Crystal menoleh ke arah sumber suara dan seketika matanya membola karena melihat Queenie. Ia berdiri dari atas kursi lalu berlari ke arah perempuan yang ia panggil ibu itu. Dipeluknya erat Queenie seperti enggan untuk kembali terpisah. Gadis kecil itu menangis karena sangat merindukan ibu pura-puranya meski mereka terpisah belum terlalu lama.
"Mommy! Crissy rindu sekali! Jangan pergi lagi, ya?"
"Kau manis sekali. Mommy pun rindu denganmu, sayang. Wah, sepertinya kau makan banyak ya? Pipimu tambah bulat!" Ucapnya sambil mencubit gemas pipi Crystal yang memerah. Gadis kecil itu tertawa renyah dan ia kembali memeluk Queenie karena terlalu rindu.
Tommy dan Christian hanya saling menatap saja melihat kedekatan dua gadis berbeda usia itu. Tidak bisa dipungkiri kalau Crystal kini sangat bergantung kepada Queenie. Nyaris setiap saat Christian dibuat pusing karena putrinya selalu menanyakan tentang orang yang sama setiap hari.
Queenie memangku Crystal ke atas pahanya lalu kembali berceloteh riang bersama gadis kecil itu. Sesekali mereka saling menyuap satu sama lain dan melihatnya, Christian seperti merasa kalau Queenie adalah perempuan yang tepat untuk menjadi ibu bagi Crystal. Benar, kan?
"Eugene... Aku akan pulang dua hari lagi. Ibu tidak berhenti menelepon dan aku pun khawatir soal kesehatannya."
"Hmm, kau boleh pulang kapan pun kau mau. Kabari aku jika ada yang mencurigakan selama di mansion."
Tommy menyesap kopinya dengan pelan. Dia melirik Queenie yang masih sibuk berbincang dengan Crystal seperti tidak menganggap adanya kehadiran orang lain di meja mereka.
"Dia masih perawan?" Bisiknya kepada Christian. Pria itu hanya tertawa geli mendengar pertanyaan Tommy yang seakan tidak percaya kalau gadis ini belum juga berhasil diajak bercinta.
"I can't hurt her."
"Too bad. I think now you are losing yourself."
"I don't have a clue..."
Tommy semakin ingin tertawa karena kakaknya sendiri tidak mengerti kenapa dia tidak bisa memaksa Queenie begitu saja. Gadis ini sangat spesial dan unik.
Setelah lama berbincang dan menghabiskan makan siang mereka, Tommy pun memutuskan untuk pergi setelah dia menerima telepon dari salah satu rekan kerjanya— menyisakan Christian dan Queenie serta Crystal di meja makan.
"Setelah ini kalian mau ke mana? Jalan-jalan ke taman hiburan?" Ajaknya. Crystal mengangguk senang. Dia memang sering pergi ke taman hiburan hanya meminta diberi boneka beruang dan makan gulali, tapi kini dia ingin menikmati itu bersama Queenie— Mommy nya.
"Ayo, Daddy! Kita main di sana sama Mommy!" Gadis itu seperti tidak pernah kehabisan stamina. Christian mengusap rambut Crystal lalu menggendongnya ke dalam mobil setelah membayar makanan mereka.
Queenie pun turut masuk ke dalam mobil. Dia semakin tidak sabar untuk menghabiskan waktu bersama Christian dan putrinya meski kebersamaan ini hanya bersifat sementara.
Mobil itu kembali bergerak menuju tempat yang ramai dan menyimpan banyak keseruan. Christian mengamit tangan kanan Crystal sementara Queenie tangan kirinya sehingga mereka bertiga tampak seperti satu keluarga bahagia yang tengah menghabiskan waktu di taman hiburan.
Lelaki itu selalu menuruti permintaan Crystal yang ingin dibelikan makanan-makanan yang bisa dia lihat meski Christian mengingatkan putrinya untuk tidak makan manisan berlebihan.
Sampai akhirnya, Crystal pun terlihat kelelahan. Dia tertidur di dalam dekapan Queenie. Matanya memejam erat dan dengkurannya terdengar cukup jelas. Queenie dan Christian duduk di salah satu kursi panjang untuk mengistirahatkan kaki mereka.
"Biar aku yang menggendong Crystal. Tanganmu bisa pegal."
"Tidak apa-apa. Nanti Crissy terbangun kalau dipindahkan," Queenie masih setia mengusap punggung kecil Crystal yang terlelap di pelukannya. Gadis kecil yang menggemaskan, sungguh sialan wanita di luar sana yang membuang Crystal begitu saja.
"Christian, apa besok kau ada di kampus?"
"Sayangnya tidak. Aku tidak punya jadwal mengajar besok."
"Begitu, ya? Aku malas ke kampus besok, apa aku boleh bolos ke apartemen mu saja?" Tanyanya. Christian menaikkan satu alisnya, Queenie benar-benar tidak peduli untuk kuliah. Bagaimana nasibnya kelak kalau dia tidak mau mengemban pendidikan?
"Tidak boleh seperti itu, Queen. Papamu membayar kuliah mu bukan untuk bolos. Kau harus kuliah besok."
"Tapi—"
"Tidak ada penolakan, Queenie."
Queenie terdiam sejenak. Dia awalnya ragu untuk mengatakan ini, tapi dia sangat penasaran akan reaksi Christian jika dia mengatakannya.
"Uhm... Aku ingin tidur denganmu, Christian. Ka-Kalau boleh, besok aku ingin bersamamu."
Christian dengan cepat menoleh padanya. Dia menatap wajah Queenie yang begitu memerah seperti kepiting rebus dan apakah ucapannya tadi bukan bualan semata? Gadis ini ingin tidur dengannya? Sialan, tidur macam apa yang Queenie pikirkan?
"Oke, besok jam berapa? Aku jemput."
"Eh?" Sangat tidak disangka. Queenie kira Christian akan menolak dengan bijak, tapi rupanya pria ini sama sekali tidak menolaknya. Apa ini sama saja seperti Christian menginginkan Queenie juga?
...
Malam itu Queenie tidak bisa tidur. Dia kembali kepikiran soal Christian dan ucapannya. Bagaimana bisa dia berkata semudah itu di saat dirinya sendiri ragu untuk melakukannya? Dia mendengar dari Mia kalau seks itu menyenangkan apalagi jika dilakukan dengan pasangan yang dicintai. Queenie hanya ingin merasakannya juga, tapi dia sendiri tidak yakin.
"Aku sangat gila karena sudah mengatakan itu!"
Queenie keluar kamar. Dia menuruni tangga untuk sampai ke dapur. Namun, langkahnya terhenti begitu dia melihat Elliot di halaman belakang. Pria itu tampak sedang melukis pemandangan langit yang dipenuhi bintang dan bulan. Padahal sudah malam, tapi Kakaknya masih betah saja di luar.
"Kak?" Panggilnya seraya berjalan mendekati Elliot yang sibuk dengan kanvas dan cat air di tangannya.
"Hmm?"
"Kenapa Kakak belum tidur?"
"Belum mengantuk," Jawabnya singkat.
"Kakak, aku mau bicara sesuatu."
Queenie duduk di atas rumput palsu di bawahnya sembari mendongak menatap langit.
"Bicara apa?"
"Aku sedang jatuh cinta," Jawabnya pelan. Gerakan tangan Elliot yang sedang melukis pun terhenti. Dia menoleh ke kiri untuk menatap adiknya dan bertanya-tanya apakah Queenie sedang membual lagi atau tidak?
"Jatuh cinta? Memangnya pria beruntung mana yang mendapatkan cintamu?"
Queenie menegakkan tubuhnya. Dia meremas lengan Elliot dan menatapnya serius,"Janji kalau kau tidak akan bilang Papa?"
"Janji."
Queenie tampak ragu mengatakannya, tapi dia tidak tahan untuk menyimpannya sendirian. Eleanor tidak ada lagi di rumah dan dia tidak punya teman cerita selain kakaknya.
"Aku suka dengan Profesor Douglas. Dia mengajar di kampus ku."
"Apa?" Tanyanya tidak percaya. Queenie menyukai pria yang dewasa?
"Kenapa terkejut begitu, sih? Itu normal, kan?"
"Queen, dia melakukan sesuatu padamu? Apa dia berbuat jahat?" Elliot tentu tidak akan memaafkan siapa pun itu jika telah merusak adik kesayangannya ini.
"Ihh, tidak. Aku dan dia sama-sama saling suka, well... Sebenarnya hanya aku yang menyukainya, aku tidak tahu apakah dia suka padaku atau tidak."
Elliot menyimpan alat melukisnya lalu menarik Queenie untuk masuk ke dalam rumah. Adiknya ini benar-benar membutuhkan pengawasan lebih. Jika tidak dikendalikan, Queenie pasti akan terbang bebas seperti burung.
"Kakak tidak setuju. Kau menyukai pria yang tidak wajar, kau tahu?" Ucapnya ketika mereka telah berada di dalam ruang makan. Queenie berdecak kesal karena Kakaknya pun bersikap menyebalkan seperti Maxime.
Kenapa semua orang tidak mau menghargai perasaannya sih?
"Kak Elliot jahat! Apa aku tidak boleh menyukai seseorang, hah?!"
"Bukan begitu, Cherry. Kau tidak mengerti apapun soal pria dan kini kau ingin mengencani pria tua? Apa yang kau pikirkan?" Jelasnya. Queenie ingin menangis saat ini juga, tapi untungnya Elliot langsung memeluknya sayang.
"Kakak tidak ingin hal buruk terjadi padamu, adikku sayang. Kau tahu kan kalau kau adalah perempuan kedua yang sangat aku sayangi setelah Mama? Jadi aku tidak ingin kau salah langkah."
Queenie mengangguk lemah. Dia hanya sedang mencintai dan apa salahnya jika dia mencintai pria yang 8 tahun lebih tua darinya? Tidak ada larangan tertentu yang membatasi seseorang dalam mencintai dan Queenie ingin semua orang paham dengan itu.
"Kak, aku tidak bisa melupakan cintaku. Aku sangat cinta pada Christian."
"Christian?" Beonya. Tentu saja nama itu tidak asing bagi Elliot. Dia sangat tahu siapa itu Christian dan apa tadi? Nama belakangnya Douglas, bukan? Sialan.
"Iya, Christian Douglas. Kenapa?"
Elliot menjauhkan tangannya dari bahu Queenie dan ia pun memberi tatapan tajam,"Kenapa kau malah bersamanya, Queen? Dia memaksamu?"
"Kau ini kenapa? Sudah ku bilang kalau-"
"Dia berbahaya untukmu, Queenie! Apa kau tidak sadar?!"
Queenie ingin berkata lagi, tapi Kakaknya membawa ia menuju kamar pria itu. Elliot mengunci pintu kamar lalu dia mengeluarkan sebuah buku catatan dari balik laci mejanya dan meminta Queenie untuk duduk di atas ranjang.
"Apa ini?"
"Cukup kau baca dan pahami."
Queenie melihat ada silsilah keluarga yang tertulis di atas sana. Semuanya tidak ia kenal kecuali nama Tommy dan Christian yang tertulis di bagian paling akhir. Apa maksudnya ini?
"Aku tidak mengerti, Kak."
"Tentu saja kau tidak mengerti!" Elliot merebut buku itu lalu dia duduk di hadapan Queenie.
"Pria yang kau sukai itu adalah seorang kriminal. Dia punya darah kriminal di nadinya dan orang seperti itu bukanlah yang terbaik untukmu."
"Tidak mungkin. Kau hanya mengada-ada, kan?"
"Andai aku memang mengada-ada, Queenie. Jika bukan karena Red Tiger dan Petrov sialan itu... Aku mungkin tidak akan kehilangan Emily dan calon bayi kami."
TBC