CHAPTER 22

1911 Kata
Ketika hari sudah semakin siang, Christian pun akhirnya pulang. Sebelumnya dia sudah mendapat kabar dari adiknya kalau dirinya telah sampai di apartemen tadi pagi. Christian sengaja meminta Tommy berada di sini karena dia ingin adiknya menyelidiki tentang seorang perempuan bernama Sophia Jazmine yang sempat menjadi kekasih ayah tiri mereka. Christian menginginkan agar Sophia segera ditemukan agar mereka bisa menjatuhkan posisi si ayah tiri yang saat ini mereka kenal sebagai pemimpin klan meski sebenarnya Christian tidak tahu pasti siapa orang yang menggerakkan organisasi mereka sekarang ini. Tommy dan Christian berada di dalam kamar pria itu. Christian menjelaskan sesuatu kepada Tommy mengenai rencana pemusnahan Rusia yang dilakukan oleh kelompok mereka karena saat ini pemimpin baru ingin menguasai pemerintahan Rusia yang memang memiliki problem dengan mereka. "Jadi ada sebuah chip rahasia yang akan menjadi kunci dalam pemusnahan Rusia? Begitu menurut mu?" Christian meneguk wine di gelasnya seraya mengangguk,"Aku tidak tahu alat seperti apa yang akan digunakan untuk merebut kekuasaan Rusia, tapi sepertinya ini sangat berbahaya. Paman Stefan juga mengatakan kepadaku kalau Emperor dan Petrov kini telah membentuk aliansi sendiri dengan Daniil Petrov sebagai tetua mereka." "Tunggu... Kau membicarakan Stefan Roswell yang mengkhianati Klan nya sendiri?" Tanya Tommy. "Bukan mengkhianati sebenarnya, Paman Stefan memang tidak memiliki hubungan darah apapun dengan Emperor. Siapa pun tahu kalau dia orang Amerika." Tommy merasa tidak percaya karena sang kakak malah mengambil langkah yang salah dengan berhubungan dengan mantan mafia yang cukup dikenal karena telah membunuh tetuanya sendiri. Apalagi kegilaan yang sudah dilakukan oleh Christian? "Eugene, dengar... Kita tidak bisa membahas masalah kita dengan orang yang tidak punya hubungannya lagi dengan hal seperti ini. Maksudku, Stefan Roswell tidak berada di pihak kita." "Dan dia juga tidak berada di pihak Red Tiger ataupun Emperor. Dia bersih, seperti mendiang ayah kita." Tommy membungkam mulutnya karena tidak mungkin membantah keputusan Christian lagi. Kakaknya adalah yang paling tua dan jika memang mereka harus menjalani kehidupan sebagai seorang kriminal, maka Christian lah yang akan menjadi satu-satunya bos mafia. Sialan, hidupnya sudah sangat rumit sekali. "Ngomong-ngomong, kau benar-benar menyukai gadis itu?" "Queenie? Siapa yang tidak suka padanya? Dan lagi, dia yang menggodaku pertama kali. Apa salahnya jika aku menyambut salam hangatnya?" Tommy hanya berdecak tidak percaya mendengar jawaban sang kakak. Apa Christian hendak bermain-main terus seperti ini? Kakaknya ini begitu payah soal urusan perempuan. Wajar saja dia tidak pernah terlihat memiliki kekasih yang setia. "Tommy, aku minta kau melakukan tugas ini secara rahasia. Jangan sampai nama Sophia bocor ke pihak lain," Pinta Christian. Kini wajahnya sudah begitu serius. "You can count on me, brother. Aku memiliki fasilitas lengkap serta keamanan tinggi pada sistem ku." Tommy memang memiliki sebuah organisasi sendiri. Dia seperti Agent yang mampu mengungkap rahasia tergelap. Christian bisa mengandalkan adik bungsunya ini untuk mempermudah urusannya. "Oke, satu masalah beres. Lalu tentang chip ini?" Christian menuang kembali wine ke gelasnya,"Biar aku yang urus. Ini persoalan yang cukup berat, jika kau juga ikut campur, aku tidak jamin masalahnya akan selesai begitu saja. Yang jelas, ada pengkhianat di dalam keluarga kita. Kau perlu membuka matamu lebar-lebar," Ucap Christian. Tommy mengerti dengan maksud sang kakak. Dia tahu kalau dirinya tidak bisa sembarangan melakukan investigasi seperti ini apalagi menyangkut komplotan mafia yang bisa kapan saja melenyapkan mereka. "Bagaimana kabar ibu?" "Baik. Tapi dia selalu menanyakan soal dirimu dan Crystal. Ibu rindu pada kalian berdua," Jawab Tommy. Christian tidak merasa iba, dia malah kesal terhadap ibunya karena telah menerima ayah tirinya dengan tangan terbuka. Memang, belum ada bukti yang cukup kuat untuk melayangkan tuduhan kepada pria sialan itu, tapi Christian akan terus mencari bukti lain. Saksi mata saja tidak cukup untuk menjatuhkan ayah tirinya itu, dia butuh sesuatu yang lebih konkret lagi. "Eugene, kau tidur bersama gadis itu?" "Tidak. Aku sering merayunya, tapi dia cukup keras kepala juga dengan menolak ku." "Menarik. Biasanya kau tidak peduli soal perasaan perempuan, tapi kenapa tiba-tiba menjadi lembek begini?" Tanyanya dengan nada sindiran. Christian tidak merasa tersinggung, dia bahkan tertawa mendengar lelucon adiknya tersebut. Entahlah, dia pun bertanya-tanya tentang mengapa dirinya tidak bisa memaksa Queenie untuk melakukan sesuatu yang lebih liar. Apa karena kepolosan gadis itu atau memang ada sesuatu dari diri Queenie yang membuat dia tidak tega memaksanya? "Tidak tahu. Aku hanya tidak ingin menikmati seks sendirian. Jika memang harus, Queenie juga wajib menikmati seks kami. Aku akan menunggu sampai gadis itu menyerah." Tommy lagi-lagi dibuat tidak percaya dengan pemikiran kakaknya ini. Christian selalu penuh akan kejutan. "Besok aku akan mengantarnya pulang ke rumah Paman Stefan. Kau mau ikut aku?" "Hah? Maksudmu dia putri dari Stefan Roswell?" Tanyanya tidak percaya dan Christian mengangguk santai. "Dulu dia masih bayi ketika aku pertama kali bertemu dengannya di sebuah karnaval. Sekarang, Queenie menjelma menjadi Aphrodite. Dan sialnya dia menggoda ku." "Wow, tak ku sangka kau mengantar nyawa kepada malaikat maut, Eugene. Kalau sampai Stefan Roswell tahu kau meniduri putrinya... Habislah riwayatmu," Ujar Tommy seraya bergidik ngeri. Dia tahu betul tentang apa-apa saja yang sudah dilakukan Stefan selama memimpin kelompok mafia nya sendiri. "Aku tidak menidurinya, Tommy. Dia masih perawan." "Well... Hampir menidurinya," Koreksinya kemudian. Christian menghabiskan minumannya lalu ia berjalan keluar meninggalkan Tommy yang masih menatapnya geli. Christian selalu bertingkah semaunya seperti tidak memiliki aturan. Ya, memang Tommy akui kalau Kakaknya tidak pernah mau terikat oleh peraturan apapun. Christian pergi ke kamar Crystal untuk melihat kondisi putrinya itu. Besok pagi Queenie akan pergi, Christian berharap kalau malam ini gadis itu bisa membuat Crystal bahagia dan sanggup untuk melepaskannya. "Kalian belum tidur?" Tanya Christian setelah dia menutup pintu kamar putrinya. Terlihat di atas ranjang, Queenie tengah membacakan sebuah buku cerita kepada Crystal. Sepertinya keduanya pun belum merasa mengantuk. "Belum, Daddy! Mommy baca cerita untukku. Daddy mau dengar tidak?" Crystal terlihat sangat gembira. Dia melambaikan tangannya untuk mengajak Christian mendekat kepada mereka. Christian membawa langkahnya ke arah ranjang. Dia berbaring di samping kiri Crystal dengan tubuh yang menghadap ke arah kanan. Queenie merasakan pipinya memanas karena kehadiran Christian membuatnya gugup. Ingatkan dirinya kalau semalam pria itu tiba-tiba ingin dia menjadi kekasihnya. Catat itu! Mereka kini berpacaran! Queenie tahu kalau tidak ada yang berubah, tapi kini dengan status sebagai pacar? Dia merasa seluruh hidupnya tiba-tiba berputar balik. Queenie semakin merasa kalau cintanya kian membesar untuk Christian apalagi seminggu ini mereka terlihat begitu intim. "Ayo lanjutkan. Kenapa malah melamun?" Queenie kembali salah tingkah lalu dia melanjutkan untuk membaca cerita mengenai seorang putri dan si buruk rupa. Crystal menyukai bacaan mengenai kehidupan tuan putri, dia punya selera yang sama seperti Queenie. Pagi menyambut. Inilah saatnya Queenie pergi dan berpisah dari Crystal. Entah bagaimana caranya dia menjelaskan kepada gadis kecil itu karena Queenie tidak ingin bohong kepadanya. Namun, mau bagaimana pun juga dia mesti pulang. "Crissy, Mommy janji akan kembali lagi untukmu. Jangan menangis, oke?" Queenie menangkup kedua pipi Crystal lalu mengusap jejak air mata yang mengaliri pipinya. Crystal hanya menahan tangis dan mengangguk lemah. Dia begitu mencintai Queenie sebagai ibunya dan tidak rela jika dipisahkan begitu saja. "Tapi Crissy ingin sama Mommy selamanya. Apakah tidak boleh?" Queenie menekukkan bibirnya karena ikut sedih. Dia melirik Christian dan meminta solusi padanya. Jika sudah begini, posisinya akan serba salah. Christian akhirnya membawa gadis kecilnya ke dalam pelukan lalu mencium kening dan pipi Crystal dengan lembut,"Selama Mommy tidak di rumah, kan ada Uncle Tommy yang akan menemani mu bermain, sayang? Mommy harus pergi kerja dan jika sudah selesai, dia akan pulang untuk membacakan mu cerita." Entah kenapa itu seperti sebuah janji bagi Queenie. Dengan Christian mengatakan itu, sama saja seperti halnya dengan Christian mengajak Queenie untuk menginap. Jantungnya berdegup kencang hanya membayangkan kalau dia akan tidur seranjang dengan Christian. "Daddy janji?" Tanya Crystal sambil mengeluarkan telunjuknya. Christian tersenyum kecil lalu mengaitkan kelingkingnya dengan Crystal. "Janji." Meski tidak rela, akhirnya Crystal pun membolehkan Queenie untuk pulang. Perpisahan memang sangatlah menyedihkan, tapi mau bagaimana lagi? Ini hanya satu-satunya cara yang bisa dilakukan. Tommy tidak jadi ikut mengantar karena dia mesti menjaga Crystal di rumah. Selama perjalanan, Queenie dan Christian tidak banyak berbincang. Keduanya tampak asyik dengan pikiran sendiri sampai akhirnya mobil itu berhenti tepat di pekarangan rumah. Queenie melihat ada dua mobil di garasi, itu artinya anggota keluarganya sedang di rumah. Gadis itu pun membawa koper keluar dan hendak berpamitan. "Uhm... Aku pulang dulu. Maaf karena aku merepotkan dirimu selama satu Minggu ini," Ucap Queenie. Christian hanya mengangguk kecil lalu dia keluar dari mobil. Pria itu menarik Queenie ke dalam pelukannya dan mencium bibirnya cukup mesra. "Aku akan sangat merindukan harum tubuhmu, sayangku. Lain kali kita akan benar-benar pergi dan aku janji kalau tak akan ku sia-siakan lagi kesempatan itu," Sekujur tubuh Queenie merinding. Dia dengan segera melepaskan dekapan Christian karena takut ada orang lain yang lihat. Queenie tersenyum malu lalu dia menarik kopernya masuk ke dalam rumah. Christian kembali masuk ke dalam mobil lalu dia menjalankan mobilnya untuk kembali ke apartemen. Nanti saja dia menemui Stefan, jika waktunya sudah tepat. Queenie membuka pintu utama lalu dilihatnya semua orang sedang berada di ruang tamu. Gadis itu berdiri kikuk karena bingung mau menyapa apa. "Uhm... Hai?" "Queen!" Alaina bangkit dari duduknya lalu dia berlari ke arah sang putri. Dipeluknya erat tubuh Queenie karena begitu merindukan anak bungsunya ini. "Tebak, siapa yang sudah pulang?" Ucap Alaina. Queenie melirik ke sofa tamu dan terkejut saat melihat Elliot telah berada di sana. Gadis itu berlari kencang mendekati sang kakak lalu tanpa basa-basi dia langsung memeluk Elliot dengan kencang. "Kakak sudah pulang!" "Astaga, Queen! Kau itu berat! Jangan peluk sembarangan seperti ini," Elliot terlihat kepayahan karena pelukan tiba-tiba itu. Adiknya ini selalu saja berlebihan ketika melihat sesuatu. Queenie tertawa geli dan ia menatap wajah Kakak keduanya cukup lama,"Kau sudah melupakan Emily, ya?" Seketika tawa semua orang terhenti. Queenie begitu lupa kalau dia tidak boleh menyebut nama itu bahkan di belakang Elliot. Tiba-tiba tubuh kakaknya menegang. Tidak ada senyum lembut di wajah Elliot dan Queenie sadar kalau dia melakukan kesalahan. "Apa maksudmu?" "Ka-Kak Elliot... Aku tidak-" Elliot menjauhkan tubuh Queenie darinya lalu dia dengan cepat menjauh dari sana. Queenie menatap lirih punggung kakaknya dan sepertinya, Elliot masih belum bisa melupakan kekasihnya yang tewas akibat kebakaran tiga tahun yang lalu. "Papa, Queenie salah bicara lagi..." Stefan mendekati putrinya lalu dia menggeleng pelan. Pria tua itu memeluk sang putri dan mengecup pelipisnya,"Sudahlah. Nanti dia akan baik sendiri. Jadi, bagaimana tugasmu Minggu ini?" Queenie menatap satu persatu anggota keluarganya yang sedang menatapnya. Gadis itu terlihat salah tingkah dan tiba-tiba bingung mau mengatakan apa. Mana mungkin Queenie menjelaskan kalau dia berciuman dengan Profesornya sendiri dan dua kali memberikan blowjob kepada pria itu. "Uhm, baik... A-Aku mendapatkan nilai besar," Jawabnya gugup. "Syukurlah. Mama kira kau kesulitan selama seminggu ini," Queenie hanya menggeleng kecil. "Aku pintar kok, Ma. Profesor bilang kalau aku sangat pandai." "Siapa? Profesor Douglas?" Celetuk Maxime. Queenie membulatkan matanya lalu dia dengan cepat memukul lengan kakaknya karena kesal. Sebenarnya apa yang salah dengan hanya menyebut nama Profesor itu? Maxime hanya menyebutkan sebuah nama. "Tidak sopan sekali! Aku ini Kakak mu, Queen." "Kau menyebalkan!" Teriaknya. Alaina menggeleng kecil melihat kelakuan kedua anaknya yang tidak pernah berubah dari dulu. Jika sudah berkelahi seperti ini, rasanya Alaina ingin kembali memasukkan kedua anaknya ini ke dalam kandungan agar tidak menimbulkan keributan. "Sudahlah. Pergilah mandi dulu, nak." Queenie mengangguk. "Oh iya, Mama... Kapan Kak Elliot pulang?" "Sejak beberapa hari yang lalu. Kami saja terkejut karena dia tiba-tiba pulang," Jawab Alaina. "Lain kali aku pasang GPS di lehernya supaya dia tidak datang dan pergi tiba-tiba," Kata Ethan sembari tersenyum konyol. Mereka semua tertawa mendengar itu. Queenie pun memutuskan untuk membawa kopernya ke dalam kamar lalu membersihkan diri. Dia akan melalui hari yang semakin berat dengan keadaannya. Queenie tidak tahu bagaimana kelanjutan hubungannya dengan Christian nanti, tapi dia tahu kalau itu tidak akan mudah. Ditambah kenyataan kalau Christian adalah tipe pria yang kasar berdasarkan dari informasi yang dia ketahui dari adik pria itu. "Jalani ini seperti biasanya, Queen. Kau pasti bisa," Tukasnya. Rasa cinta terkadang membuat kerja otaknya yang melamban menjadi semakin seperti kura-kura pemalas saja. Jika begini terus, dia pasti akan berakhir seperti Elliot yang patah hati atau seperti Maxime yang tidak bisa percaya cinta. TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN