10. Perbedaan (2)

1845 Kata
Author’s POV Keheningan masih mendominasi suasana. Atmosfer terasa begitu canggung. Sisa-sisa pertengkaran semalam masih terasa begitu kuat, dan belum jua mencairkan keegoan masing-masing. Derra tetap memasak di pagi yang libur ini karena tanggal merah. Derra tak ada jadwal syuting dan memang sengaja mengosongkan hari ini untuk benar-benar berlibur di rumah. Rasanya dia perlu beristirahat barang cuma satu hari saja. Bagas menyantap nasi goreng dan telur ceplok buatan istrinya sambil sesekali menatap Derra yang berjalan mondar-mandir menjinjing keranjang pakaian kotor untuk dicuci di mesin cuci. Selanjutnya Derra menyalakan kran di wastafel dapur dan menyuci piring-piring yang kotor. Bagas menatapnya dari meja makan yang memang tak dibatasi sekat dengan dapur. Pikirannya berkelana di masa-masa awal mengenal Derra. Pertama kali ia bertemu Derra saat Derra datang ke sekolahnya untuk membicarakan renang susulan untuk Raynald yang kena skorsing. Saat itu bahkan ia tak tahu bahwa gadis yang saat itu masih berumur 19 tahun adalah artis yang karirnya yang sedang menanjak. Interaksi keduanya diawali rasa saling benci dan ia tak pernah menyangka bisa jatuh cinta pada gadis yang ia pandang seperti anak kecil, manja dan labil. Masih teringat kala ia menyuapi Derra makan di saat acara nonton film horor perdananya dan dilanjut acara meet & greet, mungkin itulah moment pertama yang membuatnya semakin dekat dan tertarik padanya. Lalu memorinya berjalan ke masa dimana Derra menyusulnya ke Baturaden dan menangis meraung-raung seperti anak kecil karena tak ikhlas jika dirinya melamar Laras. Ia tahu sebenarnya Derra memiliki cinta yang luar biasa besar untuknya. Bagas mengamati cara Derra menyuci piring. Dia tahu, sebelum menikah mungkin Derra jarang melakukan pekerjaan ini. Semua keperluannya selalu disiapkan asisten-asistennya. Saat ia memboyongnya ke rumah sederhananya, yang jika diumpamakan bagaikan bola tenis dibandingkan bola sepak jika dibandingkan dengan rumah orangtua Derra, praktis Derra belajar banyak hal yang sebelumnya tak biasa ia lakukan. Ia belajar cara membersihkan rumah, menyuci piring, baju, menyetrika, untungnya dia sudah memiliki ketrampilan memasak. Bagas seringkali membantunya mengerjakan pekerjaan rumahtangga. Jika Derra terlalu sibuk dengan syuting yang kadang sampai larut malam, Bagas yang akan mengerjakan sendiri. Ia tahu, Derra sudah begitu banyak berkorban, meninggalkan kehidupan lamanya menuju kehidupan baru sebagai istri. Bagas tak mau egois kendati sikapnya tak sepenuhnya salah. Ini bukan tentang siapa salah dan siapa yang benar, tapi lebih pada bagaimana keduanya menurunkan ego masing-masing. Dan Bagas tahu benar, jika keduanya sama-sama keras, tak ada yang mau mengalah maka perselisihan itu akan semakin meruncing tanpa penyelesaian. Bagas tak mau rumahtangganya bermasalah di usia pernikahan yang masih sangat belia ini. Dia sadar akan kewajibannya sebagai imam keluarga yang tak hanya berkewajiban menjauhkan diri dari api neraka, tapi juga keluarganya, membawa Derra dan anak-anak mereka kelak menuju jannah. Ditatapnya Derra sekali lagi dengan begitu lekat. Wanita ini yang ia pilih dan dia harapkan akan menjadi pendampingnya tak hanya di dunia tapi juga di surga. Rasa cintanya pada Derra tak berurang sedikitpun. Apapun yang dilakukan Derra, Bagas masih begitu mencintainya. Bagas beranjak dan melangkah mendekati Derra yang masih sibuk menyuci piring. Ketika badannya mematung di belakang istrinya, kedua tangan Bagas melingkar memeluk pinggang Derra dan membuat Derra terperanjat. Bagas mengeratkan pelukannya dan badannya sedikit menunduk untuk menyandarkan dagunya di pundak istrinya. Segala perasaan kesal dan amarah yang semalam sempat merajai perlahan luntur di hati Derra. Bagas mengecup pundak Derra begitu lembut, lalu kecupan itu beralih ke sepanjang leher Derra, terakhir berhenti di pipi Derra. Kecupan Bagas yang begitu lembut membuat Derra berdesir. Rasanya ia ingin menangis saat itu juga. Betapa ia berharap Bagas mendatanginya dari semalam, bukan meninggalkannya di kamar sendiri. “Maafkan aku..” Ucap Bagas lirih. Derra membalikkan badannya. Bagas masih memeluk pinggang istrinya. Mata mereka saling beradu. Bagas mengulas senyum tipis. “Aku juga minta maaf.” Ujar Derra pelan. Tanpa bicara lagi, Bagas mengecup bibir Derra lembut. Ia mengecup lagi untuk kedua kali sampai ada balasan dari Derra. Ciuman lembut mereka beralih semakin panas. Derra mengalungkan tangannya ke leher Bagas dan membalas lumatan-lumatan ganas yang diselancarkan suaminya dengan liar. Rasanya begitu emosional, setelah pertengkaran semalam kini keduanya terbakar gairah dibalut rasa rindu akan moment romantis sebelum mereka bertengkar. Bagas mendorong tubuh Derra pelan hingga melangkah mundur menuju kamar. Mereka masih terus berciuman hingga akhirnya Bagas mendorong tubuh Derra sampai terhempas di ranjang. Bagas menindih tubuh istrinya dan menatapnya sedemikian lekat. “Mas kangen yang manis-manis gini. Berantem itu bikin capek.” Derra tersenyum, “sama mas. Derra juga capek kalau berantem terus.” Bagas kembali mencium bibir Derra dengan ganas, menyesapnya dalam-dalam hingga suara kecapan terdengar menggema di seantero ruang, dilanjutkan kecupan di lehernya dan tangannya begitu terampil membuka kancing baju Derra satu per satu. ****** Esok hari... Bagas mengemudi mobilnya menuju kafe milik Andra. Sore ini dia janjian bertemu dengan Adi dan Andra untuk sekedar berbincang karena sudah lama mereka tak ngumpul. Derra menghadiri undangan talk show acara gosip. Sebenarnya Bagas sudah memperingatkan Derra untuk tak lagi mau diundang ke acara gosip karena yang namanya ghibah itu lebih baik dihindari, tidak memberi manfaat apa-apa, malah lebih banyak mendatangkan kemudharatan. Tapi Derra tetap datang karena terlanjur menyanggupi undangan itu. Bagas tahu alasan Derra, pasti karena honor yang besar. Derra mengusulkan rumah Bagas dikontrakkan saja, sedang dia ingin membeli rumah yang lebih besar. Bagas menyetujui dengan syarat menunggu sampai tabungannya cukup. Bagas tak mau membeli rumah sepenuhnya dengan uang Derra, meski Bagas tahu Derra sangat mampu untuk itu. Mereka sepakat membeli rumah itu menggunakan dana bersama 50:50. Setiba di sana, Adi belum datang. Andra membuatkan minuman coklat panas terlebih dahulu sambil menunggu kedatangan Adi. Bagas meminta Andra menyalakan channel tv yang menayangkan acara talk show gosip yang telah mengundang Derra. Bagas mengatakan bahwa acara itu disiarkan secara live. “Diminum dulu coklatnya Gas.” Andra menyajikan minuman coklat itu di atas meja. “Aromanya sedap banget ya, tapi masih panas banget.” Bagas menghirup dalam-dalam aroma coklat panas yang begitu menggugah selera. Bagas sudah menyicipi banyak menu dan minuman di kafe Andra. Dia menyukai semuanya. Ia akui bakat Andra dalam memasak memang patut diacungi jempol. Resep-resep makanan yang dijual di kafe ini adalah hasil kreasi Andra sendiri. “Oya gimana bisnis bonsai lo Gas? Lancar?” Andra membuka obrolan santai mereka dengan membicarakan bisnis. Bagas banyak belajar dari Andra tentang bagaimana mengembangkan bisnis. Kata Andra, mencari pangsa pasar juga menjadi bagian penting dari strategi untuk menjaga keberlangsungan bisnis selain juga faktor-faktor lain, selain kualitas produk, harga yang kompetitif, dan pelayanan yang ramah. Karena itu Bagas membuat website khusus untuk bisnis bonsainya untuk melebarkan pemasaran bonsainya sampai ke luar negeri. “Alhamdulillah lancar. Hampir tiap hari pasti ada yang nanya-nanya, dan banyak juga pelanggan yang membeli lebih dari satu kali. Itu artinya mereka puas dengan produknya. Aku masih terus hunting tanaman unik buat dijadiin bonsai. Sekarang aku kan sambil menanam sendiri juga.” Bagas mengulas senyum. “Alhamdulillah gue seneng dengernya. By the way, ini Adi kok nggak dateng-dateng ya? Coba deh gue WA dulu.” Andra mengambil smartphone dan menggeser layarnya. Dia mengirim WA pada Adi untuk menanyakan dia sudah lagi di jalan atau belum. “Ndra sebentar lagi acara talk shownya dimulai.” Mata awas Bagas menatap layar televisi yang terpampang di dinding. Suasana kafe Andra cukup ramai. Andra menatap layar televisi, “Derra kayaknya lagi banyak project bareng Marsha ya Gas. Kalau nggak salah Marsha diundang juga di talk show ini.” “Aku malah baru tahu Ndra. Derra nggak cerita kalau Marsha diundang juga.” Smartphone Andra berbunyi. Ada satu pesan WA dari Adi. “Wah Adi nggak jadi ke sini Gas. Katanya dia mesti nganter tantenya ke dokter.” Andra menatap layar smartphonenya. Suara host acara talk show memancing perhatian Andra dan Bagas untuk serius menatap layar. Ada tiga artis yang diundang. Pertama host acara memanggil nama Derra dan Marsha. Bagas tak bergeming saat melihat Derra, ia memfokuskan pikiran dan tatapannya hanya menatap Derra. Awal berbincang seperti biasa diawali basa-basi menanyakan kabar dan film baru mereka. Pertanyaan berikutnya cukup menarik perhatian Bagas. “Untuk Derra dan Marsha, saya mau nanya, sebesar apa peran suami kalian dalam karir kalian? semua orang pasti tahu Derra dan Marsha ini artis papan atas Indonesia yang lagi naik daun. Biasanya di belakang karir yang sukses pasti ada peran penting dari orang-orang terdekat.” Marsha yang menjawab terlebih dahulu, “peran suami besar banget ya. Dia selalu support aku. Dia juga selalu memotivasi dan sering ngasih masukan juga. Misal dia lihat filmku. Terus menurut dia aktingku kurang bagus, kurang natural atau apa, dia pasti bilang, yank kayaknya akting kamu kurang natural deh, coba diperbaiki lagi, atau dia bilang, kamu kurang menghayati gini gini.. Ya intinya dia selalu support dan ikut senang juga dengan semua pencapaianku.” “Wow suami yang keren ya, selalu mendukung istri bahkan ikut memberi masukan-masukan. Kalau Derra sendiri gimana?” Bagas deg-degan juga menunggu jawaban Derra. Ia masih ingat Derra pernah mengatakan bahwa dia merasa kurang mendapat dukungan dari Bagas. “Ehm..peran suami, dia mendukung saya. Dia selalu mendukung apapun selama itu hal yang baik.” Jawaban Derra begitu singkat dibanding jawaban Marsha. Bagas bisa melihat ada sesuatu yang Derra sembunyikan dari sorot matanya. Ia tahu jawaban Derra bukan dari hati, tapi hanya sekedar menutupi apa yang ia rasakan. Acara selanjutnya host memanggil bintang tamu berikutnya, seorang aktor muda yang tengah naik daun, Alfaz Faheza. Bagas shock saat melihat Alfaz menjabat tangan Derra dengan cium pipi kanan dan kiri. Meski banyak orang menganggap cipika cipiki adalah hal yang biasa tapi tetap saja Bagas kurang bisa menerima. Pasalnya dulu Bagas pernah membahas masalah ini dengan Derra dan Derra pun sepakat untuk tidak cipika cipiki dengan non mahram. “Wah si Alfaz menang banyak tuh, cipika-cipiki ama dua artis cantik.” Bagas mendengar kata-kata salah satu pengunjung yang duduk di meja sebelah. Hatinya tiba-tiba meradang. “Cipika cipiki mah biasa. Lebih seru kalau main film ada adegan peluk dan cium, si aktor menang banyak ya. Apalagi kalau meluk dan nyium Derra, sumpah beruntung banget. Bodynya bagus, bibirnya juga cipokable banget.” Bagas risih mendengar obrolan di sebelah yang membicarakan istrinya. Rasanya ia ingin marah, tak rela Derra dijadikan objek fantasi oleh cowok lain. “Tapi Derra nggak pernah main film yang ada adegan gimana. Mungkin karena udah nikah kali ya. Nggak dibolehin suaminya.” Celetuk pengunjung itu lagi. Andra menyadari sikap Bagas berubah. Ekspresi wajahnya pun terlihat datar. “Gas kalau ada omongan negatif tentang istri lo jangan didengerin.” Bagas tersenyum. Ada hal lain yang lebih mengganggu pikirannya dibanding perbincangan pengunjung di meja sebelah. Bagas kecewa Derra tak menolak saat Alfaz menjabat tangannya sambil cipika-cipiki. Melihat reaksi Bagas yang hanya diam mematung memancing Andra untuk bertanya lagi, “ada sesuatu yang lo pikirin ya?” Bagas menggeleng, menutupi perasaannya. Mereka baru saja berbaikan dan sekarang ada sesuatu yang mengganjal pikirannya. Bagas ingin membicarakan hal ini tapi ia takut akan memperkeruh keadaan. Jika tidak dibicarakan, tidak akan ada perubahan dari Derra. Namun jika dibicarakan kemungkinan mereka akan berdebat lagi. Bagas mempertimbangkan matang-matang untuk memilih kata yang tepat agar Derra bisa menerimanya. Bagas tahu begitu banyak perbedaan pola pikir dan prinsip hidup antara dia dan istrinya, namun Bagas tak akan menyerah untuk terus membimbing Derra berjalan di jalan yang diridhoi Allah. ******
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN