"Niel, Mbak Rere pulaaang." teriak, Resti memanggil nama adik bungsunya.
Resti mengernyitkan alis kala melihat ruang keluarga di rumahnya sepi. Biasanya Niel akan berada di sana, menanti kepulangan ia dari kampus. Tapi sore ini nampaknya berbeda. Tak ada sang adik duduk bermain dengan lego-lego tersebar memenuhi karpet.
Tak ada sambutan dengan celoteh menggemaskan Niel.
Tak ada rentangan tangan mungil disertai renggekkan.
"Niel mana, Mah?" tanya, Resti pada Amel yang sedang bermain iPad di sofa ruang keluarga.
"Sama Papah tuh di samping, Mbak."
Lah kan tumben. Biasanya Niel tak akan mau diajak beranjak dari ruang keluarga. Aneh!
Seolah tahu kebingungan Resti, Amel memberitahukan jika adik kesayangan Resti itu sedang dalam mode ngambek maksimal. Hang saja sampai harus menyogok membelikan sebuah mainan langsung dari pabrik untuk menghibur Niel.
Sangat tahu waktu sekali anak itu jam-jam melakukan pembegalan pada orang tuanya.
"Marah sama Mbak?"
Amel menganggukkan kepala. Sebenarnya sih, tak hanya pada Resti. Amel juga terkena imbas. Hanya Hang seorang yang aman karena telah membelikan mainan yang anak itu asal tunjuk dari layar laptop sang papah.
Sungguh Hang yang beruntung. Kadang Amel sendiri iri. Ia yang melahirkan Niel taruhan nyawa, tapi anak itu seolah menganggap dirinya ibu tiri. Susah sekali diatur.
Baru kaki Resti melangkah, suara Amel kembali membuat kakinya terhenti. "Mbak, Mamah ada barang buat Mbak. Kayaknya cocok deh. Besok habis take Mamah taruh di kamar ya. Ada tiga tuh, beda warna doang." ujar, Amel yang dijawab dengan dua jempol oleh Resti.
Lumayan kan! Hasil dari kerjasama Ibu tiga anak itu mampu membahagiakan sang putri. Banyak barang endors yang sebenarnya lebih cocok dikenakan oleh Resti sebagai remaja. Terlebih barang datang beberapa unit dengan warna dan model beragam. Putri Amel itu juga bisa memberikan hadiah untuk sahabat-sahabatnya. Hitung-hitung mengenakan out fit couple walau dari geratisan.
"Makasih, Mah. Mbak ke Niel dulu ya..."
Amel menganggukkan kepala. Membiarkan Resti berlalu agar ia bisa kembali bekerja. Mumpung si setan kecil ada pawangnya, jadi Amel bisa memanfaatkan waktu luang.
"Kayaknya lumayan juga kalau nerima project bareng Mbak Resti.. Lumayan, siapa tahu tar anak gue bisa jadi artis deh. Cakep begitu. Dulu Maknya ngidam apa ya?! Kok nggak kayak Niel perasaan." gerutu Amel sembari mengomentari banyak hal terkait perbedaan sikap dua anaknya yang berbeda rahim itu.
Amel mulai berpikir untuk menerima tawaran kerja yang menggaet putrinya. Hohoho, jangan tanya mengenai setan kecil. Karena jelas, anak itu sudah pasti telah Amel eksploitasi. Lumayan, Niel yang menggemaskan memiliki banyak fans dikalangan Ibu-Ibu. Kan lumayan. Pundi-pundi direkening Amel membengkak cepat. Rejeki anak sholeha memang.
Jari-jari Amel kini terampil bermain di layar Ipad. Ia mengirimkan e-mail balasan pada vendor yang ingin bekerja sama dengannya. Ia menyetujui usulan projek bersama Resti dengan catatan syuting dilakukan pada hari libur. Setelah ini, ia dan para stafnya hanya perlu datang untuk meeting demi merancang konsep sesuai dengan standar yang Amel tentukan.
"Mah.." Amel meletakkan iPad tepat disebelahnya saat suara Hang masuk ke indera pendengarannya. 'Lah! Cepet banget bisa kabur dari jerat iblis?!,' batin Amel ketika Hang berjalan menghampiri dirinya.
"Udah nggak ngambek sama Resti anak kamu Mas?" kepala Hang bergerak ke kanan-kiri. "Disogok coklat noh! Langsung nempel lagi kaya lem." jawab, Hang membuat Amel terkikik.
"Murahan banget setan kamu itu.." Hang mendengus. Bibir Amel memang nggak pernah ada filternya kalau ngatain Niel. Sembarangan aja!
Hang menyandarkan kepala dipundak kanan Amel. "Kangen pacaran sama kamu, Yang." ujarnya. Semenjak kelahiran Niel Hang memang jarang berlovey-dovey. Semua waktu mereka habiskan untuk memantau si kecil yang sangat aktif.
"Pengen pacaran.."
Bibir Amel mengerucut. "Tiap malem juga pacaran, Pah.." dengus Amel. Kadang Amel tak yakin jika lelaki yang menjadi suaminya hampir memiliki usia setengah abad. Laki-laki itu lebih layak disebut sebagai remaja yang terjebak ditubuh pria dewasa. Lihatlah mereka seperti tertukar kan?
Sudah! Amel tak mau mengurusi bayi besar yang sepertinya akan ikutan merajuk. Mending ia kembali berkutat dengan pekerjaan. Melebarkan sayap selebar daun kelor. Siapa tahu tahun depan bisa seterkenal Angelina Jolie kan ya.
"Yang, ihh.. Mamas rindu.."
Hoek! Demi anak mereka yang nakalnya ngalahin setan Afrika, Amel pengen muntah. Sekarang Amel tahu dari mana sifat tukang drama Niel menurun. Tahu gini, Amel akan merukiyah Niel sejak dini agar tak mewarisi bakat aktor sang suami.
"Kita buat adek buat Niel yok, Yang.."
Plak!!
Amel secepat kilat mendorong tubuh Hang. Sial! Ia sampai bergidik mendengar ajakan sang suami. Enteng sekali itu rahang kalau gerak. Mungkin saraf bibir dengan otak Hang mulai putus. Seenaknya berucap tanpa berpikir matang-matang. Satu Niel saja Amel sudah kalang kabut, mau nambah pasukan tuyul. Bisa rubuh rumah.
"Why?!" - Andai Amel tak tubuh hidup seribu tahun demi melihat Resti dan Niel menikah, ia akan berlari mengambil pisau ke dapur. Menancapkan benda tajam itu tepat ke ulu hati sang suami yang bertanya teramat polos. "Mas masih kuat loh buat dedek-dedek emes kayak Niel, Yang."
Jedeeerr!!
Emes katanya?!! Ia saja sampai bertanya-tanya, apakah anaknya tertukar di rumah sakit dulu ketika lahir.
"Emes apanya.. Anak kamu kayak Dakjal gitu.. Hadooohh!! Cukup! Cukup Kisanak! Amel nggak kuat kalau Mas mau bikin Niel yang lain. Satu aja daku pengen nyebur empang karena nggak pernah diakuin Ibu." kelakar Amel sembari memegang d**a, menunjukkan tampang melas yang malah membuat Han terbahak.
Ya, memang benar sih! Niel saja kalau ditanya anak siapa pasti jawabnya, 'Bak Yeyeee...' Hang sampai tak habis pikir.
"Gemes banget sih kamu.. Kasihan deh nggak diakuin Niel. Makanya jangan galak-galak kamu sama dia, Yang.." canda, Hang.
Amel berdecih. Anak Hang yang satu itu kalau nggak digalakin ya bisa lebih galak. Nanti kalau kalah, biasalah! Pake senjata andalan. Nangis sampai ngepel lantai. Pernah Amel tak menuruti kemauan Niel yang ingin membeli permen satu gerai. Beberapa menit kemudian, krucil Hang itu menggelesot dari ujung ke ujung.
"Itu mereka kemana, kok nggak ada suara?" tanya, Amel kepo. Ia jadi takut sendiri kalau Niel menganiaya Resti.
Amel bangkit. Ia mengendap pelan, menghampiri kedua anaknya yang hilang bak ditelan bumi.
"Yuhuu... Niel Yang Bak Yeye.. Yof yuu.."
Huluuuuh!!! Pret!!! Buaya darat! Bisa-bisanya anak itu menerbangkan sang kakak dengan ucapan manis dan pelukkan hangat. Kok Amel jadi sedih ya. "Huhuhu.. Adek nggak pernah gituin Mamah ih.." lirih, Amel. "Lama-lama Mamah tuker tambah juga deh ke Tokopedia.."