Aku puas melihat Ibu Erni yang tidak berani lagi berbicara seenaknya. Pak Kaiden memegang tanganku dan membawaku kembali ke mobil, meninggalkan Ibu Erni yang masih terkejut. Saat kami memasuki mobil, Pak Kaiden masih terlihat menegang karena emosi. Kami meninggalkan tempat itu, dan dalam perjalanan menuju ke tempat kerja. "Pak, sebenarnya aku kasihan Mbak Ratna. Dia tulang punggung keluarga dan single parent, kalau sampai dipecat mereka akan kesusahan," kataku sambil menatap Pak Kaiden. Pak Kaiden memandangku dengan ekspresi tidak mengerti, "Rania, kenapa kamu masih membela mereka yang sudah menindas dan menghina kamu?" tanyanya dengan nada yang sedikit keras. Aku berusaha mencoba menjelaskan ke Pak Kaiden, "Bukan begitu, Pak. Aku hanya kasihan anak Mbak Ratna masih balita, dan masih m