CHAPTER 32

1743 Kata
"Ikut aku ke sini." Queenie tidak menolak ketika Christian membawanya ke sebuah toko perhiasan. Pria itu melirik beberapa perhiasan di dalam meja etalase dan menunjuk salah satu kalung cantik yang harganya sangat fantastis. "Eh? Kau mau membelikan aku?" Queenie memang sering diberikan barang-barang mahal dari Papa dan ketiga kakaknya, tapi ini baru pertama kali dia mendapatkan perhiasan dari pria yang dia sukai. "Tentu saja, aku ingin memberimu hadiah." Christian membayar perhiasan itu dengan kartu miliknya dan Queenie baru tahu kalau Christian adalah pria yang sangat kaya. "Biar aku pakaikan." Dia memakaikan kalung cantik itu di leher sang kekasih. Christian tersenyum kecil begitu melihat kalau Queenie sangatlah cocok dengan barang-barang mahal seperti itu. Queenie mematut dirinya di depan cermin yang tersedia di toko tersebut. Dia merasa senang dengan hadiah pemberian Christian. Ini yang pertama kalinya seorang pria asing memberikannya hadiah mahal. "Kau suka?" Bisiknya. Queenie mengangguk senang dan tanpa ragu dia memeluk Christian kencang. Ada beberapa pasang mata yang menatap mereka aneh. Mungkin Christian terlihat seperti seorang p*****l, tapi terserahlah apa kata mereka. Lagipula usianya dan Queenie tidak terpaut sangat jauh. Siapa pun yang tahu pasti dapat memaklumi. Setelah selesai, Christian dan Queenie pun melangkah keluar dari toko tersebut. Mereka menyusuri setiap tempat yang terlihat menarik di mata sampai akhirnya mereka berhenti di tempat bioskop. "Mau nonton film? Sepertinya ada film romantis yang terbaru," Ajak Queenie sambil melihat-lihat jadwal film yang ditayangkan di hari ini. Sebelumnya dia sudah bertanya kepada Christian tentang keberadaan Crystal, pria itu mengatakan kalau Crystal berada di tempat penitipan anak sampai nanti sore dan setelah itu gadis kecil tersebut akan berada dalam pengawasan Tommy yang tidak jadi pulang ke Rusia. Itu artinya, Queenie punya kesempatan untuk berada dekat dengan Christian sampai nanti malam. Mereka berdua memutuskan untuk menonton sebuah film romantis yang dipilih Queenie. Meski sebenarnya Christian kurang suka menonton film seperti itu apalagi di dalam bioskop, tapi dia tetap menemani Queenie agar gadis itu merasa spesial. Mereka duduk di tempat paling ujung dan sangat gelap. Christian sengaja memesan satu baris penuh karena dia ingin berduaan saja dengan gadis penggoda ini. Ketika film dimulai, penonton yang duduk di bawah mereka tampak sangat menghayati isi film bahkan ada beberapa dari mereka yang ikut terhanyut oleh ucapan penuh sarat akan rayuan si pemeran pria. Tak terkecuali Queenie, gadis itu sesekali berdecak kagum ketika melihat tokoh pria dan wanita yang sangat emosional di dalam film itu. "Queen." "Ya?" "Kau tahu apa yang sedang aku pikirkan?" Queenie menoleh ke arah Christian dan ia menggeleng sebagai jawaban. Memangnya apa yang sedang dipikirkan oleh Christian? Film ini tentu saja akan membuat setiap orang berpikir keras tentang betapa rumitnya hubungan dua orang itu, tapi sepertinya Christian punya pikiran lain. Wajah pria itu mendekat ke telinganya sampai deru napasnya terdengar dan menggelitik leher Queenie,"Aku berpikir tentang bagaimana desahan mu ketika kita bercinta, little girl. Aku membayangkan pinggulmu bergerak liar di atas ku dan keringat kita saling menyatu." Beruntunglah karena tempat ini begitu gelap sehingga Christian tidak bisa melihat kalau wajah Queenie sudah begitu merah dan bersiap untuk meletus. Belum sempat Queenie membalas, suara lain dari dalam film membuat sekujur tubuhnya kian panas. Sialan sekali karena dua tokoh di dalam film itu tengah bercinta dengan begitu panasnya! Suara desahan si pemeran wanita membuat pikiran Queenie melayang ke mana-mana. Ia jadi membayangkan bagaimana jika dirinya yang sedang mendesah seperti itu? Astaga, sungguh gila pikirannya. "Wow, film ini sangat mendukung suasana," Christian kembali duduk santai lalu memakan popcorn asin miliknya. Ia tersenyum miring ketika melirik Queenie yang seperti mati kutu. Malam ini akan menjadi malam yang panjang. Tunggu saja! Setelah menghabiskan hampir dua jam di dalam bioskop, mereka berdua pun akhirnya keluar. Queenie masih saja malu dan canggung karena ucapan vulgar Christian terus terngiang-ngiang di dalam kepalanya. Rasanya dia ingin pingsan saja. "Kau lapar? Kita bisa makan siang di salah satu restoran Eropa di tempat ini atau kau mau sesuatu yang lain?" "Ehm, aku belum terlalu lapar sih..." "Oh, ya? Lalu kita akan melakukan apalagi?" Queenie melirik jam tangannya dan mendesah kecil karena jam baru menunjukkan pukul setengah dua. Dia belum merasa lapar karena popcorn itu cukup membuat dia kenyang. "Ke apartemen mu?" Tanya Queenie. "Apartemen ku? Sayang... Kau tidak sabar ingin tidur denganku, ya?" Godanya. "A-Apa?! Bu-Bukan begitu! Mungkin lebih baik kita ke apartemen karena aku mau bertemu dengan Crystal juga." "Crystal tidak ada di sana. Aku sudah bilang kalau dia akan dijemput oleh Tommy nanti sore dan dua orang itu akan menikmati waktu mereka di taman bermain." "Lalu kita mau ke mana?" Tanyanya. "Entahlah... Pantai?" "Mataharinya sangat terik. Kita istirahat di hotel saja, ya?" Lagi-lagi Christian menaikkan alisnya. Permintaan Queenie terdengar sangat ambigu meski sebenarnya dia tentu tidak bermaksud seperti itu. "Hotel? Baiklah, apapun yang kau mau." Sebelum mereka sempat meninggalkan area mall, Christian mendapatkan telepon dari orang kepercayaannya. Dia keluar dari mobil dan mengangkat telepon karena ini merupakan panggilan penting. "Ada apa, Bob?" "Maaf karena telah mengganggumu, Tuan Douglas. Ada kabar penting mengenai wanita yang sedang Anda cari ini." "Kenapa?" "Saya sudah menerima pesan dari Tuan Muda Tommy soal data yang dia dapatkan dari pemerintah setempat. Saya melakukan analisa pada keseluruhan isi biodata dan saya menemukan hal yang janggal pada berkas tersebut." Christian mengetuk atap mobil dengan telunjuknya dengan mata yang sedikit mengerut dalam. "Oke, apa itu?" "Ada cap palsu pada isi lembaran itu, Tuan. Saya menduga kalau ada seseorang yang sengaja memalsukan semua isinya. Dari yang saya temukan, Seattle selalu melakukan inspeksi setiap lima tahun sekali dan berkas ini memiliki cap yang berbeda. Saya mengira kalau ada data lain yang sengaja disembunyikan dari publik." "Aneh, maksudmu informasi yang didapat oleh Tommy adalah palsu? Bagaimana bisa? Pemerintahan Amerika sangat ketat mengenai data penduduk. Nyaris tidak pernah ada teroris yang berhasil mengelabui sistem keamanan," Sangkalnya. "Saya tahu, Tuan Douglas. Namun, Anda sendiri paham kalau tidak ada yang bisa melakukan ini selain seseorang yang memang memiliki pengalaman soal menyembunyikan profil." "Kau benar, ada yang melindungi Sophia dan orang itu pasti bukan warga sipil biasa. Dia bisa saja berasal dari kalangan kita atau mungkin seorang polisi dari organisasi sekelas FBI atau CIA, bukan?" "Benar, Tuan. Setelah ini saya hendak mencari tahu soal cap yang digunakan pada berkas ini. Untuk memudahkan kita mencari orang ini." Christian menyetujui perkataan anak buahnya tersebut. Dia lantas mematikan ponsel lalu kembali masuk ke dalam mobil. Queenie menunggunya sedari tadi, gadis itu sedikit bingung ketika melihat wajah Christian yang seperti menahan kesal. "Ada apa?" "Bukan apa-apa. Maaf, aku rasa aku tidak bisa bersamamu hari ini. Aku punya urusan." Queenie mengangguk pelan meski awalnya dia kecewa. Christian pasti punya masalah yang jauh lebih penting dari acara kencan mereka ini. Mobil yang mereka tumpangi bergerak menuju area perumahan di mana Queenie tinggal. Christian mengatakan kalau dia akan menjemput Queenie nanti malam karena dia menagih janji Queenie untuk tidur bersama. Bayangkan betapa malunya Queenie karena pria itu mengulang apa yang dia ucapkan kemarin. Sebagian dari dirinya ingin menolak, tapi tidak bisa disangkal kalau Queenie pun penasaran. Dia pulang dengan kantung belanjaan di tangannya. Semuanya merupakan pemberian Christian dan ya ampun... Bagaimana cara Queenie menjelaskan kepada Papa atau Mamanya soal ini? Dengan langkah berat Queenie masuk ke dalam rumah. Dia tidak mendapati siapa pun kecuali Ethan yang sedang berada di ruang tamu. Kakaknya tampak tertidur, mungkin kelelahan. Ia melangkah mengendap-endap ke tangga, tapi suara lain dari arah yang berlawanan membuat ia berjingkat kaget. "Mama?" Queenie mengusap dadanya yang berdegup kencang ketika melihat sang Mama yang muncul dari dapur. "Kau habis dari mana, Queenie? Belanja, ya? Tidak langsung pulang dari kampus?" "Mia mentraktir ku, Ma. Aku tidak boros kok." Alaina melipat tangannya di depan d**a sembari memperhatikan putrinya dari ujung rambut sampai ujung kaki. Dia sedikit kaget saat melihat kalung cantik yang melingkari leher Queenie. "Mia juga membelikan mu perhiasan? Kau serius?" "Ihh, Mama! Kalung ini aku beli sendiri. Sudah lama dan baru saja aku pakai." Alaina menggeleng keras. Dia menarik tangan putrinya untuk masuk ke dalam kamar karena wanita tua itu menemukan sesuatu yang sangat-sangat asing dari kamar ini. "Jujur kepada Mama, Queen. Kau ada hubungan apa dengan Christian?" "Hah? Mama kenapa, sih? Tentu saja dia Profesor ku." "Oh, ya?" Alaina melangkah ke laci meja Queenie lalu mengambil foto dari dalam sana. "Apa seorang Profesor mencium anak muridnya sendiri?" Tanyanya kini dengan nada tegas. Queenie berdiri mematung. Dia kehabisan kata-kata karena kini Mamanya menemukan sebuah foto hasil kencan pertama mereka. "Ma-Mama... A-Aku bisa jelaskan." "Queenie! Apa kau melakukan sesuatu yang tidak seharusnya dengan Christian?" Queenie hanya menggeleng lirih. Dia merasa benar-benar tersudutkan karena Mamanya. Alaina melangkah mendekati putrinya lalu menangkup kedua pipi Queenie,"Kau tidak melakukan apapun dengannya, nak?" "Ti-Tidak, Mama. Aku... Aku tidak melakukan apapun," Gadis itu pun akhirnya menangis karena ketakutan. Alaina lantas memeluk tubuh putrinya dan mengusap punggungnya dengan sayang. Dia tidak bermaksud untuk menyudutkan Queenie dalam situasi ini. Alaina hanya takut kalau putrinya melakukan kesalahan seperti dirinya dulu. Dia ingin Queenie baik-baik saja sampai menikah. "Maafkan Mama, sayang. Mama tidak bermaksud untuk marah padamu. Tapi... Sejak kapan?" Queenie menundukkan kepalanya karena merasa malu. Dia tidak tahu apakah dirinya bisa menceritakan ini kepada Alaina. "Awal semester ini, Mama. Profesor Douglas menggantikan salah satu pengajar di kampus kami dan aku... Aku cinta padanya." Alaina tahu bagaimana rasanya. Ini pertama kalinya dia mendengar kalau Queenie jatuh cinta. Ah, sudah besar sekali putrinya ini. "Dia yang membelikan mu semua ini?" Queenie mengangguk,"Aku tidak bohong, Ma. Aku dan Profesor cuma ciuman saja." Queenie minta maaf karena kembali berdusta. Mana mungkin dia menjelaskan kalau Christian sudah berbuat m***m padanya meski masih di tahap aman. "Apa Papa sudah tahu, Ma?" Alaina menggeleng,"Tentu saja tidak. Mama tadi ingin merapikan kamar mu yang berantakan, tapi tidak sengaja menemukan foto itu. Kenapa tidak cerita kepada Mama, sayang?" "Aku malu. Mia saja mengatakan kalau Profesor terlalu tua untuk ku padahal dia hanya 8 tahun lebih tua." Alaina tersenyum kecil mendengar pengakuan putrinya. Dia mengajak Queenie untuk duduk di pinggir ranjang lalu ia mengangkat dagu gadis itu agar kembali menatapnya. "Mau tahu tidak? Mama dan Papa juga berbeda 4 tahun, tapi itu tidak menjadikan masalah di pernikahan kami. Usia bukanlah tolak ukur dalam mencintai, Queen. Kau boleh mencintai Christian kalau kau mau. Tidak ada yang melarang." "Tapi... Apakah Mama mencintai Papa saat menikah dengannya?" "Tentu saja Mama mencintai Papamu. Jika tidak, mana mungkin Mama mau menikah dengannya." Keduanya tertawa karena obrolan mereka di siang itu. "Masalahnya... Aku tidak tahu apakah Profesor cinta padaku, Ma. Aku takut dia tidak mau padaku." Alaina kembali mengusap rambut putrinya,"Jangan pesimis seperti itu, sayang. Kau masih punya kesempatan selama Christian masih melajang. Tapi Mama harap kau bisa fokus kuliah karena itu yang paling penting." Queenie mengangguk pelan dan ia bisa bernapas lega karena hanya sang Mama yang punya pemikiran yang luas, tidak seperti Elliot atau Mia yang menentangnya habis-habisan meski apa yang ditunjukkan oleh Elliot semalam sempat membuat Queenie bertanya-tanya. "Sekarang, kau mau Mama bagaimana?" "Uhm, jangan beritahu Papa. Aku takut Papa akan marah kalau tahu aku pacaran dengan Profesor ku sendiri." Alaina menahan tawanya,"Mau tahu tidak?" "Kenapa, Ma?" "Papa pernah berpikiran untuk menjodohkan mu dengan Christian." TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN