Bab 4

1182 Kata
Bab 4 Aku tidak ingat apa kesalahanku sehingga dia membenciku dengan begitu besarnya. *** Aku melangkahkan kakiku setelah selesai dengan urusan hatiku yang tercabik-cabik. Di hadapanku ada dua orang yang tengah menatap ku dengan panik. Aku tersenyum miris. Kenapa harus panik toh aku mendengar semuanya dengan jelas. "Maaf baru bangun, aku siapkan makanan dulu." "Kamu bukan pembantu Ra." Caca menyaut ucapanku. "Biarkan saja dia, seharusnya dia sadar diri berada dimana. Bukan malah bangun siang! Numpang kok gak tahu diri." Suara itu membuat jantungku semakin ditusuk-tusuk. Beruntung aku membelakangi mereka, jadi mereka tidak tahu apa yang tengah aku rasakan. Perasaan teramat menyedihkan. "Maaf, saya akan lebih tahu diri lagi." "Kak Rafael apaan si!" Caca memarahi sosok bernama Rafael itu. Nama yang tidak asing untuk aku dengar dan membuat aku penasaran siapa dia di masa lalu. "Ra, jangan dengerin Kak Rafael ya. Kamu gak usah melakukan apapun disini. Ingat aja tujuan kamu kesini." Ingat tujuan kamu kesini. Ya, aku harus ingat dan hentikan pikiran buruk ini. Toh aku tidak akan lama. Empat tahun cukup bagiku menyelesaikan semuanya. "Silakan dimakan." Selesai memasak aku menyajikan semuanya dihadapan mereka. Duduk di samping Caca menikmati sarapan pagi ini dalam diam. Sampai suara Caca mengingatkan aku akan janji yang harus aku temui. "Nanti langsung ke sana atau bahas kontrak dulu?" "Hampir lupa. Mungkin bahas kontrak dan segala macamnya." Jawabku sambil menyesap coklat panas yang ku buat tadi. "Kalau gitu, kak Rafael bisa kan antar kita?" Tanya Caca penuh harap. "Tidak usah Ca, lebih baik kita naik taksi saja." Jawabku membuat pria itu menatapku dengan tajam. Aku tidak tahu apalagi yang salah denganku. Rasanya apa yang aku lakukan selalu saja salah dimatanya. "Bersiap saja. Kakak antar!" Aku menatapnya dengan serius. Apakah orang bernama Rafael ini benar-benar akan mengantar kami? Atau.. "Buang pikiran burukmu! Selagi saya berbaik hati nikmati saja. Dan jangan kepedan, karena saya tetap membenci keberadaan kamu disini!" "Ya kalau gak mau liat Raisa kan Kakak bisa pergi. Lagian Kakak gak ada urusan disini." Sindir Caca. "Ada atau tidak bukan urusanmu!" Aku melihat Rafael bangkit dari duduknya dan masuk ke dalam kamarnya yang berdekatan denganku. "Beresin ini dulu deh. Baru kita jalan." Daripada memikirkan Rafael lebih baik aku membersihkan semua ini. Toh waktu akan menjawab semuanya bukan? *** Sekarang disinilah kami berada. Di sebuah kotak besi yang melaju cepat membawa kami ke lantai dasar. Tak banyak yang aku dan Caca bicarakan. Hanya seputar kuliah dan pemotreran. Sedangkan Rafael asik dengan ponsel pintarnya. "Ra, kalau brand pakaian dalam narik kamu gimana?" Pertanyaan Caca saat kami memasuki mobil membuat aku terdiam sedangkan Rafael yang duduk di sampingku tersedak membuat aku spontan memberikan botol minum yang memang aku bawa tadi. "Thanks." "Urwell." "Victoria ya? Lihat nanti aja deh Ca. Kita kan gak pernah tahu kedepan itu gimana. Bisa jadi hari ini aku menolak keras tapi nanti? Jadi lebih di bawa enjoy aja lah. Toh kontrak yang sekarang ini masih gak berhubungan dengannya." "Jalan Kak, keburu kesiangan nanti." Celetuk Caca membuat aku tidak sengaja menoleh ke arah Rafael. "Bawel." Perjalanan hari ini terisi dengan kesepian yang ada. Pasalnya tidak ada lagu atau perbincangan yang terjadi di dalam mobil. Bahkan Caca saja yang ingin menyalakan musik di marahi oleh Rafael. Kehidupan apa yang di jalani pria di sampingku sehingga semua terlihat sangat kaku? "Akhirnya sampe! Muak juga berada dalam mobil yang sepi bak kuburan." Celetuk Caca. "Ah! Kakak pulang aja. Kita akan naik taksi nanti. Yuk Ra!" Caca keluar lebih dulu dan barulah aku keluar menyusulnya. "Terima kasih," Ucapku kala aku menutup pintu mobilnya dan membiarkan pria itu terdiam di sana dengan pikirannya. "Kakak ikut kalian!" Seruan di belakangku membuat aku dan Caca menghentikan langkah kami. Rafael berjalan ke arah kami dengan wajah sedikit kesal. Sedangkan Caca memamerkan wajah penuh kemenangan. Entah apa yang terjadi sebelumnya sehingga Caca bisa menarik sosok ini keluar dari mobilnya. "Gengsi doang di gedein. Malu sama umur." "Berisik!" Melihat Caca dan Rafael bercanda dengan riang membuat aku rindu kakakku. Rindu Kak Rian yang jauh disana. Brukkkk.... Tubuhku tersenggol seseorang. Aku tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya karena yang kurasakan bukanlah ubin yang dingin melainkan sesuatu yang empuk. "Bangun!" Perintah itu membuat alam sadarku kembali. Ternyata aku terjatuh diatas tubuh Rafael. Caca yang berdiri tidak jauh dari kami hanya sibuk dengan ponselnya sambil cekikikan entah karena apa. Menyebalkan! "Terima kasih!" Aku membalas tidak kalah ketus. Lelah juga berbaik hati dengannya. "Raisa Stevano! Selamat datang di New York." Seorang Pria yang aku temui beberapa kali ini menyambut dengan hangat. Dia pemilik Brand yang akan aku gunakan nanti. David Anderson. Itulah namanya. Seorang Desainer yang bekerja di naungan Ar-Rasyid Corp. "Don't touch her." Aku melihat Rafael menarikku kedalam pelukanya, sebelum David yang melakukannya. "Slow down Brother! Aku cuma mau memeluk gadis sexy itu." Ledek David membuat Rafael mendengus. Jujur aku bisa mendengar detak jantung Rafael yang sangat kencang, apa mungkin dia akan marah lagi? "Go away!" Usir Rafael membuat aku menatap bingung ke arahnya. Apalagi masalah dengan pria ini. Dari pagi dia selalu mencari masalah. "Cih.. Baiklah Raisa lebih baik kamu langsung coba pakaian di sana. Masalah kontrak kita bisa bicarakan menyusul." "Maaf Tuan David, tapi kedatangan saya untuk membahas kontrak terlebih dahulu." Jawabku dengan tegas. Karena aku tidak mau dia semena-mena denganku. Ya walaupun aku tahu dia masih anak buah kerabat keluarga ku. Tetap saja aku tidak mau terjebak olehnya! "Baiklah-baiklah! Kalian memang pasangan tidak asik! Duduk dulu aku akan siapkan berkasnya." David meningglakan kami bertiga di ruangannya. "Berapa lama kamu kerja sama dengannya?" Pertanyaan Rafael membuat aku menatapnya serius. "Untuk apa kamu tahu?" "Hahaha.. Benar sekali! Untuk apa Kakak tahu? Kakak bukan siapa-siapa Raisa! Jangan sok ingin tahu dan mengaturnya." "Ak--" "Ini kontraknya silakan di baca terlebih dahulu. Setelah itu kita mulai pemotretan." Jelas David. "Hari ini juga?" Tanya Caca. "Heem..." Aku dan Caca membaca dengan teliti isi perjanjian di depan kami. Sampai mata kami berdua saling pandang. "Apa maksudnya dengan 'pihak kedua harus menerima kondisi mendesak apapun yang terjadi di dalam kerja sama' bisa kah anda jelaskan?" Tanyaku serius. "Ouh itu, biasanya jika ada insiden tak terduga. Misalnya model A tidak ada job di saat model B tengah mengalami insiden. Jadi mau tidak mau model tersebut harus menggantikannya. Mengerti?" Tanyanya dan ku balas dengan anggukan. "Okay! Tanda tangan Ra!" Paksa David membuat aku sedikit curiga, di tambah lagi dengan senyum anehnya. "Ra! Kenapa bengong? Tanda tangan." Ucap Caca. Sehingga penyesalan datang, karena Saat dimana aku harus berganti pakaian dengan satu set pakaian dalam. Sial! Benar-benar bodoh! Seharusnya aku mengingat akan hal ini. "Raisa cepat keluar! Giliran kamu!" Teriak Caca. Aku menarik nafas dan keluar dari bilik tersebut. Entah kenapa hawa panas dan tatapan menusuk aku dapati dari sosok yang tengah berdiri tidak jauh dariku. Dia, Rafael. Sosok yang sangat berpengaruh dalam hatiku. Entah siapa dia di masa lalu. Tapi perlakuannya saat ini membuat aku sedikit takut. "Fokus Raisa!" Teriak David membuat aku mendengus kesal. Lepas pemotretan aku kembali kedalam bilik guna mengganti pakaian. Namun belum sempat aku berganti mata biru setenang laut itu menatapku dengan tatapan tajamnya. Belum sempat aku protes, bibir lembutnya terasa jelas di atas bibirku.  Rasa ini, rasa yang sangat aku kenali. "Siapa kamu sebenarnya?" ********
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN