Suasana pagi yang lumayan dingin, membuat Amelia menarik selimutnya. Ia melirik ke arah jam dinding dan melihat ada sepasang cicak yang berkejaran.
Suaminya juga masih tidur dan terdengar mendengkur halus.
Pria itu telah bekerja dan dalam waktu singkat ada mobil yang dibawanya pulang.
Dua jam kemudian, suasana rumah sudah mulai ramai. Amelia sibuk mengatur masakan untuk sarapan mereka.
Ia sibuk sendiri dan harus mengejar waktu. Ada hal yang ingin disampaikan pada suaminya mengenai hobinya yang belakangan ini selalu sibuk keluar malam.
Saat akan pergi bekerja, ia menghadangnya. "Nanti sore pulang lebih awal, ya? Ada yang ingin aku beli, temani aku ke supermarket, Mas,"
Arkana tampak cuek saat ia berbicara, tapi jawabannya memberikan tanda bahwa pria itu mendengar permintaannya.
"Bisakan, Mas?"
Ia mencoba untuk mengulangi lagi pertanyaannya. Suaminya mengangguk namun masih terus menatap layar ponselnya.
Setelah suaminya pergi bekerja, Amelia juga sibuk membuka tokonya dan mengerjakan pesanan yang sudah masuk sejak kemarin.
Hari ini banyak yang sudah masuk list pesanan dan harus dikirim. Rey kadang membantunya, tugasnya mengirim dan kadang juga membantunya di toko.
“Rey, kamu tidak ada tugas, kan hari ini?”
Rey yang tengah berada di kamarnya menguap lebar saat ia memanggil via video. “Nggak, Ma. Memangnya ada apa? Ada pesanan lagi?”
“Ya, Sayang. Kamu bisa, kan kesini?”
“Bisa, tapi sebentar, Ma. Si Adel anak mama ini pengin beli es krim, jadi aku harus mengantarnya sebentar,”
“Ok, Sayang. Mama tunggu!”
Dalam sekejap, memang Rey datang dan langsung mengantarkan pesanan buket yang sudah dibuat. Amelia kemudian tinggal menata buket yang tersisa di atas pajangan.
Ia akan tutup toko lebih awal karena ada keperluan. Sudah dari tadi juga dia mengirim pesan pada Arkana suaminya untuk pulang sore ini dan tidak pergi keluar malam.
**
Sore ini, suasana cukup cerah, Amelia pulang ke rumah dengan hati yang riang. Suasananya cukup menyenangkan karena suaminya juga pulang lebih awal.
“Kita ke supermarket sekarang?” tanyanya.
“Aku mandi dulu, Mas,”
“Ok, aku juga mau mandi, kita mandi bersama saja,” ujar suaminya sambil melepas dasi yang dipakainya.
Rey sedang duduk dengan Adelia saat dia pulang dan menyapa keduanya. Satu jam kemudian mereka pergi ke supermarket.
Rencananya, Amelia akan membeli beberapa kebutuhan rumah tangga dan juga bahan makanan pokok.
Ia selalu menyediakan semuanya setelah tinggal bersama ibunya. Dari usaha yang sudah dijalaninya, kini ia bisa sedikit demi sedikit membantu perekonomian ibunya.
“Mas, apa kabar mamah? Aku kok kepikiran mamah terus, ya?”
“Aku nggak pernah dapat kabar apapun, entah dimana sekarang mereka berada. Apa kamu yakin mamah baik-baik saja saat pindah?”
“Kurang tahu, mungkin kita harus cari tahu melalui kerabat mamah yang tersisa,”
Arkana diam saja, Amelia tahu suaminya enggan membicarakan tentang adik mamanya. Tante Fani yang memang masih kerabat mamanya dan sekaligus mama dari Farhan.
Ah … jika ingat pria itu, dia menjadi sangat membencinya. Makanya, tak sekalipun suaminya pernah membicarakan tentang keluarga pria itu.
“Mas, kita bawakan anak-anak roti bakar, ya? Aku lapar dan ingin makan roti bakar,”
“Hem, yahhh belilah, aku disini saja,”
Amelia mengangguk dan keluar dari mobil saat mereka berhenti di depan sebuah toko roti bakar.
Amelia memesan dua porsi dan setelah olahannya jadi, dia langsung masuk ke mobil tapi sayup-sayup terdengar suaminya sedang menelepon seseorang.
Arkana tengah tertawa cukup renyah saat berbicara, entah dengan siapa pria itu bicara tapi sepertinya cukup seru dan menyenangkan.
“Mas …”
Ia membuka pintu mobil dan Arkana tiba-tiba terhenyak kaget melihat dia datang dan langsung mematikan panggilannya.
"Mel!"
"Kenapa, Mas? Kok kaget gitu?"
Amelia terlihat cuek karena ia cukup lelah setelah berkeliling mencari barang-barang. Ia mendapat banyak barang hari ini dan beberapa jenis makanan yang dijual disamping toko roti bakar tadi.
"Kamu kok gelisah begitu, apa tadi cukup mengganggu, Mas?"
"Mengganggu gimana, Mel? Aku nggak ngerti,"
Amelia diam saja, ia melirik ke arah suaminya yang terlihat gugup. Ada sesuatu yang aneh yang ia ingin tanyakan pada pria itu. Suaminya seperti sedang menyembunyikan sesuatu.
"Mas,"
Amelia menyentuh tangannya, berusaha tersenyum dan memahami kegugupannya.
"Setiap kamu telepon seseorang, kok seperti gugup saat aku masuk. Memangnya, siapa yang kamu hubungi?"
Ia menelisik wajah suaminya yang tengah menyetir. Wajahnya yang tampan memang cukup mengkhawatirkan. Ia takut ada wanita yang hendak merebut cintanya.
Tapi ia yakin suaminya adalah pria yang setia dan selalu menjaga cintanya. Tapi ... ia ingat belakangan ini banyak berita dari orang-orang yang terlihat baik di luar ternyata dalamnya menyimpan sesuatu yang cukup mengejutkan.
Berita tentang perselingkuhan menyebabkan lahirnya seorang anak, kadang membuatnya menjadi merasa was-was.
Maraknya wanita yang lemah dalam perekonomian, lalu mengabaikan rasa malunya hingga membuat aibnya terbongkar meski belum tahu kebenarannya.
"Kamu kenapa sih kok tanya seperti itu?"
"Aku cuma heran saja, boleh kan aku tahu siapa yang kamu hubungi?"
Arkana diam saja dan terus menyetir tanpa menjawab pertanyaannya. Amelia tahu pertanyaan yang ia ajukan cukup sederhana namun suaminya seperti sulit untuk menjawabnya.