Persiapan pernikahan Bella sudah hampir sembilan puluh persen hampir sempurna. Esok adalah hari besar dan penting bagi keluarga besar Tanuwidjaja untuk menikahkan putri sulung mereka.
Sudah tiga hari Bella cuti dari kantor, karena ayahnya meminta dirinya untuk mempersiapkan mental di hari pernikahannya. Walau bagi Bella sebenarnya hal itu tidak perlu dilakukan karena pernikahan itu hanya sebuah kepura-puraan saja. Namun, tetap saja dia menuruti permintaan ayahnya hanya untuk lebih meyakinkan.
Bella berjalan mondar mandir di dalam kamarnya sambil memegang ponsel. Dia sudah mengirim pesan pada Andreas, mengingatkan pria itu untuk berada di hotel malam ini. Dia tidak mau bila pria itu terlambat dan mengacaukan segalanya.
“Kenapa dia tidak membalas pesanku?” Bella tampak kesal ketika melihat pesan yang dikirimnya hanya dibaca tanpa dibalas oleh pria itu. Satu jam lagi Agisa akan datang menjemputnya untuk menuju ke hotel dan sikap Andreas tiba-tiba saja membuatnya kesal.
Akhirnya Bella memutuskan untuk keluar dari kamarnya dia akan menunggu Agisa di teras rumah. Tanpa sengaja saat turun ke lantai bawah dia berpapasan dengan Indira yang sedang mengobrol bersama Yudistira, adik dari ibu tirinya itu.
“Bella, aku tidak menyangka kamu akan menikah secepat ini." Yudistira menyapa Bella, keponakannya seraya berdiri dari duduknya.
“Apa kabar, Om? Sudah lama sekali kita tidak berjumpa." Bella sedikit berbasa-basi pada pria itu. Walau sebenarnya dia juga sangat antipati terhadap Yudistira, pria yang masih saja melajang diusianya yang ke empat puluh tahun.
Yudistira tampak tersenyum hangat pada Bella, dia sudah melangkah menghampiri gadis itu.
“Yudis,” panggil Indira pada adiknya.
Bella dan Yudistira menoleh ke arah suara panggilan itu. Bella bisa melihat tatapan tidak suka yang dilayangkan oleh Indira terhadap kedekatan Bella dan adiknya.
Karena Bella tidak mau ambil pusing, dia meninggalkan dua orang itu dan kembali melanjutkan langkahnya ke teras rumah.
“Pembicaraan kita belum selesai, Yud, dan ini sudah sangat mendesak sekali.” Indira berbicara pelan seraya menatap tajam adiknya.
Pria bertubuh jangkung itu membuang napas panjang. “Tenang saja, Kak. Aku sudah mencari tahu siapa pria ini, dan anak buahku akan mengurusnya.”
“Jangan sampai gagal, Yud. Jangan biarkan pria itu datang ke hotel.”
Yudistira menganggukkan kepalanya. “Aku paham.”
Indira berharap banyak dari adiknya, karena dia gagal melobi Andreas, itulah mengapa sekarang dia mengambil cara lain untuk mencegah pernikahan Bella terjadi.
Sementara itu di tempat lain, Andreas tampak mengabaikan panggilan dan pesan yang masuk ke ponselnya. Karena pada saat ini dia sedang memperhatikan ibunya yang sedang memasak menu favoritnya, yaitu gulai kepala kakap.
“Ibu bisa datang ke hotel besok untuk melihat kami menikah.”
Rania menggeleng. “Apa tidak terlalu berbahaya, Dre?”
Andreas sangat tahu kekhawatiran ibunya yang kemungkinan masih dikenali oleh pria itu. “Dia pasti sudah lupa dengan wajah ibu.”
“Ibu tidak yakin, Dre. Dia pasti masih bisa mengenali ibu, meski sudah berlalu tiga puluh tahun lamanya.”
Andreas tampak tidak terlalu yakin dengan ucapan Rania, tapi dia juga tidak mau ambil resiko jadi dia tidak ingin memaksa ibunya untuk datang ke hotel besok.
Setelah menikmati makan siang dengan ibunya, Andreas akan kembali ke bengkel untuk bersiap menuju ke hotel. Rania sudah mewanti-wanti putranya untuk berhati-hati dalam melakukan semua rencananya. Dia hanya takut kalau pria itu tahu apa yang direncanakan oleh putranya dan melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan kepada ayahnya dulu.
“Ibu jangan khawatir, Andreas akan baik-baik saja.” Andreas memeluk ibunya, mencoba untuk menenangkannya.
Selang waktu kemudian, Andreas tiba di bengkel. Dia membalas pesan Bella yang tampak sangat kesal padanya karena diabaikan. Andreas tersenyum tipis seraya mengatai Bella dengan sebutan gadis kaya yang manja. Kemudian dia menghubungi Bella dan berbicara cepat.
“Aku akan segera ke sana. Sampai ketemu nanti."
Tanpa menunggu balasan dari gadis itu, Andreas segera memutuskan sambungan teleponnya. Dia memang sengaja ingin membuat gadis itu kesal padanya. Sedikit menggodanya mungkin.
Ketika selesai dengan keperluannya sore itu, Andreas berpamitan pada kepala bengkel. Dia memang tidak mengatakan apapun karena pernikahan itu tidak begitu penting untuknya. Andreas sudah berada di dalam mobilnya dan hendak berangkat ke hotel, dia tidak mau membuat Bella semakin kesal padanya.
Saat baru sepuluh meter meninggalkan bengkel sebuah mobil SUV hitam menghadang jalannya.
