Jbles!
Lova menutup pintu mobil cukup keras setelah ia turun. Mulutnya tampak komat-kamit, menggerutu memaki Zegan. Pada akhirnya ia memberi pria itu uang dengan sangat terpaksa.
“Dasar tukang peras!” Lova berteriak setelah Zegan melajukan mobilnya. Satu kakinya menghentak, meluapkan kemarahannya.
Lova tak berhenti menatap mobilnya yang menjauh hingga tak lagi terlihat. Tangannya mengepal kuat, giginya bergemeretak. Wajahnya benar-benar menunjukkan kemarahan. Namun, pada akhirnya ia hanya bisa menundukkan kepala dalam sambil mengembuskan napas putus asa. Mau semarah apapun, ia tak berani melawan Zegan apalagi setelah Zegan mengetahui niatnya semalam.
“Aaagh! Ya Tuhan! Kenapa kau mengirim pria itu dalam hidupku?!” Lova kembali berteriak dengan kepala menengadah dan kedua tangan terangkat. Ia kemudian mengacak rambutnya sambil menghentakkan kaki dan misuh-misuh seperti orang gila tak peduli di mana ia sekarang. Saat ini ia telah berdiri di seberang jalan gerbang tempatnya bekerja.
“Eh? Bukannya itu si perawan tua, ya, apa yang dia lakukan?”
Seorang karyawati yang hendak memasuki lobi, menghentikan langkahnya sejenak saat pandangannya tanpa sengaja menangkap sosok Lova yang berdiri di seberang jalan dan bertingkah seperti orang gila.
“Eh, benar. Apa dia sudah gila?” sahut rekan wanita itu. Keduanya pun tetap berdiri di sana tanpa berhenti mengamati Lova yang mulai menyebrang dan berjalan melewati gerbang yang masih terbuka lebar.
“Eh, apa kau dengar gosip terbaru tentangnya?”
Karyawan dari bagian humas itu menoleh dan tampak tertarik dengan ucapan rekannya yang juga merupakan rekan Lova. Wanita itu ialah seorang admin bagian personalia.
“Kudengar dia jadi bahan taruhan Darren.”
“Ish, gosip itu kan sudah lama. Masa kau baru tahu?”
“Ck, dengar dulu, aku belum selesai bicara tahu. Kudengar dia jadi bahan taruhan Darren dan Joy, kan, dan kau tahu apa yang terjadi pada Darren kemarin? Kabarnya dia masuk rumah sakit. Hidungnya patah setelah dihajar teman pria si perawan tua itu,” ujar Laila, nama rekan seprofesi Lova.
“Ha? Siapa? Joy?” tanya Wina, orang pertama yang melihat Lova seperti orang gila.
Laila memukul kecil kepala Wina. “Ish, bukan, bodoh. Sudah kubilang, teman prianya,” tekannya.
Tanpa keduanya sadari, Lova memperhatikan keduanya sejak ia berjalan melewati gerbang. Tatapan Lova pun memicing berpikir dua orang itu pasti tengah memberikannya melihat keduanya sesekali melirik ke arahnya.
“Kukira kau mengundurkan diri.”
Lova menghentikan langkahnya sejenak saat Flo tiba-tiba datang dari belakang dan menyamakan langkah dengan langkahnya. Flo pun ikut berhenti dan menghadap Lova.
“Kalau aku jadi kau, aku akan resign. Kau tahu kenapa? Semua orang sudah tahu apa yang pacarmu lakukan pada Darren juga padaku,” ucap Flo seraya bersedekap d**a.
Lova hanya diam. Namun, tangannya mengepal. Suasana hatinya sedang tidak baik-baik saja karena Zegan dan ia tak mau Flo semakin membuat moodnya hancur.
“Kenapa aku harus resign? Aku tak peduli apa yang orang-orang katakan. Dan Darren memang pantas mendapatkannya,” ucap Lova dengan tegas. Ia tidak mau lagi lembek pada Flo. Tak peduli Flo akan menjadikannya bahan gosip setelah ini. Toh, selama ini Flo sudah sering menggosipkannya.
Flo tampak jengkel.
“Kau menjadi berani sekarang? Harusnya kau bersyukur aku tidak melaporkan pacarmu ke polisi!”
“Laporkan saja, kau kira aku peduli?”
Setelah mengatakan itu, Lova kembali melangkah dan dengan sengaja menyenggol bahu Flo saat melewatinya.
Flo cukup terkejut dengan sikap Lova. Ini kali pertama Lova berani bersikap seperti ini.
Flo berbalik menatap Lova yang kian mendekati lobi. “Dasar perawan tua, berani sekali kau padaku? Awas saja,” gumamnya disertai geraman tertahan.
Lova terus melangkah hingga memasuki lobi yang mana Laila dan Wina masih berdiri di sana membicarakannya. Meski begitu, Lova mengabaikannya dan terus melangkah hingga memasuki lift menuju tempat kerjanya di lantai 5.
Lova menjatuhkan bahunya seraya mengembuskan napas lelah nan panjang. Ia kemudian memijit kepalanya yang berdenyut-denyut. Kepalanya benar-benar pusing memikirkan masalah yang ia hadapi. Ia tidak peduli dengan ucapan orang-orang di kantor, toh selama ini ternyata dirinya dijadikan bahan guyonan oleh mereka. Namun, nyatanya dirinya tetap bisa bekerja dengan profesional. Persetan dengan semua orang yang membicarakannya setelah ini, yang menyebutnya perawan tua atau yang ingin kembali menjadikannya bahan taruhan.
Ting!
Suara pintu lift yang terbuka menyadarkan Lova dari lamunan. Namun, saat hendak melangkah keluar dari dalam lift, ia dikejutkan dengan Darren yang berdiri di depannya.
Pandangan Lova dan Darren bertemu selama beberapa saat sampai akhirnya terputus saat Lova mengalihkan pandangan saat melangkah keluar dari dalam lift. Tak sepatah kata pun terucap dari mulut Lova bahkan, seolah-olah mengabaikan keberadaan Darren.
“Tunggu!”
Lova menghentikan langkahnya saat suara Darren menginterupsi pendengaran. Dalam hati ia merutuki tindakannya, harusnya ia mengabaikan pria itu dan terus melangkah. Kenapa ia harus berhenti?
Darren melangkah hingga akhirnya berdiri di sebelah Lova. Ia bersedekap d**a dan menatap Lova dengan tatapan datar.
“Urusan kita belum selesai,” ucap Darren. “apa kau pikir aku percaya pria itu adalah pacarmu? Cih, jangan bercanda. Dia pasti preman dan kau sengaja menyewanya. Ck, kampungan sekali. Caramu itu benar-benar kampungan.”
Darren mencemooh Lova. Ia masih tak terima hidung indahnya patah karena Zegan.
Kedua tangan Lova di sisi tubuhnya mengepal kuat. Namun, sebisa mungkin ia berusaha menahan kemarahannya yang telah berada di puncak. Sepertinya pagi ini adalah hari sialnya, kesabarannya terus diuji sejak ia membuka mata.
Lova memejamkan mata sambil mengatur napas. Dan saat matanya terbuka, ditatapnya Darren tanpa rasa takut.
“Ya, kau benar. Dia adalah preman yang kusewa. Jadi, berhati-hati lah. Kemarin hanya hidungmu yang patah, bisa saja besok tangan, kaki, atau mungkin lehermu.”
Darren nyaris melotot mendapat jawaban demikian dari Lova. Sama halnya Flo, ia pun terkejut Lova bisa bersikap seperti itu padahal kemarin, Lova seperti anjing bodoh penurut.
“Pagiku sudah sangat hancur jadi jangan membuatnya lebih hancur. Jika tidak, aku akan menyuruh preman itu kembali mematahkan hidungmu.”
Darren segera menutupi hidungnya dengan kedua tangan mendengar ancaman Lova sekaligus bagaimana wanita itu menatapnya lalu berjalan melewatinya. Wanita itu terlihat seperti singa yang siap menelannya dalam sekali kunyah. Teringat bagaimana Zegan membuatnya pingsan dengan satu pukulan membuatnya bergidik.
Ting!
Bunyi pintu lift terbuka terdengar. Beberapa orang di dalamnya pun keluar termasuk Flo.
Flo menatap Darren dengan alis berkerut. “Apa yang kau lakukan di sini?” tanyanya kemudian mengarah pandangan ke arah pandang Darren yang mengarah pada punggung Lova.
“Sialan, wanita itu menjadi berani sekarang,” ucap Darren tanpa mengalihkan pandangan hingga Lova menghilang saat berbelok menuju ruangan.
Alis Flo tampak mengernyit. “Apa maksudmu?”
Darren menoleh sambil melotot pada Flo. “Tentu saja perawan tua itu! Siapa lagi?! Dia benar-benar tak waras, rupanya pria itu adalah preman yang dia sewa!”
Kerutan di dahi Flo kian tampak. “Apa kau yakin?” tanyanya. Pasalnya, ia masih berpikir bahwa Zegan benar-benar pacar Lova.
“Dia sendiri yang mengatakannya. Mengatakan kalau pria itu preman yang ia sewa. Dia bahkan berani mengancamku. Perawan tua itu benar-benar,” geram Darren. Ia semakin menumpuk kekesalannya pada Lova saat Lova mengancamnya.
Flo tampak berpikir kemudian sambil menoleh ke arah Lova menghilang dari pandangan, ia mengatakan, “Kalau benar pria itu preman, kita tinggal menyewa preman untuk melawannya, kan?”
Darren menatap Flo dengan sebelah alis meninggi. Flo benar, kenapa dirinya harus takut? Ia juga bisa menyewa preman untuk membalas Lova sekaligus menghajar pria yang sudah menghajarnya.
“Bagaimana dengan sepuluh preman? Kita bisa patungan membayar mereka,” tawar Flo seraya mengulurkan tangan.
Darren menatap tangan Flo yang menggantung di udara kemudian menjabatnya. “Baik lah. Tapi, kurasa sepuluh terlalu banyak. Aku yakin, lima orang lebih dari cukup.”
“Baik lah. Deal,” ucap Flo sambil mengeratkan jabat tangannya dengan Darren. Keduanya sepakat menyewa preman untuk membalas dendam pada Zegan. Zegan vs 5 orang preman. Kira-kira, siapa yang akan menang?
Sementara itu, Lova baru saja duduk di kursi kerjanya, baru selesai menghela napas berat sampai dering ponsel dalam tasnya terdengar. Dengan malas ia mengambil benda persegi itu dan menemukan nomor asing tertera pada layar. Karena penasaran, Lova mengangkat panggilan.
“Halo? Siapa?" tanya Lova sambil melirik ponsel yang telah menempel di telinga.
“Beri aku uang. Uangmu kurang.”