“NANA, SUMPAH, LO?” Aku menutup telinga rapat-rapat ketika Venti meninggikan volume suaranya. Dia menatap tak percaya ke arah undangan yang baru saja kuberikan padanya. “Lo itu menghanyutkan, asli. Diam-diam sebar undangan, padahal enggak ada kabar apa-apa sebelumnya.” “Kamu kali, Ven, yang enggak perhatian. Aku loh pakai cincin ini udah dari beberapa minggu lalu.” Venti semakin mendelik, lalu tangannya terulur meraih tangan kiriku. “Cantik pisan, Na!” “Makasih....” Aku meringis, dan bersamaan dengan itu, aku mengaduh karena dengan semena-menanya, Venti mencubit lenganku cukup kuat. “Sakit, tahu, Ven!” “Ih kesel pokoknya, masa aku diduluin Nana! Padahal kan masih tua aku beberapa bulan.” “Jodoh enggak ada yang tahu, Ven. Heboh bener.” Mbak Sara