Sengaja

2530 Kata
Kirana tidak mengerti maksud Galen apaan. Tian mengejar Kirana untuk mendengar penjelasannya. Dia tidak melaporkan kepada Galen soal kemarin malam, tepat saat Kirana bisa berada di rumahnya. Kirana tidak tahu kenapa hal itu lagi-lagi harus datang menimpanya. Rendy malah duduk santai di ruangan Galen. Galen malah serius dengan dokumen di meja. "Eh? Kamu sengaja lakuin sama Kirana? Mereka, kan, gak saling kenal?" ucap Rendy. "Memang kenyataan," jawab Galen. Rendy menghela. "Hhh, sifat kamu gak ada berubah sama sekali. Tetap egois. Terus, bagaimana dengan wanita ada di rumah itu? Apa dia masih tetap bertahan?" Rendy mempunyai segala informasi tentang Galen dan Vika, termasuk dengan Kirana. Disinilah kenapa Rendy selalu bisa dekat dengan Tian. Karena Rendy adalah anak tiri dari pamannya. Rendy menganggap Tian itu, saudara bodoh. Bukan, melainkan saudara tidak berguna mudah dimanfaatkan. Rendy memang tidak bisa bekerja. Bukan tidak bisa. Dia malas pegang soal bisnis. Malahan dia lebih suka bersenang-senang. Melihat wajah para manusia yang sedang kalut. Selain itu, dia bisa menggunakan uang ayah tirinya. Jelas Tian sangat benci pada pamannya. Karena pamannya itu hanya suka perintah dan tidak mau mengurus sendiri. "Kira! Kira tunggu sebentar, dengerin penjelasanku dulu!" Tian berhasil mengejar Kirana. Tian kelelahan, ternyata Kirana jago jalan cepat. Entah makan apa dia. Kirana segera melepaskan tangan dari Tian. Kirana tidak tahu apa-apa. Buat kenal siapa pun dia tidak ingin. Apalagi soal kemarin. Dia benar-benar tidak tahu bagaimana bisa berada di rumahnya. "Saya ke sini bukan maksud mengucili kamu. Saya kesini diminta sama paman untuk tanya soal rumah dia beli. Lebih tepatnya rumah yang kamu tempati sekarang," terang Tian. Dia tidak ingin ada kesalahpahaman. Dia akan meluruskan masalah ini hingga tuntas. Itu juga Tian tidak tahu persoalan hubungan Kirana dengan Galen. Dia hanya datang untuk memastikan dan sebagai tanggungjawab pekerjaan diberikan oleh pamannya itu. "Memang masalah apa soal rumah itu? Aku tinggal karena di suruh. Karena aku kerja, bukannya semua orang kerja juga mendapatkan fasilitas dari perusahaan?" timpal Kirana. Tian memejamkan matanya dan lanjut berbicara. "Iya, benar. Tapi bukan alasan itu. Tidak semua karyawan mendapatkan fasilitas itu." Kirana mengerut. "Maksud kamu?" Sudah jam makan siang, tidak terasa anak-anak pada keluar dari sarang burung sangkar. Di lorong kecil itu jauh dari tempat di mana ruangan para manusia keluar dari sarangnya karena setengah hari mengutat pada komputer dan kertas. Lalu salah satu dari karyawan tidak sengaja melihat Kirana dengan seorang pria. "Eh, lihat itu," sikut Meli mencolek Luna. Luna mengarah matanya dimana Meli sikut. Yang Luna lihat adalah Kirana dengan seseorang pria. Tetapi dia tidak tahu siapa pria itu. Karena posisinya membelakangi. "Kirana yang baru dipindahkan dari grup Finance, kan? Terus, bicara sama siapa tuh?" ucap Luna. Meli tidak terlalu jelas berbicara dengan siapa. "Gak tau, mungkin kenalan atau mantannya?" tebak Meli. "Sembarangan saja kamu. Memang dia punya mantan?" timpal Luna. "Mana tau, kan?" Tian mencoba menjelaskan ke Kirana atas rumah dia tinggal. "Dengan surat di kertas hitam putih. Fasilitas tempat tinggal, hanya tertuju kepadamu saja. Tidak ada syarat fasilitas untuk semua karyawan. Pemilik perusahaan ini tidak pernah menjamin apa pun untuk karyawan mau tetap atau tidak." Tian tidak bermaksud untuk mengusir penghuni. Karena dia ingin tahu alasan kenapa rumah itu diberikan kepada Kirana. Apalagi Kirana itu hanya seorang karyawan biasa. Bekerja. Jika untuk istri atau saudara dekat, itu beda cerita. "Maaf, atas kelancangan saya. Apa kamu dan pak Theo memiliki hubungan, maksud saya, simp..." "..., sudah selesai ngobrolnya?" potong Galen kapan dan dimana berada di sini. Tian tidak melanjutkan ucapan yang terputus karena Galen. Galen mendekati Kirana dan merangkul sangat mesra. Kirana dengan sigap untuk menghindar. Tetapi Galen menahan. "Ya sudah, lain kesempatan saya ngobrol lagi," ujar Tian berlalu pergi meninggalkan Kirana dan Galen di sana. Meli dan Luna menyaksikan adegan itu. "Gila! Dua sekaligus!" gumam Luna merasa syok. Meli merasa curiga dengan Kirana. "Btw, Kirana sama pak Theo kok akrab banget?" Luna bertanya lagi. "Setahu yang kita tau, bukannya pak Theo itu sudah punya istri ya? Terus Kirana itu...." Luna mulai prasangka buruk tentang Kirana. Mereka tidak akan pernah tahu. Jika Kirana dan Galen memang sudah lama kenal. Bahkan hubungan lebih dari itu juga pernah dilakukan. Tian masuk ke mobil, ternyata Rendy sudah di dalam mobil. "Sudah ngobrolnya? Bagaimana? Dia percaya?" Rendy bertanya. Tian mendesah, dia memilih memejamkan matanya. Kirana menjauhkan rangkulan Galen dari bahunya. Galen merasa kesal. Dia tahu, mungkin Kirana malu, atau belum terbiasa. Tetapi Galen tidak akan pernah menyerah. Malahan dia memegang tangan Kirana seakan wanita disebelahnya sedang butuh dimanja. Kirana semakin jengkel dibuat pria satu ini. "Pak! Ini kantor, bukan ..." Galen tiba-tiba mukanya mendekat ke muka Kirana. "Kenapa? Tidak ada yang melihat. Kalau pun mereka tahu, tinggal jawab saja, kamu adalah calon istriku," ucapnya senyum. Kirana tidak menunjukkan ekspresi apa pun. "Jangan mimpi, mau kemana kan istri dan anakmu!" tuding Kirana memilih pergi begitu saja. Galen benci selalu itu saja pertanyaan dikeluarkan oleh Kirana. "Mereka tidak ada hubungannya sama saya," katanya mengejar langkah Kirana memilih turun pakai tangga darurat. Kirana tiba-tiba dikunci oleh Galen. Galen selalu begitu. Selalu membuat Kirana semakin kesal. "Pak! Apa Bapak gak malu? Ini kantor, bukan," Galen tidak akan beri Kirana berbicara terlalu banyak. Dia membungkam dengan ciuman yang b*******h. Kirana berusaha untuk tidak membuka mulutnya. Galen menjauhkan ciuman karena dia tidak bebas mencium dengan leluasa. "Jangan bilang kamu tidak tahu cara berciuman?" ucap Galen pelan dan sangat dingin. "Karena .... hmmffftt!" Galen langsung melanjutkan ciuman penuh gairah, sehingga memasukan salivanya mencari miliknya. Kirana mencoba meronta hingga memukul d**a bidang Galen. Galen semakin merapatkan badannya sehingga Kirana tidak bisa bergerak sedikit pun. Kirana berusaha mendorong badan Galen. Apa daya kekuatan Galen jauh lebih besar sae daripada miliknya. Kirana pasrah, dari cara ciuman Galen kepadanya. Entah dia tidak bisa melupakan pernah terjadi, hubungan enam bulan yang lalu. Saat dirinya masih duduk di bangku kuliah. Dia mendapatkan sebuah pekerjaan dari temannya, yakni Mega. Segala memori yang pernah Kirana lupakan, terungkit kembali. Enam bulan yang lalu, saat masih duduk kuliah semester akhir. Tepat saat Kirana dan Jesika masih di kampus. Dan Kirana mendapatkan job dari Mega. Awal Kirana mengajak Jesika. Tetapi Jesika menolak. Pada malamnya tiba, Kirana dijemput oleh temannya. "Dia siapa?" Teman Kirana bertanya. Kirana di jemput sama temannya di tempat biasa. Namun, pria yang suka ikuti Kirana kemanapun, juga ikut bersamanya. Kirana mengacuhkan pertanyaan dari temannya. Kelihatan sekali, Kirana begitu bete sama pria satu ini. Entah kenapa juga, disaat dia lagi pengen hiburan. Kenapa juga dia ikut. "Kamu gak merasa kepikiran sama mobil di sana?" Kali ini Kirana serius bertanya. Soalnya pria ini ikut dia pulang naik becak, terus sampai di rumah sewa. Pria ini masih tetap menunggu di depan rumah. Bahkan tanpa beranjak atau kembali buat bawa mobilnya ke tempat aman dulu. Saat waktu tiba, Kirana mengira pria itu sudah kembali karena tidak menemukan sosoknya. Ketika Kirana beranjak dari rumah sewa. Tiba-tiba suara deham membuat dirinya terkejut. Ternyata pria itu berdiri di balik tembok. Kirana sudah berusaha mengusirnya. Tetapi tidak berhasil. Pada akhirnya mobil di mana temannya menunggu. Dia pun ikut masuk ke dalam mobil. Jadinya temannya pun malah bloon memandangnya. "Tenang saja, tetap aman," ucapnya. Kirana lagi-lagi menghembuskan napasnya untuk sekian kalinya. Dia seperti membawa bayi besar buat kemana-mana. Lalu, temannya mendekatkan telinga Kirana. "Elu kenal dia di mana? Kayaknya dia peduli dan khawatir banget sama elu?" bisiknya. "Gak tau. Kebetulan doang. Itu juga dia sendiri yang sok akrab," balas Kirana. Sampai di Karoke Intan. Seperti diberi tahu oleh Mega. Mereka pun keluar dari mobil itu. Lalu, Kirana masuk ke sana. Pria itu juga ikut. Tetapi dicegah oleh Kirana. "Bisakah kamu berhenti sampai di sini. Jangan bikin aku malu. Sudah saatnya kamu pulang. Kasihan orang rumah ke carian," ucapnya. Pria itu malah tidak merespons. Dia malah masuk. Kirana ingin sekali menjambak rambut pria itu. Tetapi sudahlah, Kirana sudah lelah. Percuma juga mengurus manusia seperti dia. Suasana di dalam, sangat berisik sekali. Banyak yang main sambil bernyanyi. Ada juga sambil minum-minum. Kirana pun melepaskan tasnya dan memasukan ke loker. Lalu dia pun membantu temannya yang kewalahan. "Akhirnya elu datang juga, tolong antarkan minuman ini ke ruangan delapan delapan," pinta Jim. Kirana dengan senang hati melaksanakan perintah. Dia pun membawa minuman ke tujuan. Dengan cekatan dia berjalan menuju anak tangga. Di sana nomor tertera. Kirana mengetuk pintu, lalu mendorong pintu menggunakan pantatnya. Karena bawaan dia lumayan banyak, jadi agak sulit dia memegang gagang pintu. Di dalam ruangan itu banyak sekali cewek-cewek senang bermain dan mengajak pelanggan minum-minum. Kirana meletakkan minuman ke meja tersebut. Lalu salah satu dari cewek itu mengenal Kirana. "Rana! Gantiin gue dong! Gue mau ke toilet dulu, kebelet!" ucap cewek ikal itu. "Eh? Tapi aku..." "Sebentar saja!" mohonnya. Kirana bisa apa, dia pun turuti saja. Dia pun berjalan ke pria berbadan sedikit gendut. Lalu dia mengambil minuman untuk pria itu. Kirana sudah mahir dengan cara melayani orang. Cewek ikal itu turun dari tempat itu. Lalu menuangkan minuman segar. Jim yang minta Kirana antarkan minuman ke ruang delapan delapan. Malah melihat cewek ikal itu keluar. "Loh, Rana ke mana?" Jim bertanya sama cewek ikal itu. "Gantiin gue sebentar. Gerah nih!" jawabnya sambil mengipas-ngipasi dirinya. Pria yang bersama Kirana tadi. Menguping. "Loh? Bukannya itu tugas kamu melayani mereka. Rana, kan, cuma kerja part time sementara di sini," ucap Jim. Cewek ikal itu malah santai menjawab. "Halah! Elu kenapa simpati banget sama dia? Dia kan juga sama kayak gue. Jangan lihat tampangnya doang. Toh, dia cewek gak benar juga!" "Bukan begitu. Mau dia cewek benar atau gak. Tetap saja, dia kerja buat gantiin posisi Stella," katanya membela. "Halah, bilang saja elu suka sama dia. Yang minta dia kerja part time di sini siapa? Elu juga, kan? Mana mungkin Stella yang minta? Bilang aja, elu juga mau pakai dia, kan?" ucap cewek ikal itu. Seakan dia tau isi otak Jim. Siapa juga tidak kenal Jim. Selain ketua di sini. Selaku seorang Bartender handal. Jim tergolong cowok yang penuh gairah. Bukan karena dia play boy. Jim memang suka sama Kirana semenjak dia dikenal sama Mega. Itu juga, dia diam-diam baik. Meskipun Jim tau, kalau Kirana bukan cewek yang baik juga. Karena terlalu bebas pergaulan. Maka dari itu, dia memang belum pernah memakai dirinya. Tetapi Jim punya batas juga. "Gue bisa bantu elu. Biar elu nikmati dia. Dia termasuk gairah yang panas," Cewek ikal itu berbisik ke Jim. Pria yang dari tadi memperhatikan dua orang itu. Dengan gerak-gerik mencurigakan sekali. Apalagi dengan sikap wajah mudah ditebak. Sementara di ruang delapan delapan. Kirana dari tadi coba menghindari tangan yang gatal terus menyentuh pahanya. Pria berbadan gendut ini, terlalu gatal. Kirana cuma melayani minum. Entah kenapa dia asyik meminta dirinya ikut minum. "Bapak saja yang minum. Aku kurang suka," ucap Kirana sopan dan sedikit centil. Pria gendut itu mengeluarkan dompet tebal. Mata Kirana tidak bisa lepas. Kalau soal duit. Pastinya dia sudah hilang ingatan. "Saya akan membayar kamu berapa yang kamu mau?" ucapnya. "Yang benar nih? Apa Bapak gak takut, nanti istri Bapak marah kalau Bapak berikan untuk aku?" Pria gendut itu tertawa sangat keras, hingga membuat yang lain terdiam lalu kembali ricuh. "Kalau kamu tutup mulut. Pasti mereka tidak tau," katanya. Hari sudah malam. Pukul dua pagi. Kirana merasa sangat pusing pada kepalanya. Padahal dia cuma minum beberapa teguh saja. Entah kenapa rasanya berat. Dia hanya mendengar samar-samar suara dari seseorang. "Cewek muda kayak kamu, enaknya dinikmati," ucap pria gendut itu. Ketika pria gendut itu akan menggerayangi tubuh Kirana. Tiba-tiba terdengar suara pintu sangat kuat. Hingga membuat pria gendut terkejut. Sosok berbadan tegap berdiri dan menarik badan gendut itu menjauh dari Kirana. Kirana mencoba untuk membuka matanya. Untuk melihat siapa orang berada di ruangan ini. Tetapi rasa berat pada kepalanya sangat susah untuk membangkitkan seluruh tenaganya. Hanya bisa mendengar suara mengerang kesakitan. Setelah itu sosok samar itu bergegas keluar. Lalu, terdapat sosok menghampiri dirinya. Pria itu menarik tubuh Kirana dan membawanya keluar dari tempat Berengsek tersebut. "Jim?" Kirana hanya menyebutkan nama temannya. Tetapi pria itu tidak menjawab. "Itu kamu, Jim?" Lagi-lagi, Kirana berbicara. Dia seperti ngelantur, entah apa yang membuat dirinya terangsang sesuatu dan memeluk leher pria itu. Pria itu tidak bereaksi apa pun. Hanya diam meletakkan tubuh Kirana ke mobil. Mobil pria itu sudah di parkiran karoke Intan. Siapa yang membawanya. Pastinya seseorang meminta bawa ke sini. Tidak mungkin tanpa pengemudi bisa muncul di sini. "Jim! Gerah nih?!" Kirana seakan merasa panas. Kirana bukannya melepaskan pelukan dari leher pria itu. Jarak wajah mereka sangat dekat. Dapat dirasakan kalau napas Kirana berhembus lembut. Dengan pelan pria itu membuka tangan Kirana dari lehernya. Tetapi bukannya tenang, Kirana dengan berani menarik kerak baju pria itu, dan terjadi sebuah ciuman diantaranya. Pria itu tidak merespons apa yang dilakukan oleh Kirana. *** Hotel berbintang, kamar yang mewah. Kirana mengerang sangat lembut. Dia merasakan sentuhan yang hangat pada kulitnya. Entah kenapa dia begitu menyukai sentuhan itu. "Ehm!" Kirana mencoba untuk tidak mendesah, dia cukup menikmati sentuhan dan serangan dari seseorang dengan tangan yang kasar setiap kulit dia rasakan. Kecupan lembut pada dunianya tidak bisa dia hindarkan. Lebih lagi, dia menginginkan lebih lama. Tetapi, entah kenapa sentuhan itu semakin hari, semakin menggila. Sehingga bagian miliknya butuh sentuhan dan Kirana mengeluarkan suara yang gairah. "Haaaahh..." Sosok itu memandang wajah Kirana terpejam akan kenikmatan dia rasakan. Dengan perlahan dia memasukan jari tengah kemaluan Kirana. Kirana menyukai seperti itu. Kenikmatan itu tiada tandingannya. "Ehm! Uhmm..." Kirana mengerang, membuat tubuhnya ikut bereaksi pada serangan pada bawahnya. Perlahan-lahan memainkan hingga ditambah satu lagi. Kedua kaki Kirana melebarkan dan membuat tubuhnya bergerak kenikmatan. Sosok itu beranjak dan mencium bibir Kirana hampir mengering. Kirana pun berusaha membuka matanya. Tetapi dia merasakan kegelapan. Ya, orang itu sengaja menutup mata Kirana. Karena dia tidak ingin melihat siapa berhubungan dengannya. Jari seseorang semakin lincah dia mainkan. Kirana tidak bisa apa-apa. Kedua tangannya terikat ke atas. Dirinya seperti lintah terkena api yang panas. "Uhm! Aaahh... Uhmm..." Kirana tidak bisa tahan lagi. Dia ingin keluar. Dia berusaha menjepit tangan orang itu. Sehingga terjadi sesuatu membuat jari pria itu merasakan cairan hangat di sana. Kirana tersengal-sengal akan pelepasannya. Jari yang ada pada kemaluan menariknya. Membiarkan cairan itu mengalir keluar. Kirana merasa sesuatu yang dingin. Dia tersadar bahwa dirinya tidak berbusana. Apalagi di ruang kamar itu udara dingin masih menyala. Membuat kulit tubuh tersentuh oleh angin. Beberapa saat, ranjang di mana Kirana berbaring, seseorang menaikinya. Dan membuka kedua kaki Kirana lebar-lebar. Kirana mencoba menebak. Dia merasakan sesuatu mengeras di depan k*********a. Digesek-gesek, lalu disentuh setelah itu. Kirana mengerang kesakitan, dia memang sudah lama tidak berhubungan intim. Tetapi benda itu mencoba menembus masuk. "Heem!" Kirana berusaha menyempit kakinya tetapi tangan itu menahan. Dan berusaha juga menembus masuk. Kirana bisa pasrah, dan sempurna. Benda itu lolos masuk ke dalam. Kirana dapat rasakan betapa besar benda dimiliki pria itu. "Sebentar! Apa kamu menggunakan pengaman?" Kirana masih bisa bersuara, padahal efek minuman ditaruh oleh pria gendut tadi masih belum menghilang. Walaupun dia merasa pusing disekitar kepalanya. Pria itu masuk dan membisikan ke telinga Kirana. "Kenapa? Kamu takut hamil?" Kirana hafal suara itu. Tidak mungkin dirinya berhubungan intim dengan pria yang terus mengikutinya. "Tenang saja, saya akan tanggung jawab jika itu terjadi," ucapnya lagi. Sebelum gerakan intim mereka bereaksi. Kirana berusaha melepaskan ikatan tangannya. Tetapi, terlambat. Pria itu menggerakkan dirinya untuk menikmati kenikmatan intim mereka. Kirana tidak bisa menolak intim ini. Dia merasa nikmat goyangan tersebut. Suara mereka berdua beradu bersamaan. Tidak peduli jika ada penginapan mendengar suara cinta mereka.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN