seseorang. Galen bukan tidak percaya, dengan siapa Kirana komunikasi. "Nanti aku makan, biarkan aku balas sebentar pesan dari Jesika," ucapnya mengulurkan tangan ke depan. Memberi kode kepada Galen agar mau mengembalikan ponsel kepadanya. "Tidak! Makan dulu, baru balas pesannya," kata Galen memasukan ponsel Kirana dari kantong. Kirana menciut karena kesal. Ini alasan kenapa dia malas sekali makan berdua dengan pria sinting ini. Galen sekali lagi mencuri perhatian kearah Kirana. Kirana dengan muka merenggut. Galen sengaja, agar tidak membuang waktu makan berdua dengannya. Sudah satu jam Kirana dan Galen berada di restoran termahal. "Pak! Sudah jam dua, lewat lima menit. Bapak gak ada niatan buat kembali ke kantor?" tegur Kirana. Mereka sudah selesai makan. Piringnya sudah diangkat oleh waitress. Galen bukan menanggapi teguran dari Kirana. Dia malah asyik dengan ponsel kesayangan. Dengan muka iming senyum. "Paak Galeeennn ...." Kali ini Kirana tidak memanggil sebutan Theo. Dia sudah merasa ubun-ubun kekesalan. Galen masih sama dan tidak respons. Dengan rasa jengkel membuat dia hampir mati kutu. Kirana pun bertindak kekerasan yakni menendang kaki Galen. "Argh!" Galen melengking sangat keras. Membuat isi pengunjung menoleh. "Apa yang kamu lakukan?" Galen segera mengelus kakinya. Kirana memelototinya. "Waktu sudah habis! Apa Bapak gak ada niat kembali ke kantor?!" Sekali lagi Kirana mengingatkan kepada Galen. Galen melihat jam ponsel. Dia hampir lupa waktu. "Oh, maaf, saya mengira masih pukul satu," ucapnya malah tidak ada muka berdosa atau bersalah gitu. Kirana lama-lama gondok dengan Galen. Dia sekali lagi merenggut. Lalu Galen memanggil waiters dengan kode sekalian bill untuk dibayar. "Kalian masih di sini?" Kirana mendongak dan kaget bukan main. Siapa dia jumpai. "Pak Tomi?" Tomi Charles, mantan dosen saat Kirana masih duduk di bangku kuliah. Tomi malah tidak mengekspresikan apapun setelah apa dia lihat. Melainkan dia memandang Galen sedang berikan satu kartu debit kepada waiters tersebut. "Nanti malam, kakek ingin bicara penting denganmu," ucap Tomi menyampaikan kepada Galen. Kirana tidak paham, antara Galen dengan Tomi. Galen malah dengan sikap cuek malah memilih pergi begitu saja. "Kakek akan menunggumu," ingatkan lagi Tomi kepada Galen. Kirana segera menyusul setelah pamit kepada dosennya. Kirana masih penasaran. "Bapak kenal sama Pak Tomi?" Kali ini Kirana benar-benar kepo. Selama ini dia memang tidak mau ikut campur urusan orang lain. Dari cara bicara Tomi ke Galen tadi. Seperti sudah dekat banget. Malahan Galen tidak menjawab pertanyaan Kirana. "Pak!" "Pakai sabuk pengamanmu," alih Galen. Kirana mendengkus, dia pun memasang sabuk pengaman. Mobil pun meninggalkan area restoran tersebut. "Jawab dulu, pertanyaan aku. Bapak kenal sama Pak Tomi?" "Kenapa? Kamu suka dengannya?" Malah Kirana dapat pertanyaan dari Galen. "Hah? Suka? Gak! Amit-amit punya dosen kayak dia. Gara-gara dia, nilai aku turun, untung lulus dari meja hijau," jawabnya. Jika dia kembali mengingat kembali masa-masa masih kuliah. Tidak akan pernah bisa dia lupakan. Belum lagi bertemu dosen killer kayak Tomi. Raut dan sikapnya tidak ada perubahan apa pun. Dapat dosen pembimbing kayak mereka berdua. Kirana ingin mengakhiri tanpa wisuda lagi. "Lalu, kenapa kamu bertanya?" "Hah? Penasaran? Soalnya dari cara dia bicara sama Bapak. Seperti sudah dekat banget."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN