Feran sudah sampai di rumah sakit. Dia membawa Sovia ke IGD, dan langsung di larikan ke ruang persalinan. “Maaf anda suaminya?” tanya seorang suster. “Silakan bisa menemani proses persalinan istri anda,” imbuhnya. “Em ... bu—bukan, Sus,” jawab Feran dengan terbata. “Saya rekan kerjanya, suaminya sedang ditelfon oleh rekan kerja lainnya,” imbuh Feran. “Oh baiklah,” ucap Suster tersebut. Feran duduk di kursi tunggu bersama Ana. Raut wajahnya terlihat sangat cemas, seperti sedang menunggui istrinya yang akan melahirkan. Keringat dinginnya keluar, dan dia tidak bisa diam di tempat duduknya. Lagi-lagi Feran mondar-mandir dan terlihat sangat panik sambil menghubungi nomor Arga dan Rusli yang belum ada jawaban. “Ini suaminya Bu Sovia mana sih, Mbak?” tanya Feran pada Ana. “Em ... anu, Pak.