Andreas tampak terkejut dengan apa yang terjadi di depannya, namun dia berusaha untuk tetap tenang ketika dua orang dari dalam mobil SUV hitam itu turun dan menghampiri mobilnya.
“Keluar sekarang!” Salah seorang dari dua pria itu berteriak seraya menodongkan senjata api ke arahnya.
“Sialan! Siapa mereka?" gumamnya sambil menyelipkan sesuatu ke saku celana jeans-nya.
Tanpa perlawanan, Andreas keluar dari mobilnya daripada dia harus mati sia-sia lebih baik dia menurut saja.
Sebelum dibawa masuk ke mobil SUV hitam itu mereka meninju perutnya dengan sangat keras.
“Sialan!” Andreas melenguh kesakitan pada perutnya yang dihantam tinjuan dari dua pria itu.
Kemudian dua orang tersebut membawa Andreas masuk ke mobil mereka dan membiarkan mobil Andreas begitu saja di jalanan.
***
Sekitar pukul enam pagi, Bella sudah bangun dan dia segera mengecek ponselnya berharap Andreas mengiriminya pesan. Namun, nahas tidak ada satu pesan dan panggilan pun yang masuk dari pria itu. Bella semakin panik luar biasa.
“Gisa, bangun, Gis!" Bella membangunkan Agisa yang memang menemaninya tidur di kamar hotelnya.
“Ada apa, Bel?” Agisa mengucek matanya. Dia masih sangat mengantuk karena tadi malam mereka mengobrol hingga menunggu kabar dari Andreas.
“Andreas sama sekali tidak memberi kabar." Ini adalah hari pernikahan mereka tepat pada pukul sepuluh pagi nanti acaranya berlangsung. Bella semakin panik menyadari bahwa Andreas sama sekali tidak dapat dihubungi.
Agisa melompat dari kasur dan segera mengambil ponselnya. Dia akan menghubungi seseorang untuk mencari tahu keberadaan Andreas.
“Beberapa menit lagi penata rias akan datang, sebaiknya kamu mandi dulu. Aku akan mencari bantuan seseorang yang kukenal untuk mengecek Andreas," ujar Agisa mencoba menenangkan Bella.
Bella mengangguk saja, meski dia juga sedang sangat panik sekarang.
“Sial, dia kemana, sih?” Agisa tampak kesal seraya sibuk mengutak-atik ponselnya.
Sekitar dua jam kemudian, semua orang sudah berkumpul di ballroom hotel yang sudah didekorasi dengan seindah mungkin untuk acara pernikahan Bella dan Andreas.
Bella dan Agisa masih berada di kamar, mereka masih belum mendengar kabar dari Andreas. Pihak WO pun mengatakan jika Andreas tidak ada di kamarnya.
Bella tampak lemas dan gelisah. Dia sama sekali tidak membayangkan jika hal ini akan terjadi padanya. Seringkali dia memaki kesal pada Andreas yang entah kemana.
Di sebelahnya, Agisa pun tidak bisa tenang, dia ikut cemas mengenai Andreas yang tidak muncul di hari pernikahannya dengan Bella.
Di ballroom, Adrian tampak menunggu kemunculan Bella dari kamarnya.
“Bagaimana dengan Bella dan Andreas? Apa mereka sudah siap?” tanya Pramana pada Adrian.
Kemudian salah seorang petugas WO datang dan membisiki Adrian. Sontak saja wajah Adrian tampak pucat pasi mendengar informasi tersebut.
“Ada apa, Adrian?” Pramana tidak sabaran untuk mendengar apa yang terjadi.
“Andreas tidak ada. Dia tidak datang.” Adrian sedikit tergagap saat mengatakan hal itu pada ayahnya.
Indira dan Maya hanya memperhatikan dua pria itu yang terlihat cemas. Kemudian mereka tersenyum diam-diam. Sepertinya rencana mereka berhasil menyingkirkan calon suami Bella untuk tidak hadir di acara pernikahannya.
“Apa? Tidak mungkin, Adrian. Cepat hubungi siapapun yang mengetahui dia.” Pramana tampak kesal mengetahui kabar tersebut.
“Bella dan Agisa sudah menghubungi semua orang yang dikenalnya dan tidak mendapat informasi apapun tentang Andreas." Adrian terlihat putus asa. “Bella mengatakan jika pernikahannya harus dibatalkan."
Kemudian Indira mendekati suaminya dan ayah mertuanya. “Jika benar, Andreas tidak muncul, sebaiknya batalkan pernikahan ini sebelum terlambat. Masih ada satu jam lagi, kamu masih punya kesempatan. Kamu tidak mau menanggung malu kan?"
Adrian menggeleng.
Indira memegang tangan suaminya. “Adrian, dengarkan aku ....”
Adrian menoleh ke arah ayahnya yang terlihat shock dengan yang terjadi. Kemudian Pramana menganggukkan kepalanya pelan seakan memberi instruksi pada putranya.
Adrian membuang napas panjang dan berjalan ke arah MC. Indira dan Maya terlihat sangat senang dengan apa yang akan dilakukan oleh Adrian.
Saat Adrian akan mengeluarkan suara untuk memberi pengumuman, tiba-tiba saja seseorang muncul ke aula ballroom dengan pakaian yang tampak lusuh.
“Saya tidak terlambat ‘kan?”
Sontak saja semua orang yang ada di sana dibuat terkejut dengan kehadiran orang itu, terutama Indira dan Maya yang tampak sangat shock.
“Ma?" Maya menatap ibunya horor.