Pergi keperpus adalah hal yang sering Vanna lakukan ketika ia bosan dikelas saat guru mata pelajaran berhalangan. Ia kesini bukan untuk membaca buku yang berada diperpus, melainkan untuk membaca novel baru yang tak sempat ia baca. Jika seseorang yang masuk kedalam kamarnya, satu hal yang langsung disuguhi adalah novel yang sangat banyak. Baik ia simpan di rak buku, maupun dimeja belajar.
Saat sedang asik menjelajahi dunia khayalan, seseorang duduk disampingnya membuatnya mau tak mau harus menoleh.
"Gue boleh duduk disini?" Tanya orang tersebut ke Vanna.
Vanna menaikan satu alisnya lalu mengangguk dan kembali membaca novelnya.
"Lagi baca apa?"
"Novel."
"Oh, lo suka baca novel?"
"Hm."
"Oh, btw gue Arka. Lo?"
Vanna menoleh lalu menatap uluran tangan cowok yang menyebutkan namanya Arka. Vanna tersenyum tipis, anpa membalas uluran tangan itu. "Vanna."
Arka tersenyum tipis dan mengetahui jika gadis disampingnya ini tak mau membalas jabatan tangannya dan langsung digunakannya untuk menopang dagunya. "Lo sering ke sini?"
"Jarang. Paling kalo kelas ribut." Arka mengangguk.
Vanna menoleh untuk menatap Arka "Gue jarang liat lo di sekolah. Anak baru?"
Pemuda itu terkekeh lalu menggeleng "Gak kok. Gue bukan anak baru. Guenya aja yang gak populer."
"Kelas berapa?"
"XI-IPA 3"
"Satu angkatan dong kita."
"Ya, bisa dibilang begitu."
Arka mengambil ponselnya lalu menjulurkannya ke Vanna "Gue boleh minta ID LINE lo?"
"Lain kali aja ya?"
Cowok itu mengangguk.
Vanna menatap arlojinya. "Mungkin gue harus balik ke kelas. Bye." Katanya dan beranjak pergi dari perpus.
°°°
"Dari mana aja lo Van?"
"Kok gak ajak kita sih?"
"Yang lo lakuin ke kami itu jahat."
"Bener!"
Vanna memutar bola matanya malas. Baru saja ia meninggalkan kelas satu jam tanpa mengajak sahabat-sahabatnya ini sudah langsung disuguhi dengan omelan-omelan tak berfaedah dari mereka.
"Kalian bisa diam gak sih? Gue cuman pergi ke perpus bentar doang kok kalian rempong amat sih. Dasar."
"Kita kan khawatir nanti lo nyasar, atau lo diculik dimana? Kan lo sahabat kesayangan kami." Ucap Nadya sambil memeluk Vanna diikuti Lena.
"Kok kalian jadi dramatis gini sih? Alay banget dah. Emang gue anak kecil apa harus ditemanin mulu."
Nadya dan Lena melepaskan pelukan mereka dan tersenyum lebar "Gimana akting gue dan Lena? Keren gak?"
"Hah?"
"Sekolah akan adakan pentas seni gitu lho. Dan salah satunya adalah drama. Gue pengen ikut. Seru deh kayaknya." Seru Lena semangat.
"Jadi yang tadi itu kalian akting?"
"Yap." Nadya dan Lena mengangguk bersamaan.
Vanna mendengus "Emang pensi-nya ada apa aja?"
Lena berpikir "Yang gue baca di mading sih nyanyi, drama, paduan suara, modern dance, baca puisi dan lain-lain. Menjelang ultah sekolah." Jelas Lena.
"Gue gak minat."
"Ikut dong Na. Mungkin aja lo nanti di drama dapet pemeran utama gitu? Kan keren." Bujuk Nadya.
"Gue gak berbakat digituan. Apa lagi akting. Jangan harap gue bisa kek gituan." Kata Vanna sambil membuka novel miliknya.
"Gak ada yang gak bisa Vanna. Lo bisa berimajinasi lewat novel, dan kalo lo akting, lo tinggal menghayati diri lo sebagai cewek yang berada di cerita itu. Biasanya juga kan lo yang paling menghayati kalo baca novel." Nadya tak putus asa untuk membujuk Vanna. Ia berharap Vanna yang akan menjadi pemeran utamanya, karena itu yang sudah direncanakan mereka.
"Tapi ini beda Nad. Kalo gue berimajinasi lewat novel kan otak gue yang bermain, bukan badan gue yang harus ngikutin gimana alur ceritanya. Akting itu beda sama menghayal. Menghayal pake otak, sedangkan akting pake tubuh dan mulut untuk berkata-kata, ditambah ekspresi wajah. Gue gak bisa sama sekali!" Kata Vanna yang terus beralasan.
"Masa lo gak mau mengisi keinginan sahabat lo sih Van? Kita berdua juga ikut kok."
Kata-kata Lena membuat Vanna terdiam. Sebegitu gigihnya mereka untuk membujuk Vanna yang notabennya malas untuk mengikuti kegiatan-kegiatan seperti itu.
Dengan berat hati, Vanna mengangguk. Melihat itu, Nadya dan Lena bertos ria sambil berjoget tak jelas.
"Castingnya dimulai lusa. Kita bertiga kesana sama-sama sepulang sekolah."
Vanna menaikan satu alisnya "Emang nanti dimana tempatnya?"
"Di sekolah kita. Diruang teater." Jawab Lena.
"Oh."
"Gue pergi ke toilet dulu ya."
"Buat apa Nad?" Tanya Vanna.
"Biasa. Panggilan alam." Setelah berkata seperti itu, Nadya menarik Lena langsung pergi ke toilet wanita.
Sesampainya di toilet, Nadya mengambil ponselnya.
"Gue udah berhasil bujuk Vanna."
"...."
"Tenang aja. Gue jamin dia gak bakalan lari kok. Dia hebat akting pokoknya."
"Yup. Gue tutup teleponnya."
Nadya dan Lena tersenyum lalu bertos ria disana.
°°°
Sekarang, seperti biasa. Mereka pergi ke kantin untuk mengisi perut mereka yang sudah meminta jatah. Dan seperti biasa, kantin ramai dengan semua pelajar SMA Pelita yang juga ingin mengisi perut mereka.
Mata Lena menangkap meja kantin yang masih kosong dan menarik Vanna berserta Nadya mendekati tempat tersebut.
"Hari ini gue teraktir. Pesan apa lo pada?"
"Gue yang simpel-simpel aja. Nasi goreng dan es teh." Kata Vanna.
"Gue juga." Tambah Nadya.
Lena mengangguk dan pergi dari sana.
Vanna menatap Nadya "Nad. Lo kan kenal semua orang yah. Lo tau gak yang namanya Arka?"
"Arka? Arka yang maㅡ ah dia? Kenapa?" Tanya Nadya sambil menatap Vanna penuh selidik.
"Gak kok. Gue penasaran aja. Kok dia gak pernah kelihatan disekolah."
"Dia emang gitu. Gue aja gak tau. Dia orangnya dingin, cuek, kayaknya sih anti sosial. Eh ada temannya juga sih, namanya Azi, Zaki dan Kevin. Dia juga pendiam, tapi dia terkenal loh disekolah. Banyak fans nya. Dan yang gue tau dia jarang ke kantin dan dia sering ke perpus. Emang kenapa? Lo pernah ketemu dia?"
Vanna mengangguk "Pernah."
Mungkin dia yang main basket waktu itu? Dasar. Cepet banget sih gue lupa. Batin Vanna.
Nadya melebarkan matanya "Beneran? Terus gimana?"
"B aja."
Tepat saat Vanna mengatakan itu, Lena datang berserta makanan mereka.