Ferrin duduk di tepi ranjangnya, lampu kamar hanya menyala redup. Di tangan kanannya, cangkir kopi yang sejak tadi tak disentuh mulai mendingin. Pikirannya melayang kembali pada wajah Grisel—tatapan matanya yang kosong tapi sarat dengan emosi saat menyebut “panti asuhan”. Kata itu kini berputar di kepalanya tanpa henti. “Panti asuhan ya…,” gumamnya pelan. “Apa aku perlu memeriksa semua panti asuhan di kota ini? Mungkin saja aku akan menemukan sesuatu tentang Grisel.” Meski sudah di rumah, pikirannya masih tertaut pada pasien istimewanya itu. Rasa penasaran bercampur iba membuatnya tak bisa tenang. Ia tahu, sebagai dokter, ia tak seharusnya terlibat terlalu dalam urusan pribadi pasien, tapi ada sesuatu tentang Grisel yang membuatnya sulit menjaga jarak. Tanpa berpikir panjang, Ferrin men

