Matahari baru menguap dari balik gedung-gedung Jakarta saat Melati menatap dirinya di cermin kamar Vano. Rambutnya masih setengah basah, dipilin rapi ke belakang. Bibirnya diberi warna merah pucat. Wajahnya... tenang. Terlalu tenang untuk seseorang yang baru saja kembali dari neraka yang manis. Di ranjang belakangnya, Vano masih tertidur. Separuh tubuhnya terbalut selimut, separuh lagi telanjang, menunjukkan kulit yang masih hangat oleh malam sebelumnya. Melati mengenakan dress linen warna krem muda—sederhana, manis, seolah gadis yang baru selesai sarapan roti panggang, bukan yang semalam menciumi dosa di d**a kekasih lamanya. Ia mengambil tas kecilnya, menyelipkan ponsel, lipstik, dan satu botol kecil—“vitamin” yang tak pernah jauh dari tangannya. Sebelum keluar dari kamar, ia menoleh

