Bab 5
Hanya sebuah sentuhan kamu sudah meruntuhkanku.
***
Rafael terdiam saat Raisa bertanya siapa dirinya. Ia enggan membahas ini di saat dirinya membutuhkan Raisa. Ia sangat butuh Raisa saat ini.
"Siapapun aku, rasakan saja semuanya." Rafael kembali melanjutkan aksinya. Menyentuh gadis yang selama ini membuatnya kalang kabut. Entah kemana kebenciannya saat ini semua menguar bersama rasa yang tengah ia rasakan.
"Cukup.. aku mohon cukup!" Teriak Raisa membuat Rafael tersadar akan kelakuannya. Dia meninggalkan Raisa yang terdiam dengan air mata yang mengalir deras di pipinya. Sedangkan Caca dan David menatap kepergian Rafael dengan bingung.
"Sepertinya rencana kita tidak berjalan lancar."
"Sialan David! Jika terjadi hal buruk pada Raisa aku tidak segan membakar kantor mu!" Caca langsung berlari kearah ruang ganti, meninggalkan David yang tengah tersenyum bahagia sambil menghubungi seseorang. Seseorang yang sangat amat bahagia mendengar kabar darinya.
***
Kini kedua gadis cantik itu berada di sebuah resturant yang tak jauh dari kantor David berada. Caca yakin sepupu bodohnya itu sudah melukai sahabatnya. Bisa di lihat dari reaksi Raisa yang sedari tadi hanya diam membisu.
"Ra, jangan bengong. Anak ayam tetangga kita aja mati loh."
"Kita gak punya tetangga yang tukang ayam Ca, jangan bodoh deh." Raisa membalas dengan malas.
"Bukannya gak punya, tapi kita aja yang gak tahu. Makanya nanti kita kenalan. Lumayan kan kalau dapat ayam."
"Terserah kamu Ca. Aku mau mesen makanan, mau nitip gak?" Tanya Raisa.
"Ngapain ke depan. Panggil aja pelayannya." Jawab Caca.
"Ouh ya lupa. Aku pikir Starbucks."
Caca hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku Raisa yang tidak sinkron. Mungkin efek dari sepupunya membuat Raisa lupa diri.
"By the way, kamu gak apa kan Ra?"
"It's Okay. Bisa kita lupakan saja?" Raisa memohon pada Caca supaya dia tidak teringat akan kejadian tadi. Raisa tidak tahu apa yang akan ia lakukan pada Rafael nantinya. Yang pasti ia harus mencari tahu sendiri siapa Rafael di masa lalu. Karena Raisa sangat yakin, jika Rafael adalah bagian dari detak jantungnya yang selalu berdebar.
***
Prangggg....
Semua benda yang ada di hadapannya ia lempar begitu saja. Amarah memenuhi relung hatinya. Entah benar atau tidak, karena perasaannya saat ini tengah jatuh pada hal yang sangat ia benci. Sosok yang harusnya ia hancurkan malah membuatnya kalang kabut sekarang.
Dia adalah Rafael Ar-rasyid. Anak bungsu dari pasangan Rafa dan Elena. Rafa Ar-rasyid seorang pengusaha yang sangat sukses di Jerman bahkan bisnisnya sudah terkenal hingga mancanegara. Sedangkan sang istri, dia adalah desainer berbakat yang karyanya patut di acungi jempol. Bahkan keahliannya menurun ke anak pertamanya, Riana Ar-rasyid.
Namun, sejak kecelakaan keduanya, Pria berusia 22 tahun tersebut, harus menanggung beban yang besar. Termasuk permainan takdir yang kembali mempertemukan dia dengan gadis pujaan hatinya.
Prangggggg.....
Rafael melempar gelas yang berada di ditangannya. Ia terus mengumpat dan mencerca apapun yang ada disana. Sentuhan yang ia lakukan pada Raisa membuat pertahanannya goyah. Ia tidak bisa berhenti! Raisa adalah candunya dan tidak menyentuh Raisa sama saja dengan--Arggg... Sial!!!
Prokk... Prok... Prok....
"Rafael-Rafael... Sampai kapan kamu akan membenci Raisa? Semua orang tahu kamu sangat mencintainya. Apa kamu tidak mau menunggu Raisa mengingat semuanya supaya kamu tahu kejelasan dari semua yang terjadi di antara kalian berdua."
"Diamlah David! Raisa tetap pembunuh keluargaku!"
"Kamu yakin dia pembunuh Rafael? Bagaimana jika semuanya salah? Bagaimana jika semua itu hanyalah kamuflase?" Tantang David.
"Kamu tidak tahu apapun, jadi diam saja!" Bentak Rafael.
"Setahuku, disini kamulah yang tidak tahu apapun Rafael! Kebencian kamu sekarang ini, bisa membawa petaka bagimu di kemudian hari. Ingat itu dalam benak kamu." Jelas David dingin. David adalah sahabat Rafael sejak kecil dan ia sangat tahu bagaimana tabiat pria itu dan dia tidak mau jika sahabatnya menyesal karena perbutannya sendiri.
"Membawa petaka atau tidak bukan urusanmu!" Rafael menjawab dengan ketus. Iya, dia yakin semua yang ia lakukan sudah benar.
"Terserah. Jangan menyesal jika apa yang kamu lakukan adalah salah." David meninggalkan Rafael yang tengah tergugu. Dia lebih memilih untuk menenangkan diri daripada harus ikut panas akibat perkataan sahabatnya sendiri. David harap Rafael cepat kembali dan menyadari semuanya sebelum terlambat.
***
Raisa dan Caca kembali ke Apartemen mereka sambil membawa beberapa perlengkapan kampus. Ya, beberapa hari lagi mereka akan disibukkan dengan jadwal kuliah yang sangat padat. Jadi, selama ada kesempatan untuk membeli perlengkapan yang di butuhkan, akan mereka lakukan.
"Akhirnya sampai..."Keluh Caca.
Raisa meletakkan belanjaannya dan pergi ke dapur menyiapkan minuman untuk mereka berdua. Namun siapa sangka jika sosok yang ia hindari malah berada di sana menatapnya dengan dingin.
"Darimana kamu?!"
"Kami belanja kebutuhan kampus. Emm... Maaf saya ingin membuat minuman." Raisa berusaha untuk sopan, namun siapa sangka jika pria itu malah kembali mendekati dirinya. Karena tahu situasi, Raisa memilih menendang tulang kering Rafael dan pergi meninggalkannya.
"Kenapa Ra?" Tanya Caca saat melihat wajah Raisa yang kesal.
"Aku mau langsung istirahat ya Ca, ah! Sorry gak bisa buatkan minum." Raisapun hilang di balik pintu kamarnya. Caca yang penasaran langsung berlari kearah dapur.
"Jadi ini biang keroknya. Ngapain lagi si kak?! Gak cukup buat Raisa shock tadi hah?!" Teriak Caca marah.
"Gak tahu masalahnya diam aja!" Balas Rafael ketus. Ia tidak peduli dengan tatapan sepupunya. Toh ini kehidupannya, hanya dia yang bisa atur sesukanya.
"Sayangnya aku tahu! Lebih baik kakak kembali ke tempat kakak sana. Lagian kehadiran kakak di sini tidak di butuhkan sama sekali! Ah! Satu lagi, jangan lukai seseorang wanita hanya karena kakak tidak tahu siapa dia. Karena bisa jadi keadaan berubah dan kakak menyesal nantinya."
"Tidak ada penyesalan bagi Kakak Ca, karena yang ada hanya kebahagiaan yang akan menanti kakak nantinya." Jawab Rafael angkuh.
"Lakukan apapun sesuka kakak saat ini. Tapi ingat kak, kakak punya Kak Riana dan adik perempuan. Bagaimana jika aku yang ada di posisi Raisa? Atau Kak Riana? Pikirkan baik-baik."
"Kakak tidak akan membiarkan kalian terluka. Dan urusan kakak jangan pernah kamu campuri, fokus saja sama tujuan kamu disini." Jawaban Rafael menyinggung Caca.
"Aku gak boleh ikut campur?! Sayangnya aku akan ikut campur kalau kakak kurang ajar seperti tadi!"
Caca pergi meninggalkan Rafael dan memilih untuk berdiam diri didalam kamar. Pasalnya, melihat Rafael membuat Caca harus sabar menahan diri untuk tidak menampar wajah tampannya. Bagaimana tidak, kakaknya terang-terangan kurang ajar pada Raisa. Dan ia tidak suka itu.
"Aku tidak akan membiarkan siapapun menyakiti kalian. Karena masalahku hanya akan tetap menjadi masalahku dan aku akan lindungi keluargaku sebaik mungkin. Dan untuk kamu Raisa, aku akan buat kehidupan kamu tidak tenang. Aku akan buat kamu membayar semuanya. Semua yang kamu lakukan terhadap keluargaku. Kalau bisa aku akan hancurkan kehidupan kamu seperti kamu menghancurkan kehidupanku." Rafael bertekad, dia akan melakukan apapun untuk membalaskan rasa sakit hatinya.