Malam semakin larut, Andini menyentuh dagu Ferdi lalu menciumnya. Ferdi tidak hanya diam, gerakannya aktif, meski sedikit kaku karena sudah lama tidak melakukannya. Duda selama lima tahun itu menunjukkan keahlian lamanya. Andini sampai kehilangan napas. Ciuman mereka panas dan memberikan sesuatu yang akan membuat penonton di ujung kehilangan napas. Bahkan ikut terpicu. Tidak ada satu pun kata di antara mereka, hanya gerakan yang brilian. Namun keduanya tahu ada telinga yang sedang menunggu. Kamera yang merekam. Mikrofon yang mengintai dari balik pot. Minibar kecil, yang menjadi satu-satunya alat komunikasi dari sang penyusup. Andini menoleh, menatap Ferdi lekat, "Kamu ingin penerus dariku?" Ferdi tersenyum tipis, "Itulah kenapa kita di sini." Andini mengembangkan senyuman manis, "Kam

