Byuur Cipratan air dingin membangunkan Melina dari pingsannya. Tubuhnya terlonjak, napasnya memburu, dan matanya membelalak liar saat menyadari dirinya masih berada di ruangan mengerikan itu. Kali ini, tubuhnya sudah basah kuyup, dan udara dingin menambah rasa menggigil di sekujur tulangnya. “Bangun, Nona. Permainan baru saja dimulai,” ujar salah satu anak buah Ali dengan nada datar. Melina tersentak sadar bahwa tangan dan kakinya kini terikat erat ke kursi besi. Lebih kuat dari sebelumnya. Ia mencoba memberontak, tapi tidak bisa bergerak sedikit pun. “Aku mohon! Lepaskan aku! Aku nggak kuat! Kumohon!” teriaknya sambil menangis. Namun tak ada yang menggubris. Di sudut ruangan, seekor ular besar mulai melata mendekat, disusul beberapa ular kecil lainnya yang mulai menyebar ke arah kurs