5

1026 Kata
"Sis, tolong beliin Americano ya.. Sama croissant deh. Laper gue tadi belom sempet makan." pinta Amel pada Siska. Siang ini ia akan menghadiri rapat dengan salah satu vendor. Lumayan, Amel jadi bisa kabur dari rumah barang sejenak. Terlebih tempat janjian mereka berada di salah satu coffee shop dalam mall. Ia bisa membawa Niel turut serta untuk bekerja. "Dedek Niel mau apa?" tanya, Amel pada si kecil pematah hati pertamanya sebagai seorang perempuan. Niel tak menyahut. Anak itu terlalu fokus pada tontonannya di layar iPad. "Apa gitu buat Niel deh Sis. Jangan keju yang penting. Coklat aja lah.." Siska menganggukkan kepala. Sembari membalas pesan dari rekan kerja Amel, ia mengingat-ingat apa saja pesanan yang bosnya sebutkan. "Udah?" "Hem.. Lo pesen juga sana sekalian. Oh iya, telepon Rara ya, tanyain udah sampai mana.." Nasib, nasib menjadi asisten wanita super rempong. Siska harus rela waktunya tersita hampir delapan belas jam sehari hanya untuk mengurusi semua keperluan Amel. Meski cukup merepotkan, nyatanya Siska tak pernah berniat undur diri. Ia tak akan mau menukar Bos santai dan loyal macam Amel dengan orang lain. Lucu memang. Sebagai istri seorang Hanggono Tirto sebenarnya tanpa mengambil pekerjaan pun kehidupan Amel tetap akan terjamin. Ia bahkan bisa membayar berpuluh-puluh pekerja meski tak memiliki penghasilan. Nyatanya, Amel memilih terjun ke dunia hiburan. Mengambil job kecil-kecilan demi mengembangkan diri. Maraknya berita perpelakoran cukup mengusik Amel. Terlebih naiknya hashtag para Netizen. 'Suami kalau nggak diambil pelakor, ya diambil Sang Maha Kuasa.' Hih! Amit-amit. Mau berapa banyak pun harta, jika Amel tak bisa mengolah. Kelak juga pasti akan habis tak tersisa. Terlebih semakin berkembangnya Zaman, harga-harga dan kebutuhan akan semakin melonjak tinggi. Ia sadar, jika kelak hidup menjanda dengan dua orang anak yang harus ia hidupi akan sulit jika tak memiliki kemampuan. "Au Ni..." Mata Amel berputar. Irit banget setan kecilnya kalau ngomong. Coba sama Resti, beuh! Cerewetnya ngalahin sang Oma. "Apa Dek? Sini Mamah lihat Niel mau apa?!" "Ni.. Ni..." Niel menunjukkan layar iPad-nya. OMG! Huwoww!!! Pusing Amel sama bayi tajir satu ini! Coba kalian bayangkan apa yang Niel mau. Sumpah! Pegang d**a, siapa tahu langsung serangan jantung. Helikopter!! Helikopter! God! Yang nggak pake remot, Gaes!! Yang bisa terbang ke sana, ke mari! Daebak!! Turunan Sultan gini nih! Kalau batita lain paling mintanya Tayo-Tayoan, lah ini?! Buseetttt!! Amel jual ginjal siapa kalau gini?! 'Shah Rukh Khan nyebelin banget sih,' lirih, Amel dalam hati sembari terus menatap layar benda pipih ditangan putranya. Mata Amel masih setia menonton aktor India yang baru saja menuruni sebuah helli di depan pelataran rumah. 'Niel yen, ik ini (Niel keren, naik ini)." dan, kontan saja bibir Amel mencebik. "Bu Bos, nawhy?" tanya Siska melihat wajah suram Amel. Wanita itu meletakkan pesanan Amel ke atas meja, sebelum memilih duduk disamping Putra Mahkota Tirto yang tersohor. "Kenapa sih?!" sekali lagi Siska bertanya. Semenjak bergabung dengan Amel, jiwa-jiwa kepo memang bersemayam indah di diri Siska. "Anak gue noh! God! Kenapa dia bisa klik film India sih! Liat Rahul turun dari Helli noh, anak gue jadi minta Helli.." Air mata Amel ingin keluar dari sayangnya. Oh! Ingatkan Amel untuk tak memberi si setan kecil Ipad. Bisa mendadak miskin nanti kalau semua-semua minta dibeli. Tawa Siska menyeruak kencang. Gileeee memang! Anak Amel