Apakah ini nyata? Meski harapannya cuma mimpi belaka, tetapi rasanya amat jelas sakit sekali. Tiap desah napas yang diembuskan pun seakan tak berarti, sebab duri tak kasatmata di dalam rongga d**a tak ikut terbawa dengan karbondioksida, masih terasa begitu menyiksa. Namun, rasa sakit itu tidak serta-merta membuat Nirwana menarik kata-katanya, juga tak membuat Barat kembali mengiba agar Nirwana sudi memberi maaf atas satu tamparan yang spontan Barat layangkan. Menyesal, sudah pasti. Barat berjalan gontai menuju lemari dengan diintai oleh tatapan dari Nirwana yang teramat menghakimi. Mata berembun itu membuat geraham Barat saling bergerak menekan, mendorong berlawanan, demi mempertahankan agar tak jatuh basahi pipi, tentang seberapa keras dia melawan rasa sakitnya ini, yang terus saja men