Setelah perbincangannya mengenai penetral virus, dan keberadaan Sera sebagai putri dari Claudia yang memiliki golden blood, Orkus kini berjalan menghampiri sebuah meja persegi panjang yang diletakkan di tengah-tengah markas rahasia Black Eagle.
“Apa kau sudah menyusun rencana, Sean?” tanya Orkus sembari mendudukkan tubuhnya di atas tempat duduk.
Sean yang masih terfokus pada layar di depannya, nampak berpikir sejenak. Pria itu mengelus dagunya berulang kali, lalu duduk menghadap Orkus.
“Hari ini aku akan menemui Sera,” cetus Sean dengan wajah serius.
“Lalu? Apa rencanamu?” tanya Orkus.
Sean mengambil sebuah super mini microchip sebesar setengah biji beras, berwarna bening, dengan titik merah menyala berkedip pada bagian tengahnya, dari dalam sebuah laci kerja Arthur.
“Apa itu?” tanya Orkus dengan dahi berkerut.
“GPS super mini microchip,” sahut Sean.
Orkus mengambil kotak bening tersebut dari tangan Sean, lalu memperhatikan benda di dalamnya.
“Apa yang kau rencanakan dengan benda ini?” tanya Orkus.
“Aku menanamkan sebuah supermini microphone dalam chip GPS tersebut, dan serangkaian encryption atau persandian kuantum yang dapat menghentikan pembobolan data. Benda itu akan secara otomatis merekam dan menyimpan sebuah data perekaman dalam supermini microchip tersebut,” jelas Arthur.
“Dan rencanaku dengan benda buatan Arthur ini … Aku akan menanamkannya pada tubuh Sera,” lanjut Sean.
“Apa kau sudah gila?” tanya Orkus memekik.
“Aku melakukan ini sebagai penjagaan pada pemilik Golden Blood itu. Aku yakin, Axelo sudah mendengar mengenai hal itu. Dia bukan pria sembarangan, yang akan meniduri seorang wanita hanya untuk mencapai kepuasan. Axelo pasti sedang mengincar sesuatu dari Sera, dengan cara mendekatkan diri pada Jeremy, dengan uang,” jelas Sean.
“Jeremy? Siapa dia?” tanya Frans yang sejak tadi terdiam, akhirnya membuka suara.
“Aku hanya mendengar cerita dari Sera, jika Jeremy adalah mantan kekasihnya,” sahut Sean.
“Jeremy … Jeremy ….” gumam Arthur seraya menekan beberapa kombinasi abjad dan numerik di atas keyboardnya. Tak begitu lama, angka-angka dan abjad berwarna hijau mulai bergerak ke atas dengan cepat pada layar komputernya, lalu ia tekan tombol enter, hingga sebuah foto yang sedang ia cari keluar pada layar besar yang tertanam di dinding.
“Apa dia … Jeremy yang kau maksud?” tanya Arthur.
Sean, Orkus dan Frans mengalihkan pandangan mereka dan fokus pada foto seorang pria dalam layar tersebut. Sean terdiam sejenak, mengingat kembali bagaimana wajah pria yang sempat ditemuinya beberapa hari lalu. Ia memincingkan matanya, menyamakan foto pria pada layar tersebut dengan pria yang ada dalam ingatannya.
“Apa ada foto dari sisi lain?” tanya Sean dengan ragu.
Arthur menekan panah kanan, hingga sebuah foto tampak samping, dengan wajah menoleh ke sisi kiri, kini terpampang pada layar besar di hadapan mereka.
“Ya … dia Jeremy yang aku lihat saat itu sedang menemui Sera, dan pria itu juga terlihat dekat dengan Axelo,” ujar Sean.
Arthur memasukkan kembali serangkaian kombinasi abjad dan numerik pada keyboardnya, hingga tak begitu lama sebuah data lengkap mengenai Jeremy terpampang pada layar di hadapannya.
“Jeremy Brandon, berusia tiga puluh lima tahun, seorang mantan nara pidana dengan kasus pencabulan anak di bawah umur dan penggunaan obat-obatan terlarang. Pria itu baru saja dibebaskan satu tahun yang lalu, dan kembali menjalin hubungannya dengan Sera, tepat setelah keluar dari rutan. Setiap hari, pria itu bermain judi disalah satu kasino kecil di pinggiran kota Roma. Tetapi aku menemukan sebuah kejanggalan,” ujar Arthur. Jari jemari pria itu kembali menari di atas keyboard dengan cepat, hingga ia akhirnya menekan tombol enter, dan sebuah data beserta rekaman cctv kembali terpampang dalam layar besar.
“Axelo mendatangi Jeremy, tepat dua minggu sebelum narapidana itu dibebaskan,” lanjut Arthur.
Sean mengerutkan dahinya, lalu beralih menatap pada Orkus. “Kemarin kau mengatakan padaku, jika Axelo sedang memulai kembali rencana virus nipah. Rencana apa yang kau maksud?” tanya Sean.
Orkus menatap Sean, Arthur dan Frans secara bergantian, lalu duduk dengan tegak.
“Apa ada hubungannya dengan pertemuan Axelo dan Jeremy?” tanya Frans.
“Aku hanya ingin meyakinkan dugaanku,” jawab Sean.
“Kau pasti sudah tahu, jika Axelo pernah hampir berhasil menyebarkan virus nipah, tetapi gagal karena Claudia memilih mundur dari project tersebut saat ia mengalami kegagalan uji klinis. Menurut informasi yang aku dapatkan dari orang-orang kepercayaanku, Axelo memulai kembali pemutasian virus tersebut menjadi lebih ganas dan berbahaya dari virus yang di mutasi oleh Claudia. Tujuan mereka menyebar virus tersebut masih menjadi rahasia, dan yang mengetahuinya hanya Claudia. Wanita itu adalah kunci dari semua rencana jahat Axelo, maka dari itu … Axelo meminta anak buah Red Devil untuk membunuh wanita jenius itu dengan cara membakar rumah yang sedang di tempatinya, dengan tujuan menghilangkan segala bukti yang dimiliki Claudia, beserta berkas hasil penelitian yang dilakukan secara diam-diam oleh wanita itu,” jelas Orkus menjeda penjelasannya. Pria itu menatap dengan serius pada Sean sembari menghela napas. “Dan Axelo akan merealisasikan rencana awalnya, untuk menyebar virus nipah pada setiap penjuru negara Italia,” lanjutnya.
“Ini benar-benar gila! Aku benar-benar tidak habis pikir dengan rencana pria berkepala pelontos itu!” gerutu Frans.
“Apa BranLab sedang memproduksi sebuah obat, atau … vaksin?” tanya Sean penasaran.
Orkus mengedikkan bahunya. “Aku dan Timku sedang menyelidiki itu,” sahutnya.
“Apa mungkin Axelo mengetahui Golden Blood yang dimiliki Sera?” tanya Arthur.
“Itu yang aku pikirkan, Arthur. Sepertinya … Axelo mengetahui sesuatu tentang penetral virus tersebut,” sahut Sean.
“Aku khawatir, Axelo akan melakukan hal yang membahayakan nyawa Sera. Menurut dunia medis, pemilik jenis darah Rh-Null harus sangat berhati-hati, dan tidak bisa kehilangan banyak darah. Golden Blood memang sangat penting untuk transfusi, tetapi juga sangat berbahaya bagi pemiliknya, karena Rh-Null tidak bisa menerima transfusi dari golongan darah dengan Rhesus lain. Pemilik Rh-Null harus sangat menjaga diri, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, yang mengakibatkan dirinya harus kehilangan banyak darah. Mereka bahkan sangat rentan terkena penyakit anemia hemolitik. Yang aku khawatirkan saat ini, Axelo mengetahui tentang penetral virus tersebut, dan memanfaatkan darah Sera untuk mencapai tujuannya,” sahut Frans.
“Maka dari itu, aku harus segera menanamkan supermini microchip ini pada wanita itu. Kita tidak bisa memprediksi, kapan Axelo dan Red Devil mulai bergerak dan memulai rencana mereka,” ujar Sean seraya bangkit dari posisinya sembari memasukkan kotak kecil berisi supermini microchip ke dalam saku jasnya.
Frans, Arthur dan juga Orkus seketika menatap pada Sean dengan tatapan menyelidik.
“Kau akan pergi?” tanya Orkus.
“Aku yakin … dia akan menemui wanita itu!” celetuk Frans.
“Wanita itu? Siapa yang kalian maksud?” tanya Orkus.
“Seravhina!” jawab Frans dan Arthur bersamaan.
“Dia sudah mengenalnya?” tanya Orkus sembari menunjuk pada Sean, dengan mata menatap pada Arthur dan Frans bergantian.
“Sejak kemarin … pria menyebalkan ini menyebutkan nama Sera berulang kali, hingga nama itu terus terngiang di telingaku,” sahut Arthur.
Sean yang mendengar ocehan teman-temannya, hanya mengulas senyuman tipis di wajahnya, lalu mengambil kunci mobil sport miliknya di atas meja.
“Aku akan menjalankan misi. Hentikan pikiran menggelikan kalian,” ujar Sean seraya berjalan pergi keluar dari markas rahasianya.
***