banget! "Niel, Mah!!!" reflek, tangan Siska bergerak menoyor kepala Niel, membuat si Ibu yang berada di satu Sofa melotot lalu menjerit dasyat. "Gue potong tangan lo ya, pala anak gue lo toyor!!" "Tubuh Siska terlonjak. "Eh, ampun-ampun! Dedek Niel maafin Tante ya.. Tante reflek. Abisan kamu ngadi-ngadi sih mintanya.." Siska mengusap kepala Niel. Jangan sampai besok sang mamah memesan batu nisak karena berani-beraninya ia membuat Nyonya Tirto mencak-mencak. Lima belas menit kemudian, klien Amel datang. Wanita itu tak menyangka jika pemilik butik yang menyewanya sebagai brand ambasador ternyata laki-laki muda dengan penampilan menarik. Ah!! Jiwa-jiwa kangen Hang Amel tiba-tiba saja muncul. Alih-alih punya niatan selingkuh, Amel justru merindu pada sang suami. Mungkin benar jika Amel telah terkena pelet maha dahsyat Hanggono Tirto. Tak sia-sia Hang mencari dukun beranak sampai ke Tigaraksa. "Siang, Bu Amel.." Amel tersenyum, menyala balik kliennya yang berdiri sembari membawa cup berlogokan kedai kopi tempat mereka berdiam diri saat ini. "Mbak Restinya belom sampai ya?" Amel mengangguk, "masih perjalanan ini Mas..." Amel terdengar menggantungkan kalimat, sebelum kliennya mengatakan nama lelaki itu, "Ah, iya.. Mas Farhan." setelahnya, Amel mempersilahkan Farhan duduk di meja yang ia gunakan. "Kalau begitu, kita tunggu Mbak Resti sekalian saja ya, Bu. Hitung-hitung saya juga sedang menunggu asisten saya mengambil contoh kain di mobil." Amel tak masalah. Toh memang dari pihaknya sendiri mengalami keterlambatan. Sang Putri saat ini tengah berkutat dengan macetnya jalanan Kuningan. Kabhi Khushi Kabhie Gham... Alamak! Setan kecilnyaaa... Amel hanya mampu meringis kala speaker Ipad Niel mengeluarkan lagu India, sountrack sebuah film. "Haha, adik kecil suka Om Shah Rukh Khan ya?" Niel hanya menatap Farhan dengan tatapan tajam. Khas Hang jika seseorang tengah menggoda Amel. Setelahnya anak itu menggeleng, lalu menggeser panel garis waktu dilayar, "au ni.." tunjuk Niel pada Helli di adegan yang sama persis yang ia tunjukkan pada Amel. "Hehehe..." Amel terpaksa terkekeh. Tangannya merebut iPad Niel, "Anak saya lagi pengen Helli Mas Farhan. Biar bapaknya aja nanti yang kreditin. Kalau saya belum mampu.." kelakar Amel menghadirkan tawa renyah dari bibir Farhan. Ehem.. Amel meneguk ludah. Ia seperti mengenal suara manusia yang berdehem dibelakangnya. Ia memutar tubuh, lalu tertegun beberapa saat sebelum mendengar pekikan dari Niel. "Papaaahhh..." Alamak! Tamat riwayat Amel! Resti ternyata tak datang seorang diri. Anaknya itu membawa pawang ular buaya betina. "Sis, sini bawa Niel ke saya.." Siska bergerak cepat. Ia akan menjadi pengkhianat bangsa jika berhadapan dengan Hanggono Tirto. Keberpihakannya sebagai pekerja akan beralih. "Kamu lanjutin rapatnya, Mas tunggu di meja sebelah." Glek!! Glekk!! Kok seperti ada hawa-hawa malaikat pencabut nyawa mampir ngintip ya, batin Amel sembari mengamati punggung tegap Hang yang melangkah kecil.. "Mata Mas di sini, ya Mel!" Resti yang melihat wajah pias Amel hanya bisa terkikik geli. Ia mendudukkan diri disamping sang mamah, sebelum mencairkan suasana agar rapat dapat berjalan dengan semestinya. Kali ini Resti bergerak bak penyelamat. Gadis itu lah yang banyak berinteraksi dengan Amel sendiri sering mencuri-curi pandang pada Hang yang menatapnya lekat bak hewan buruan sang elang. *Sayang-sayang Qey senang tidaaakkk??? Mana suaranya uy?!! Teriak ciniih
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN