Di dalam mobil, suasana terasa menyesakkan. Jalanan yang mereka lalui seolah tidak berujung, hanya dipenuhi cahaya lampu kota yang redup. Arshan menggenggam erat setir, matanya lurus ke depan, tetapi pikirannya berputar tak karuan. Wajahnya tegang, bibirnya terkatup rapat. Sementara Sanvi duduk di sampingnya, sesekali melirik dengan cemas. “Ar…,” panggil Sanvi pelan, mencoba memecah kebekuan. “Tenanglah, jangan berpikir macam-macam dulu. Aku tahu ini berat, tapi kita masih bisa mencari jalan lain.” Arshan menarik napas panjang, lalu menghembuskannya kasar. “Aku hanya…merasa kehilangan arah. Dokter Rendra adalah harapan terakhirku. Dia yang bisa membuktikan semua kecurigaanku pada Hedy. Dan sekarang—” Suaranya tercekat, tangannya mengetuk setir dengan gusar. Sanvi meletakkan tangannya di

