Kenanga menghabiskan waktunya dengan tidur, tidur dan tidur sepanjang hari selama dirinya berada di rumah Jayden. Pria arogan itu belum memberikannya izin sama sekali karena merasa belum cukup aman. Sementara itu, dirinya harus senantiasa mempelajari hal apa yang biasanya dilakukan oleh wanita yang bernama Agatha ini.
Dari mulai cara berpakaian, sikap dan juga makanan kesukaan.
Kenanga sebenarnya masih sangat kesal, tapi mau bagaimana lagi? Saat ini kendali ada di tangan Jayden 'kan? Dirinya takut jika pria itu akan melakukan hal tidak-tidak seperti beberapa waktu lalu.
Malam itu Kenanga membersihkan dirinya setelah bangun tidur. Ia memilih baju yang tentunya dengan gaya Agatha. Baju crop top berwarna putih dengan celana cargo warna khaki. Tak lupa rambutnya diikat cepol dengan poni di depan.
"Well, selain arogan dia itu ternyata gagal move on. Menyebalkan!" keluh Kenanga dengan bibir mencebik kesal.
Kenanga keluar dari kamarnya setelah berdandan cukup. Wanita itu merasa rumah itu selalu sepi karena Jayden selalu di kantor dan akan kembali saat tengah malam. Kenanga tidak mengira jika Jayden sudah pulang sehingga tak sengaja ia bertemu pria itu yang baru saja keluar kamar.
Keduanya saling pandang, namun Kenanga dengan cepat membuang pandangan. Dirinya masih kesal karena Jayden mencuri ciuman pertamanya.
Jayden menyipitkan mata, sedikit kaget saat melihat penampilan Kenanga yang mirip sekali dengan Agatha. Tapi ia tidak berlaku memikirkan karena ada masalah penting, lagipula tak ada gunanya ia mengurusi wanita labil seperti Kenanga itu. Dirinya sibuk di teleponnya dan mendengarkan dengan seksama yang diucapkan Ethan.
"Baiklah, aku akan kesana setelah ini. Pastikan semua berjalan sesuai rencana. Satria gimana?" Jayden berjalan menjauh, benar-benar tak peduli.
Kenanga tentu semakin kesal. Seharusnya Jayden meminta maaf padanya 'kan? Tapi pria itu sama sekali tak peduli?
"Hei, kau ini benar-benar, ya!" Kenanga berteriak kesal.
Jayden menghentikan langkah, mau tak mau melirik kearah Kenanga yang memasang wajah cemberut itu.
"Ya, baiklah." Jayden mengakhiri panggilan itu. Menatap Kenanga lebih tajam dari sebelumnya. "Ada apa lagi? Identitasmu baru jadi besok pagi. Untuk itu tetaplah diam di rumah. Apakah kau sudah hafal semua hal yang perlu kau lakukan?"
Kenanga berdecak pelan. "Iya, Jay. Aku sudah menghafalnya, bagaimana? Kau pasti senang?" jawab Kenanga dengan gaya menyebalkan yang dibuat-buat.
"Kau ini apa—"
"Aku tau kok, tidak persis seperti Agatha 'kan? Ya bagaimana, aku Kenanga, bukan Agatha!" sergah Kenanga tak kalah tegas, sorot matanya lebih tajam dari Jayden saat ini.
Jayden menyipitkan matanya kembali. Sejauh ini baru Kenanga yang berani menatapnya sangat tajam seperti itu. Kecuali Agatha tentunya.
"Aku tidak bodoh. Kau memang bukan Agatha, dan bagaimana pun juga, kau tidak akan pernah menjadi Agatha."
"Terserah!"
Kenanga menanggapinya malas, kali ini dirinya benar-benar masa bodoh dengan Jayden. Pria arogan seperti itu harus dibalas dengan cara yang sama menyebalkannya agar tidak terus menindas orang lain.
"Mau kemana kau?" tegur Jayden.
"Makan biar nggak mati!" sahut Kenanga ketus.
Jayden yang awalnya ingin marah mendadak tak bisa marah. Kenanga itu wanita yang cukup unik juga. Disaat wanita lain akan enggan makan saat marah, tapi Kenanga tidak.
"Habis makan, ayo ikut aku," kata Jayden.
"Ke mana?"
"Ada misi malam ini."
***
Jayden kembali ke dalam dunia malam yang kelam setelah sebelumnya pria itu vakum cukup lama. Dirinya menjadi bandar narkoba yang namanya cukup disegani di dunia bawah tanah. Pria itu kini punya kuasa yang kuat setelah seluruh harta keluarga angkatnya jatuh ke tangannya. Jayden seperti mengukuhkan posisinya dengan banyaknya relasi yang ada di dalam maupun luar negeri.
Jayden tak perlu memasarkan produknya karena pelanggan lama, akan datang dan membawa pelanggan baru untuk membeli produknya. Di zaman dunia yang gila ini, banyak orang terlalu banyak tekanan sehingga menjadikan obat dan s*x sebagai pelampiasan rasa lelah.
Malam itu Jayden terpaksa turun tangan sendiri karena ada seseorang yang terang-terangan mengibarkan bendera perang padanya.
Begitu sampai di klub, Jayden tidak langsung turun, dirinya menunggu beberapa saat sampai kemudian ada yang mengetuk kaca mobilnya. Dirinya melirik sedikit, sosok Ethan yang datang dengan membaca sesuatu.
"Tumben telat?" Ethan mengernyitkan dahi, merasa cukup aneh melihat Jayden yang biasanya on time justru datang terlambat. "Kenapa? Minta dicas dulu biar nggak rewel?" selorohnya sembari melirik Kenanga. Ia sedikit mengerlingkan sebelah matanya menggoda.
"Ck!" Jayden mendengus malas. "Satria beneran ada di dalam?"
"Iya, baru aja masuk kamar. Kayaknya sih masih pemanasan, mau gangguin?"
Jayden tertawa sebal. "Mana mungkin aku membiarkannya tenang setelah dia berusaha mengkhianatiku?" sahut Jayden dengan sinis.
"Asli parah dia ini. Mendingan jangan elu yang masuk sekarang. Gue curiga disini bukan hanya anak buah Satria, tapi Roger juga ada," kata Ethan mengingatkan.
"Itu justru lebih bagus, biar aku menemuinya langsung. Untuk apa kita saling bersembunyi?" Jayden tersenyum sinis, mengingat beberapa waktu lalu dirinya juga sudah ketemu dengan Roger.
"Gue ngerti lu enggak akan kalah, cuma gue suka kalau beritanya rame. Kita pancing mereka nggak sih?" Ethan tertawa kecil saat menemukan ide brilian di otaknya.
Jayden terdiam sesaat, mencerna apa maksud ucapan Ethan. Ia kemudian menyeringai saat tau apa yang diinginkan sahabatnya ini.
"Aku akan masuk sekarang. Pastikan aman."
Jayden membenarkan jas yang dikenakan, dirinya juga mengambil pistol dan juga pisau andalannya. Memasukannya di balik jas dan menutupi sangat rapi.
"Aku harus apa?" Kenanga yang sejak tadi diam angkat bicara. Merasa aneh karena sejak tadi dirinya tidak disuruh melakukan apa pun.
"Tugasmu cukup diam, biarkan aku yang menyelesaikan," sahut Jayden.
Jayden meninggalkan Kenanga sendiri dalam mobil dan masuk ke dalam club itu. Dari luar memang tidak ada yang aneh, sama seperti club pada umumnya. Penjagaan disana juga cukup ketat, tapi Jayden yang sudah sering wara-wiri di tempat itu langsung saja mendapatkan akses yang mudah. Dibelakang Jayden tentu saja ada Marka dan Ethan yang senantiasa bersamanya.
Di dalam klub itu sangat riuh sekali. Bukan hanya berjoget dan minum, tapi ada tempat untuk bermain billiard, karaoke, dan tentu saja kamar yang digunakan untuk bercocok tanam.
Jayden masuk dan memperhatikan semuanya, orang-orang itu sudah mulai lupa akan sekitarnya. Jayden tak mempedulikan itu semua, ia masuk ke sebuah ruangan khusus yang berada di lorong sebelah kanan.
"Ahhhhhh .... Bang satttt ini emhhhhh ...."
Suara desahan itu sudah terdengar sebelum Jayden masuk ke dalam ruangan yang tak tertutup rapat. Di depannya terlihat dua orang bodyguard yang tengah menunggu.
"Bos!" Keduanya tampak syok tatkala melihat sosok Jayden yang tiba-tiba datang.
Jayden memberikan gestur untuk diam. "Satria di dalam?"
"Iya, bos Satria lagi—"
Jayden mengibaskan tangannya sebelum mendengar perkataan mereka. "Tunggu diluar, gue ada urusan sama Satria."
Kedua orang itu tak mendebat apa pun karena tau kuasa Jayden lebih dari bos mereka sendiri. Jayden menunggu sampai kedua orang itu pergi lalu mengajak Ethan dan Marka masuk ke dalam.
Suara desahan itu semakin menggila, tapi Jayden tak peduli. Dirinya langsung saja membuka pintu ruangan itu sehingga pemandangan di depannya terlihat sangat jelas.
"Wanjiinggg dijepit nggak tuh?" Ethan reflek memaki dengan begitu kasar. Pemandangan di depannya benar-benar mengejutkan dimana Satria tengah duduk diantara kedua kaki wanita yang menjepit kepalanya dengan nikmat.
Makian itu mengejutkan kedua manusia yang tengah menggali kepuasan dunia itu. Si wanita yang tadinya merem melek sontak langsung mendorong kepala Satria agar menjauh. Dirinya mencari kain untuk menutupi tubuhnya yang polos.
"Bos!" Satria—pria jangkung dengan tato yang cukup besar di tubuhnya itu lebih kaget melihat kedatangan Jayden dan dua palang pintunya.
Mereka bertiga menatap Satria dengan pandangan jijik dan juga penuh ejekan. Terutama Ethan, pria itu tersenyum geli seolah terang-terangan mengejek Satria.
"Bos dari Sahara Club ternyata tak lebih dari seorang penjilat lubang kewanitaan. b******k!" Ethan tertawa terbahak-bahak, puas sekali rasanya bisa mengejek Satria.
"b******n, kayak lu nggak pernah aja!" Satria balas memaki, kepalanya mendadak pusing gara-gara tertunda untuk mengganti oli.
Ethan semakin tertawa namun sesaat kemudian suasana berubah cukup mencekam. Jayden memberikan gestur agar wanita tadi keluar dan dirinya duduk di sebuah sofa panjang sembari menyulut rokoknya.
Satria pun mulai merasa tubuhnya gemetaran. Jayden ini jarang datang jika tidak menginginkan sesuatu. Jadi bisa dipastikan Jayden telah mengendus rahasia kecil yang telah disembunyikan.
"Bos, kenapa datang tidak berkabar dulu? Aku akan menyiapkan minum untuk, Anda. Sedikit amunisi dari Anda seperti biasa, itu jauh lebih nikmat," ujar Satria berbasa-basi, ia mengambilkan gelas dan minuman untuk Jayden.
"Apa kau baik-baik saja, Satria?" Jayden menghirup rokoknya, matanya melirik Satria yang sejak tadi tidak bisa diam.
"Hahaha, kenapa bertanya seperti itu bos? Anda membuat saya takut," sahut Satria benar-benar gugup, dirinya mendorong gelas itu ke sisi Jayden perlahan, benar-benar takut meski Jayden hanya diam saja.
Jayden melirik gelas itu, ia tersenyum tipis. "Aku dengar ada barang baru disini."
Wajah Satria memucat, ia menelan ludahnya kasar. "Ba-rang? Barang apa, bos? Anda bercanda arghhhhhhhh!"
Sebelum Satria menjelaskannya, Jayden sudah lebih dulu menarik tangannya dan tanpa peringatan menyulutkan rokoknya yang masih menyala pada tangan Satria.
"Akhhhh, panas bos. Akhhhhhh!" Satria berteriak-teriak, kulitnya seketika langsung terbakar begitu saja.
Jayden tersenyum sinis, ia menendang pria itu dengan kasar hingga terjengkang ke belakang. "Sudah berani berbohong? Ingin aku mencaritahunya sendiri?"
"Aku tidak berbohong, disini tidak ada barang baru bos. Hanya milik Anda yang paling bagus, aku bisa bercinta berjam-jam dan—"
"Ethan!" Jayden berteriak keras sehingga memutus ucapan Satria.
Ethan mengangkat dagunya, dirinya mendekat ke arah Jayden dengan gayanya yang santai.
"Siapa nama orang yang telah menerima barang dari Roger?" Jayden sengaja bertanya sembari melihat perubahan ekspresi wajah Satria.
"Tidak ada nama lagi, selain Satria."
"Bajiingan kau!"
Bersambung~