CHAPTER 3

1196 Kata
Queenie mengajak Crystal ke kantin kampus untuk memberi gadis kecil itu makan. Dia tahu kalau dirinya bertanggung jawab atas gadis kecil tersebut sampai orangtua Crystal datang menjemput meski dia tidak tahu benar siapa orangtua anak ini. Walau belum lama berkenalan, Crystal ternyata mampu untuk beradaptasi di dekat Queenie. Ia tidak segan-segan untuk tertawa dan ikut mengomentari beberapa gadis kampus lainnya yang katanya merupakan perempuan gila uang. "Mom, apa di sini tidak menjual pizza?" Tanya Crystal. Sebenarnya Queenie sedikit risih dengan panggilan itu, tapi dia tidak mau membuat Crystal kecewa. Jadi dia membiarkan Crystal memanggilnya dengan sebutan Mommy demi membuatnya bahagia. Untungnya sedari tadi tidak ada yang menyadari tingkah Crystal sehingga mereka bisa pergi kemana pun dengan tenang. "Tidak ada, tapi di sini ada hamburger. Apa kau mau?" Crystal tersenyum lebar lalu mengangguk cepat. Daddy nya tidak pernah membiarkan dia memakan makanan seperti itu, jadi ia sangat penasaran dengan jenis makanan yang hendak mereka beli. Berharap saja kalau Christian tidak muncul tiba-tiba. "Mommy! Aku lupa membawa ponsel. Ponselnya tertinggal di ruang kerja Daddy. Bagaimana kalau dia menelepon?" Crystal seketika mengingat kalau ia meninggalkan benda pipih itu di atas sofa dan ini sudah lebih dari sepuluh menit sejak dia meninggalkan ruangan itu. Ayahnya sudah pasti akan curiga karena Crystal tidak menjawab telepon darinya, kan? "Oh, ya? Ehm, tapi bukankah katamu Daddy sedang bekerja? Dia pasti sibuk." "Tidak, Mom. Daddy selalu menelepon untuk menanyakan kabarku. Ayo, kita cari ruangan Daddy saja. Nanti dia khawatir," Ajak Crystal. Queenie menggigit bibirnya ragu. Sungguh, dia hanya ingin makan dan pergi ke perpustakaan sebelum masuk ke jadwal berikutnya. Jika dia menuruti Crystal, maka semuanya akan kacau. Queenie bisa saja bersikap jahat dengan meninggalkan Crystal sendirian di sini, tapi sayangnya dia bukan orang jahat seperti Stacy yang sengaja menggoda Kak Maxime setiap hari agar mau menidurinya. Ah sial, kenapa pula wajah Crystal begitu polos dan imut sehingga membuatnya tidak sampai hati untuk meninggalkan bocah ini? "Oke, baiklah. Kita tidak jadi makan. Ehm, apa kau ingat di mana ruang kerja Daddy mu?" Tanya Queenie. Crystal sedikit berpikir, tapi sepertinya itu hanya buang-buang waktu saja karena sudah bisa dipastikan kalau Crystal lupa. "Ya sudah, sebaiknya kita menyusuri setiap lorong saja. Mana tahu kau ingat," Putusnya. Crystal mengangguk lalu kembali mengamit tangan Queenie untuk berjalan bersamanya. Walau perutnya kelaparan karena dirinya belum sempat sarapan, Queenie tetap mengikuti langkah kaki Crystal sembari menanyakan beberapa tempat yang kemungkinan besar diingatnya. Sepanjang jalan Queenie bertanya apakah Crystal mengingat sesuatu, tapi sepertinya gadis kecil itu tetap tidak mengingat apapun. Dia heran, apakah ada penyakit lupa ingatan yang dialami seorang bocah empat tahun? Seingatnya, dia dulu tidak begini. "Mommy, apa aku bisa bertemu denganmu setiap hari?" Tanya Crystal sembari mendongak ke arah Queenie. Gadis itu menatapnya sedih karena dia tahu kalau Queenie pasti akan pergi meninggalkannya setelah ini. Crystal sudah merasa nyaman bersama Queenie, selain karena dia cantik, Queenie sangat berbeda dengan perempuan-perempuan yang mencoba mendekati ayahnya. Queenie sangat tulus dan baik hati seperti ibu peri yang dia lihat di acara kartun setiap Minggu pagi. "Ehm... Bagaimana ya? Kau punya orangtua, Crissy. Mana mungkin kita berhubungan seperti ini terus," Jawabnya. Crystal menekukkan bibirnya karena merasa kecewa. Dia pun mengangguk lemah lalu tiba-tiba dia mengajak Queenie untuk berbelok ke koridor kiri. "Di sana, Mom. Ruangan milik Daddy ada di sana." Queenie menaikkan satu alisnya. Tadi katanya Crystal lupa, tapi kenapa tiba-tiba bisa ingat? Astaga, apa gadis kecil ini sengaja pura-pura lupa agar bisa terus bersamanya? Kasihan sekali Crystal. Sepertinya memang ada yang tidak beres dengan keluarganya sehingga gadis sekecil dia berusaha mencari perhatian perempuan lain. "Oke, kita ke sana." Queenie semakin bertambah bingung saat Crystal mengajaknya ke ruangan Profesor McLaren yang sudah pindah. Tidak mungkin kan kalau itu ruangan ayah Crystal? "Ehm, kau yakin yang ini?" "Iya, Mom. Tapi Daddy sedang ada kerjaan. Temani aku, ya?" Rayunya. Matanya yang besar dan bulat cukup menghipnotis juga rupanya. Crystal ternyata pandai merayu juga. Tanpa banyak berpikir, Queenie membuka pintu ruangan itu. Ia terkejut saat tidak melihat barang-barang bekas Profesor McLaren lagi di dalam sana. Semuanya sudah digantikan dengan beberapa barang baru milik profesor baru— Queenie membulatkan matanya. Seketika dia menyadari sesuatu yang aneh atau bisa dibilang sangat kebetulan itu. Profesor baru? Menggantikan McLaren? Ruangan ini? Crystal? Dan— "Mommy, ayo masuk." Suara Crystal membuat ia berjengit kaget. Queenie dengan segera menutup pintu ruangan itu dan ia menarik pelan bahu Crystal,"Siapa nama Daddy mu, Crissy?" "Nama Daddy itu Christian, Mommy. Kenapa?" Mata birunya membulat sempurna saat mendengar nama itu. Astaga, apakah benar Crystal ini adalah putri dari profesor seksi yang baru saja mengajarnya? Benarkah?! Ya Tuhan, lalu bagaimana dirinya bersikap setelah ini? Crystal pasti akan menceritakan soal dirinya kepada Christian. Tidak! Tidak! "Ehm, Crissy. Aku harus pergi karena ada sesuatu yang mendadak. Maaf, ya?" "Tapi, Mommy... Aku akan tinggal sendirian di sini. Mommy tega meninggalkan aku?" Queenie meski berpikir keras. Meski dia tidak sepintar Kakaknya, Elliot, dia harus bisa membuat keputusan yang benar di situasi seperti ini. "Besok kita ketemu lagi, oke? Aku janji kita akan bertemu." Dasar t***l! Bagaimana mungkin dia menjanjikan sesuatu yang mustahil kepada anak sekecil Crystal? Ini malah semakin buruk saja. "Janji, Mommy? Besok kita bisa jalan-jalan ke taman?" "Tentu saja, sayang. Kita akan jalan-jalan, tapi biarkan Mommy mu ini pergi ya? Waktunya sudah mepet sekali." "Oke, Mommy! Besok kita-" "Siapa yang kau panggil Mommy, Crystal?" Deg! ... Christian berjalan sambil membawa tasnya ke sebuah ruangan yang berada cukup jauh dari ruangan di mana ia mengajar sebelumnya. Sama seperti pertama kali, Christian memperkenalkan dirinya di depan mahasiswa lalu mulai mengajar tanpa merasa terganggu dengan keadaan yang masih sangat asing baginya. Setelah dua puluh menit, dia meminta para anak kuliahan itu untuk mencatat materi yang ia sampaikan. Kesempatan itu dia gunakan untuk menghubungi putri kecilnya, tapi sayang, dia tidak mendapatkan jawaban. Alisnya mengerut dalam karena untuk yang pertama kalinya Crystal tidak menjawab teleponnya. Kira-kira kenapa? Apakah putrinya ketiduran atau sengaja tidak mengangkat? Mencoba berpikir positif, Christian kembali menyimpan ponselnya ke atas meja. Dia kembali mengajar dengan tenang— berusaha mengesampingkan kekhawatirannya terhadap Crystal. Mungkin Crystal tertidur atau mungkin dia sibuk dengan mainannya. Siapa yang tahu, kan? Dia hanya anak kecil yang gampang terpengaruh oleh mainan. Sepuluh menit berikutnya, Christian kembali mencoba untuk menelepon putrinya, akan tetapi dia tidak mendapatkan jawaban. Hatinya murai risau karena tidak mendapatkan kabar dari Crystal. Dengan berat hati Christian menyudahi kelasnya dan mengatakan kepada mahasiswa tersebut untuk menulis essai mengenai perkembangan kehidupan ekonomi selama lima tahun belakangan ini berikut dengan data-data yang kuat. Setelah ia selesai dari kelasnya yang sebenarnya belum benar-benar selesai, Christian membawa langkahnya kembali ke ruang kerjanya sendiri untuk memastikan keadaan Crystal. Jika terjadi sesuatu terhadap Crystal, dia tidak akan memaafkan dirinya sendiri. Itu artinya dia telah lalai sebagai ayah. Sesampainya ia di depan pintu yang tidak terlalu tertutup rapat, Christian mampu mendengar beberapa percakapan di dalam sana. Alisnya mengerut dalam karena penasaran dengan siapa putrinya berbincang. Di luar itu, Christian lega karena mengetahui Crystal baik-baik saja. "Tentu saja, sayang. Kita akan jalan-jalan, tapi biarkan Mommy mu ini pergi ya? Waktunya sudah mepet sekali." Mommy? "Oke, Mommy! Besok kita-" Christian lantas membuka pintunya lebar. Oke, kali ini putrinya berbincang dengan orang asing bahkan memanggilnya dengan sebutan yang tidak pantas. Putrinya terlalu polos dan lugu untuk melihat apakah orang yang diajak berbincang adalah orang baik atau bukan. Sepertinya Christian harus mengajari putrinya untuk tidak memercayai orang asing. "Siapa yang kau panggil Mommy, Crystal?" TBC A/N : Halo! Akhirnya saya bisa update sedikit lebih cepat hehe. Semoga tetap suka :)
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN