SIDE STORY : Maxime Anderson

1759 Kata
Setelah mendapatkan tamparan tak terduga dari Eleanor, Maxime merasakan perasaan bersalah yang timbul di hatinya. Dia tidak bermaksud untuk membuat Elea cemburu atau marah, Maxime hanya ingin menunjukkan kalau dia juga bisa bersikap menyebalkan. Namun, Eleanor menganggap itu sebagai sesuatu yang lain. Dia pikir dirinya selingkuh. Karena keadaan rumah yang kosong, pria itu memberanikan diri untuk melangkah ke lantai atas di mana Eleanor berada. Di ujung tangga dia bisa mendengar kalau Elea nya sedang menangisi dirinya. Pria itu berdecak kesal lalu melangkah ke pintu kamar Eleanor. "Kenapa kau menangis, hmm?" Elea yang duduk di atas ranjang menatapnya tajam,"Kau sudah berjanji kalau tidak akan ada orang lain, tapi kenapa kau mengingkarinya?! Kau selalu membuatku kecewa, Kak Maxie!" Panggilan itu membuat Maxime sedikit kesal. Dia sudah pernah meminta Elea untuk berhenti memanggilnya dengan sebutan Kakak lalu menggantinya dengan sesuatu yang manis. Jika sudah seperti ini, Elea memang sedang marah padanya. Maxime mengunci pintu kamar Eleanor lalu melangkah mendekati Elea. Namun, sebelum Maxime mampu mendekat, Eleanor lebih dulu beranjak dari tempat tidur menuju jendela kamar. "Pergi saja sana! Kau lebih menyukai Stacy, kan? Aku sudah bilang padamu kalau kau lebih bahagia dengan wanita lain, maka pergilah dariku. Tapi kau selalu menggangguku setiap waktu." "Dan kau tidak pernah menolak. Lalu di mana letak kesalahan ku, Elea?" Tanya Maxime. Pria itu berdiri tepat di depan Eleanor lalu dihapusnya air mata yang mengotori pipi wanitanya itu. "Apa kau lupa? Kemarin kau memintaku pergi. Kau tidak suka padaku dan kau lebih suka berduaan dengan Kakak ku, Ethan. Begitu, kan? Lalu aku menuruti ucapan mu. Apa yang salah?" "Karena kita!" Elea menghentikan ucapannya. Ia menepis tangan Maxime dan membuang tatapannya ke arah lain. "Karena kau sudah mengambil masa depan ku. Aku tidak menyukai kakakmu, Maxime. Aku tidak pernah melakukannya, tapi kau selalu menuduhku. Aku selalu salah di mata mu dan itu masalahnya," Ucapnya dengan suara pelan. "Kau punya banyak gadis di luar sana, tapi aku akan selalu jadi pelayan nafsu mu, kan? Aku semacam simpanan dan kau senang dengan hal itu." Maxime tidak membalas ucapan Elea. Ia meraih telapak tangan gadis itu lalu ditatapnya erat kelima jarinya,"Di mana cincin itu?" Elea kembali menatap ke dalam matanya lalu menggeleng,"Tidak ada. Sudahlah, untuk apa menanyakan cincin?" Ia hendak berlari dari hadapan Maxime, tapi pria itu menahan bahunya. "Semua gadis ternyata rumit. Termasuk dirimu, Eleanor. Kau sangat rumit dan aku hampir ingin menyerah karena mu." "Apa maksudmu? Kau mau menyalahkan aku lagi, Maxime?" Balasnya sinis. Ia masih kesal karena pria itu telah mengkhianati janjinya. "Kenapa kau memilih untuk menyimpan cincin yang aku beri untukmu? Kenapa tidak kau pakai supaya orang-orang tahu tentang rahasia kita?" Tanya Maxime. Elea mengepalkan tangannya. Dia ingin marah, tapi untuk apa? Marah karena kebodohannya sendiri yang lebih memilih untuk bersembunyi di balik kaca tebal tanpa ada niatan untuk menerobos keluar? "Aku menghormatimu, Maxime. Aku tidak ingin membuat masalah dan kau pun sama setujunya denganku." Maxime menggeleng. Dia meraih kalung yang berbandulkan cincin indah di lehernya,"Aku tidak pernah menyimpannya, Elea. Aku memakai benda sialan ini!" "Sudahlah. Kau pergi saja, Stacy pasti menunggu mu. Aku kan hanya p*****r bodoh, tidak pantas denganmu." Maxime mengepalkan tangannya lalu dia menarik pinggang gadis itu. Diciumnya kasar bibir pedas Elea sembari mendorong tubuh gadis itu ke atas ranjang. Eleanor meringis pelan saat tak sengaja Maxime menggigit bibir bawahnya. "Maxie, ja-jangan seperti ini!" Ia berusaha mendorong tubuh yang jauh lebih bertenaga darinya itu meski sangat susah. Pria selalu punya cara tersendiri untuk membuatnya bungkam dan cara yang dilakukan Maxime cukup berhasil. "Perlu kau ketahui satu hal, aku tidak tidur dengan Stacy. Aku tidak b*******h dan aku hanya ingin tubuhmu..." Maxime membuka paksa celana yang dikenakan Eleanor lalu melebarkan kakinya. "Enggh! Hentikan... Aku mohon jangan dulu!" Maxime tidak mendengarkan. Dia sudah cukup kesal dan muak karena Eleanor selalu bersikap munafik padanya. Kemarin dia menginginkan Maxime untuk pergi, tapi kini menangisi hal tersebut dan menyalahkan Maxime atas ucapannya kemarin. Eleanor selalu membuatnya bingung dan tidak mengerti. Maxime mengecup dan menjilat kulit leher gadis yang terkulai lemas di bawahnya. Dia menarik ke atas baju yang dikenakan Elea lalu digigitnya pelan ujung d**a Elea yang mulai mengeras. "Ahh, jangan gigit keras-keras nanti terluka lagi!" Tanpa sadar Eleanor memeluk kepala pria yang tengah menikmati kedua dadanya. Kaki Eleanor mengapit pinggang pria itu karena merasa geli di sekitar dadanya. "Elea, jangan pernah katakan kalau kau membenciku. Kau tidak boleh membenciku, Eleanor." Seperti terhipnotis, gadis itu menganggukkan kepalanya. Dahi mereka menempel dengan napas yang saling menyatu satu sama lain. "Aku... Aku cemburu, honey. Aku tidak suka kalau kau benar-benar berada bersama Stacy ataupun gadis lain." Maxime menangkup kedua pipi gadis yang telah menjadi miliknya ini lalu mencium bibirnya lembut,"Tidak akan pernah lagi, Bunny. Jangan pernah mengusirku lagi karena kau milikku." Eleanor menganggukkan kepalanya dan ia kembali mendesah ketika jemari tangan Maxime mulai membelai kulit tubuhnya lagi. Ia tidak menolak sentuhan pria itu di pusat tubuhnya. Eleanor meremas selimut di bawahnya karena menahan rasa geli bercampur nikmat yang berasal dari inti tubuhnya itu. Seperti di malam-malam sebelumnya, Maxime selalu berhasil membuat dia melayang di langit dengan sentuhannya yang hebat. "Honey, aku lupa kalau alat pengamannya habis. Bagaimana?" Elea menahan tubuh Maxime yang hendak bersatu dengannya. Pria itu memang sering memakai alat pengaman meski terkadang dia lupa. "Kau sedang subur?" Tanyanya. Pipinya bersemu malu, tapi dia mengangguk. Maxime menghela napas berat lalu tetap melakukan penyatuan. "Let's make a baby, then." Mata Eleanor membulat dan satu erangannya lolos ketika Maxime tiba-tiba melakukan penyatuan. Pria itu menggerakkan tubuhnya cukup cepat sampai membuat Eleanor seperti terlempar ke depan. Perempuan itu mencakar punggung Maxime, sedangkan bibirnya tidak berhenti mengeluarkan erangan demi erangan erotis yang semakin membuat Maxime menginginkannya. "Ma-Maxie... Enggh, jangan keluar di dalam!" Pintanya. Dia masih waras dengan tidak memiliki bayi di saat Maxime saja masih kuliah. Tidak, dia tidak mau mengambil risiko besar dengan membuat pria ini dalam masalah. "Aku ingin keluar di dalam dirimu, Bunny. Aku tidak peduli!" Ia kembali menghentakkan tubuhnya keras-keras lalu setelah beberapa lama, ia pun mencapai pelepasannya. Tubuhnya sedikit menindih Eleanor yang telah lemas duluan. Gadis itu memeluk tubuhnya lalu perlahan mengecup puncak kepala dan pelipis Maxime. "Aku mencintaimu, Maxie. Jangan tinggalkan aku." Pria itu hanya diam saja. Dia tetap membenamkan wajahnya di atas kedua d**a bulat Eleanor sambil mengatur napasnya. Malam itu mereka habiskan dengan bercinta dan bercinta. Pertengkaran kecil mereka berakhir dengan petualangan panas di atas ranjang dan Maxime tidak menyesalinya. ... Pagi itu, Eleanor tampak sedang bermanja-manja di atas d**a pria yang semalam telah membuatnya nyaris ingin pingsan. Ia menekan pipi tegas Maxime dan sesekali tertawa geli saat pria itu merasa terganggu dalam tidurnya. "Bangunlah, Honey. Aku tidak mau Paman Stefan dan Aunty Alaina mendapati kita berdua di dalam kamar ku." Maxime membuka kedua matanya. Hal yang pertama kali dia lihat adalah wajah Eleanor yang cantik. Pria itu tersenyum kecil lalu dia pun mencium Eleanor tanpa peduli kalau mereka berdua belum mandi. "Maxie, Papa dan Mamamu pasti bingung karena rumah sangat kosong ketika mereka pulang tadi malam. Lebih baik kau temui mereka dulu," Pintanya. Dia melepaskan pelukannya dari Maxime dan ingin beranjak, tapi pria itu lebih dulu menarik tubuhnya kembali ke atas ranjang. Maxime langsung menciumnya ganas tanpa membiarkan Eleanor mendapatkan istirahatnya. "Aku mau lagi." Tingkah Maxime seperti anak kecil saja. Sepertinya Eleanor melupakan satu hal kalau morning s*x adalah jadwal rutin yang harus dia penuhi. Maxime berbaring di atas ranjang lalu ia membawa tubuh Eleanor ke atasnya, meminta gadis itu untuk memimpin permainan. Meski merasa sangat malu, Elea tetap menjalani tugasnya. Dia perlahan memasukkan kejantanan Maxime ke dalam dirinya. Bibirnya menahan desahan karena benda itu sudah masuk ke dalamnya. Maxime membantu Eleanor mengangkat pinggul karena Elea tidak bisa bergerak liar. "s**t! You're so tight!" Di tengah rasa nikmat itu, ketukan di pintu mengagetkan keduanya. "Elea, bisakah kita bicara? Ini soal urusan perempuan, aku sangat ingin berbicara denganmu." Eleanor membulatkan matanya,"Itu Queenie!" Bisiknya. Dengan cepat dia turun dari atas tubuh Maxime lalu berlari mengambil pakaiannya yang baru dari lemari. Maxime sendiri bergerak cepat ke bawah ranjang yang kebetulan mempunyai kolong. "Tu-Tunggu, Queen! Aku sedang berganti pakaian." Setelah selesai mengenakan bajunya, ia pun dengan segera membuka pintu. Wajah Queenie yang cemas mengagetkan dirinya. Gadis itu menerobos masuk dan berjalan mondar-mandir. Maxime yang berada di bawah ranjang lantas mengumpat pelan karena melihat adiknya yang tiba-tiba saja sudah pulang. Gadis manja satu itu selalu membuat dia kerepotan. Pria itu menjadi pendengar yang baik. Ia terkejut karena sepertinya Queenie hendak dicelakai seseorang tadi malam. Satu hal yang juga membuat ia terkejut, Queenie sedang jatuh cinta! Astaga, adiknya itu selalu punya kejutan. Tak lama kemudian, Queenie pun pergi. Eleanor menghela napasnya lalu ia meminta Maxime segera keluar dari bawah ranjang. "Sialan, siapa yang berani mengganggu adikku?" Geramnya. Dia memakai pakaiannya kembali lalu mencuci muka di kamar mandi. Eleanor menatapnya tanpa berniat berkata-kata. Dia dengan segera merapikan tempat tidur karena tidak ingin dicurigai lagi. "Jangan kemana-mana, Bunny. Aku akan kembali lagi nanti." Eleanor menurut. Dia membiarkan Maxime keluar kamar, sedangkan dirinya membereskan ranjang yang memang seperti terkena badai. Eleanor memutuskan untuk segera mandi. Dia masuk ke kamar mandi lalu mulai melucuti pakaiannya satu persatu. Tubuhnya seperti terlempar dari ketinggian karena semuanya sakit belum lagi bekas ciuman Maxime yang masih bersisa di tubuhnya. Ia memilih untuk berendam di dalam bathtub. Beberapa saat kemudian, Maxime tampak menyelinap ke dalam kamar mandinya. Pria itu tersenyum kecil sembari membuka pakaiannya untuk ikut berendam bersama Eleanor. Ia duduk di belakang Elea dan membiarkan gadis itu menyandar di depan tubuhnya. Elea memejamkan matanya menikmati suasana intim seperti ini. "Apa Queenie curiga?" Tanya Elea. "Tidak, dia hanya menuduhku menguping. Dia tidak tahu kalau aku baru saja bercinta denganmu," Jawabnya. Maxime memeluknya dari belakang. Pria itu mengusap perut datarnya yang berada di air,"Bunny, apa kau mau tinggal bersamaku di suatu tempat?" "Di mana?" Tanya Eleanor. "Sebuah apartemen yang aku beli dari tabunganku. Di sana kau dan aku bisa hidup berdua tanpa Ethan atau siapa pun," Jawabnya. Elea sedikit mengerutkan kening saat mendengar nama Ethan dari bibir Maxime. Apa pria itu belum bisa melupakan masa lalu? Semuanya masih membekas? "Aku tidak punya hubungan dengan Kak Ethan, Maxime. Demi Tuhan, bisakah kau tidak menuduhku macam-macam?" Tanya Eleanor. "Oke, aku berlebihan. Tapi bisa saja itu terjadi lagi. Makanya aku ingin membawamu pergi dari rumahku." "Lalu alasan apa yang akan aku berikan kepada Paman Stefan jika dia bertanya?" Kini dia mulai kesal karena sifat posesif Maxime. Sedari dulu sifatnya tidak pernah hilang. "Katakan kalau kau ingin hidup sendirian dan aku akan memberi alasan kalau diriku ingin hidup mandiri. Kemudian, kita bisa tinggal berdua tanpa terganggu oleh siapa pun," Semudah itu memang. Namun, tak akan terasa mudah ketika akan melakukannya. "Honey, kenapa harus aku? Apa kau menyesal?" Maxime memainkan jarinya di atas d**a kiri Eleanor sebelum meremasnya lembut,"Karena kau cengeng dan aku harus ada di samping mu ketika kau menangis." Setelah mengucapkan kata itu, Eleanor mencium bibir Maxime dan membiarkan naluri mereka yang menguasai. "Kau istriku, Eleanor Anderson. Kau selamanya milikku." TBC A/N : Halo Jadi side story ini bakal jadi titik awal kisahnya sih maxime di buku selanjutnya. scene di atas terjadi setelah kejadian si queenie hampir diperkosa
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN