CHAPTER 4

1029 Kata
Suaranya mengagetkan dua perempuan berbeda umur yang sedang berdiri di depannya. Gadis yang lebih tua itu berbalik cepat dan menatapnya kaget pun dengan Christian. Dahinya lagi-lagi mengerut karena melihat salah satu mahasiswinya yang ia ajar di jam pertama. Kenapa dia bisa di sini? Apa Crystal memanggilnya begitu? "Pak— Tuan, Eh! P-Profesor Douglas. A-Aku bisa jelaskan. Ku mohon jangan marah-marah dulu. Ta-Tadi-" "Bagaimana kau bisa di sini? Apa kau yang sedari tadi dipanggil Mommy?" Queenie meneguk ludahnya kasar. Oke, wajah Christian sangat dingin tanpa ekspresi dan dari nada bicaranya, sepertinya pria itu menginginkan dia untuk segera angkat kaki dari ruangan ini. "Ma-Maafkan aku, Profesor. A-Aku tidak tahu kalau Crissy adalah putrimu." "Crissy? Beraninya kau memanggil putriku dengan panggilan itu?" Christian kesal karena itu artinya Crystal sudah begitu akrab dengan Queenie bahkan tanpa ragu bergelayut di paha gadis itu. "Ka-Kami tidak sengaja bertemu, Profesor. Ehm..." Tiba-tiba Queenie kehilangan kata-katanya saat melihat kalau Christian sedang mendekatinya. Otomatis dia memundurkan langkahnya karena merasa takut akan sesuatu yang belum terjadi. Jantungnya semakin berdetak kuat saat tangan Christian terjulur ke depan, seperti hendak menggapai lengannya. Namun, pikiran Queenie salah. Christian meraih tangan putrinya lalu menarik Crystal jauh. "Keluar. Jangan berada di sini lagi." Seperti halnya robot, Queenie dengan cepat menuruti perintah Christian tanpa mengeluarkan kata-kata lagi. Bahkan ketika Crystal meneriakkan namanya, Queenie tidak mampu untuk membalikkan tubuh. Aura mengancam dari Christian membuat ia merinding. Selain tampan dan seksi, Profesor Douglas punya kepribadian yang panas dan kejam. Hari itu berjalan begitu saja. Setelah perpisahannya dengan Crystal, Queenie melanjutkan langkahnya ke perpustakaan untuk menenangkan dirinya sendiri. Bayang-bayang wajah Christian masih begitu melekat di pikirannya dan dia merasa tidak nyaman. "Sialan! Mia harus tahu tentang ini!" Queenie mengeluarkan ponselnya lalu ia mengetikkan pesan kepada Mia tentang apa yang terjadi padanya hari ini. Tak lama kemudian, Mia membalas pesannya. Mia : Apa? Terjadi sesuatu bagaimana maksudmu? Queenie menggigit kukunya sebelum kembali mengetik pesan. Me : Kacau, Mia! Nanti malam aku ceritakan, kau jemput aku di rumah oke? Mia : Siap, Yang mulia. Jangan lupa untuk membawa gaun seksi yang kita beli, oke? Queenie tidak membalas pesan Mia lagi. Dia menyembunyikan wajahnya di telapak tangan dan berharap kalau Profesor Douglas tidak memberinya nilai F hanya karena dia sok akrab dengan putrinya, Crystal. Astaga, semoga saja tidak begitu. ... Jam 7 malam, Queenie mengepak pakaiannya ke dalam tas yang akan dia bawa. Malam ini dia akan bersenang-senang dengan beberapa teman-temannya bersama Mia di bar milik Johnny yang letaknya tidak jauh dari kampus. Ia sudah beralasan dengan kedua orangtuanya kalau malam ini dia menginap di rumah Mia dan untungnya dia diberi izin. Meski tidak benar-benar menginap, Queenie harus berakting profesional agar orangtuanya percaya. Pintu kamarnya di buka pelan, seorang gadis yang berusia satu tahun lebih tua darinya masuk ke dalam kamar. "Oh, hai Elea!" Sapanya sambil melipat pakaiannya ke dalam tas. "Kau mau pergi, Queen?" "Iya. Malam ini aku mau menginap di rumah sahabatku." "Menginap? Kau yakin? Sepertinya kau menutupi sesuatu." Queenie menatap Elea sebentar sebelum akhirnya dia menyerah,"Fine... Sebenarnya aku mau pergi jalan bersama teman-teman ku. Tapi kalau aku jujur kepada Papa, dia pasti akan langsung memborgol kakiku agar tidak pergi kemana pun." "Memangnya ke mana?" Tanya Elea sembari membantu Queenie melipat pakaiannya yang tidak terlalu banyak. "Bar. Bukan kelab malam ataupun tempat aneh lainnya." Elea menatapnya tidak percaya. Selama ini Queenie tidak pernah berbohong jika sedang pergi ke suatu tempat, tapi sepertinya malam ini dia ingin menembus batas yang telah ditentukan. "Tapi... Bukankah berbahaya?" "Ayolah, Elea. Itu tidak berbahaya seperti yang kau pikirkan. Dan oh, kau mau tahu? Kemarin Kak Maxie tidak pulang karena dia pergi ke tempat Stacy." Eleanor sempat terdiam sebelum sebuah senyum pahit tercipta di bibirnya,"Ya sudah. Mereka memang cocok kok." "Ih, apanya?! Stacy itu seperti p*****r. Aduh, amit-amit sekali jika Maxime benar-benar suka dengan Stacy." Elea tertawa kecil. Dia tidak ingin membahas soal pria itu sekarang setelah apa yang terjadi pada mereka selama ini. Mungkin di rumah ini, hanya dia dan Maxime saja yang punya rahasia besar. Semoga tidak ada yang mengetahui rahasia itu. "Mama ku tidak tahu saja. Coba kalau dia tahu, sudah habis wajah Maxime terkena tamparan," Ucapnya kesal. Elea lantas menyudahi obrolan mereka dengan berkata kalau sebaiknya Queenie menunggu di lantai bawah saja. Gadis itu menemani Queenie ke ruang depan. Di sana, mereka bertemu dengan Maxime dan Ethan yang sedang terlibat dalam suatu percakapan. "Kau membawa tas seperti ingin pindah saja, Queen. Cuma sehari, kan?" Tanya Ethan. Ia melihat adiknya membawa tas besar dan itu menimbulkan kecurigaan. "Perempuan punya kebutuhan berlebih, Kak. Kau saja yang tidak tahu." Ethan menggeleng kecil melihat tingkah adiknya. Queenie memang sedikit liar jika tidak dikendalikan. Gadis itu selalu melakukan sesuatu yang dia senangi tanpa memedulikan apakah orang lain akan membencinya. Selain itu, Queenie sangat pemalas dan tidak bisa memasak. Ethan tidak tahu apakah adiknya bisa hidup mandiri suatu hari nanti. "Oh, sepertinya Mia sudah datang!" Queenie menyeret tasnya keluar saat ia mendengar suara klakson mobil temannya. Saat ini Stefan dan Alaina sedang pergi untuk memenuhi undangan makan malam dari salah satu teman bisnis mereka. "Kakak, aku pergi dulu ya?!" Queenie memeluk Ethan sekilas lalu kembali membawa barang-barangnya ke teras depan. Mia membantunya dan gadis itu turut berpamitan dengan Ethan. "Pergi dan tak usah kembali, gadis manja!" Ucap Maxime. Queenie menjulurkan lidahnya sebelum masuk ke dalam mobil Mia. Kendaraan itu pun akhirnya melaju meninggalkan pekarangan rumahnya. Seperti rencana mereka sebelumnya, Queenie dan Mia akan pergi ke bar untuk bersenang-senang dengan teman mereka. Di saat yang bersamaan, Ethan memutuskan untuk pergi. Dia juga punya janji dengan seseorang malam ini dan kemungkinan besar dia akan pulang ke apartemennya sendiri. Setelah kepergian Ethan, tinggal lah Maxime dan Eleanor di dalam rumah itu. Elea menarik lengan Maxime kembali ke dalam rumah. Perempuan itu menatapnya tajam,"Jadi kau benar-benar ke apartemen Stacy?" Maxime mengangkat satu alisnya,"Tidak. Aku pergi ke-" "Aku dengar dari Queenie! Kau bohong! Kau bilang kalau-" "Lalu kenapa? Bukankah sedari kemarin kau yang tidak mau melihatku? Kenapa? Aku yang salah lagi?" Maxime menyudutkan Eleanor ke dinding. Dia meraih dagu perempuan itu untuk tetap menatap mata coklatnya. "Aku benci kau!" Bisik Elea. "Kau tidak bisa membenciku, Eleanor. Masa depan mu ada padaku," Balasnya dengan nada mengancam. Eleanor menahan tangannya agar tidak menampar Maxime, tapi dia tidak bisa sampai akhirnya bunyi tamparan pun terdengar. "Habiskan saja hidupmu itu dengan menyembah Stacy! Aku tidak mau melihatmu lagi!" Eleanor mendorong d**a Maxime lalu dia berlari ke kamarnya sendiri sembari menahan air matanya. Dikecewakan terus-menerus ternyata bisa membuatnya mati pelan-pelan. TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN