Bab 8. Menantu Ideal

1092 Kata
Diamnya Davina dan bagaimana Noah berusaha mencari perhatian, membuat Laura mulai curiga. Merasa ada sesuatu yang mereka berdua sembunyikan. Laura adalah pengamat handal, profesinya di dunia hiburan membuatnya bisa dengan mudah mengamati perubahan ekspresi seseorang baik yang ditunjukkan secara langsung maupun sembunyi-sembunyi. “Aku mau pulang duluan, ya? Ayah nunggu di rumah nih,” tanpa menghabiskan makanannya, Davina beranjak dari tempat duduknya. “Kenapa buru-buru sih, Kak? Katanya lapar, seharian nggak makan gara-gara ketemu manusia rese.” Noah tersenyum saat mendengarnya, menoleh singkat ke arah Davina yang justru terlihat enggan menoleh ke arahnya. “Mau makan di rumah bareng ayah, aku duluan ya?” pamitnya pada Laura. “Oke, hati-hati ya?” Davina hanya mengangkat satu tangannya sebagai jawaban, karena ia datang bersama Laura, sementara wanita itu masih bersama Noah, ia pun memutuskan untuk menggunakan taksi online saja. Davina tidak berbohong saat mengatakan ayahnya sudah menunggu di rumah, sebab Edo memang sudah ada disana dan menunggu pulang. Kini hanya tinggal Laura dan Noah berdua, untuk beberapa saat keduanya sama-sama terdiam, menikmati makanan yang sebenarnya sudah tidak lagi menarik bagi Noah maupun Laura. “Jadi, bagaimana menurutmu?” tanya Laura, tanpa basa-basi. “Apakah menurutmu kita cocok?” Noah menoleh, tersenyum samar dan meneguk minumannya terlebih dulu sebelum menjawab. “Aku rasa kita nggak cocok, benarkan?” Noah menyandarkan punggungnya, menatap ke arah Laura. Bukan tatapan kagum, seperti yang dilakukannya pada Davina tadi, tapi seperti tatapan tanpa minat. “Belum dicoba, udah bilang nggak cocok.” balas Laura dengan senyum. “Jadi, butuh percobaan untuk yakin bahwa kita cocok? Atau jangan-jangan kamu memang sering menggunakan metode itu untuk setiap lelaki yang hendak mendekatimu?” Laura berdecak, “Tentu saja tidak. Kamu pasti sudah tahu siapa aku, kan? Tidak semua lelaki bisa mendekatiku.” Noah menganggukkan kepalanya, “Benar, kamu artis terkenal. Pasti setiap keputusan yang kamu ambil berdasarkan iklan, penghasilan dan persetujuan.” Noah tersenyum samar. “Tapi, aku rasa hubungan ini terlalu beresiko untukmu. Aku tidak termasuk dalam kategori ideal, untuk kekasih seorang selebriti terkenal. Aku terlalu biasa,” Setiap kata yang terucap dari bibirnya seolah menunjukkan bahwa terdapat perbedaan status yang tidak dapat diselaraskan, tapi bukan itu yang dimaksud Noah, melainkan ia ingin menunjukkan bahwa profesi yang digeluti Laura saat ini adalah profesi yang sangat tidak disukainya. “Siapa bilang? Aku memiliki penggemar yang cukup fanatik, tapi mereka selalu mendukung setiap keputusan yang kupilih, termasuk masalah pasangan. Aku rasa meren tidak akan keberatan dengan hubungan kita, kamu dan aku ada di satu titik yang sama dan setara.” Laura tersenyum penuh arti, “Lagipula, hubungan kita sudah direstui kedua belah pihak, bukankah itu hal yang paling penting?” “Aku sedikit curiga, mengapa keluargamu justru menjodohkanmu padaku, padahal ada kakakmu yang jauh lebih pantas.” Noah mengusap bibir dengan tisu, “Apapun alasannya, aku harus tahu. Sebab dalam tradisi keluarga, akan lebih baik jika menikah sesuai urutan usianya, benar bukan?” Noah beranjak dari tempat duduknya, “Aku sudah kenyang, sampai ketemu di lain waktu.” Lelaki itu melambaikan tangannya ke arah Laura, yang tengah menahan amarah. Noah menolaknya, bahkan setelah Laura menurunkan ego yang ada dalam dirinya. Lelaki itu benar-benar menunjukkannya, bahwa Laura tidak diinginkannya dan dengan terang-terangan Noah pun menyebut, Davina lah yang lebih pantas. Perasaan liar itu kembali muncul dalam hatinya, saat ia merasa dirinya tersaingi oleh seseorang yang memiliki ikatan darah dengannya. Perasaan yang begitu mengerikan, tumbuh begitu liar dalam hati setelah bertahun-tahun lamanya ia menahannya dan berusaha untuk tidak lepas kendali. “Kenapa Davina? Kenapa selalu Davina.” Laura mengepalkan kedua tangannya, menahan gejolak amarah yang mulai membakar hati. Berusaha menjadi yang terbaik dari Davina, itulah konsep hidup yang dijalaninya selama ini. Mencari perhatian dari banyak orang yang tidak memiliki hubungan keluarga, atau kerabat dengannya, dan Laura berhasil melakukan itu dengan menjadi salah satu artis ternama ibu kota. Dibandingkan Davina, siapa yang tidak mengenal Laura di negeri ini, bahkan nyaris separuh penduduk negeri ini mengenali sosoknya. Semua itu dilakukan untuk menunjukkan pada semua orang bahwa ia bisa mencari perhatian dan kasih sayang tidak hanya dari lingkungan keluarga tapi dari orang lain, dimana Laura merasa keluarganya tidak peduli dan pilih kasih, terutama sang ayah, namun setelah pencapaian besar yang dilakukannya, tidak lantas membuat hatinya merasa puas. Laura justru merasa Davina selalu unggul dari dirinya, bahkan saat ini, saat Oma mengatur perjodohan untuknya tapi Noah justru terlihat lebih tertarik pada Davina. “Kali ini, aku tidak akan mengalah lagi! Aku akan mendapati Noah, dia milikku.” keinginan untuk bersaing kembali hadir dalam dirinya, bahkan ia akan lebih berusaha mendapatkan perhatian Noah, sebab dari pertama pun lelaki itu memang dijodohkan untuknya, bukan untuk Davina. *** “Bilangnya udah makan, tapi kelaparan gitu?” Edo menatap takjub pada Davina, saat ia menikmati makanan dengan begitu lahap. “Nggak habis makanannya, keburu pacar Laura datang.” balasnya dengan pipi menggembung, penuh makanan. “Apa hubungannya makanan nggak habis dan pacar Laura.” Davina menghela, “Ayah nggak tahu aja, pacarnya Laura itu rese dan nyebelin, aku nggak suka sama dia.” “Alasannya?” Edo melipat kedua tangannya di meja, menatap ke arah Davina dengan tatapan antusias. “Karena dia udah bikin Oma salah paham, di hari pertemuan itu. Aku nggak suka saat dia bersikap sok akrab, bahkan panggil-panggil nama gitu aja, padahal kami baru pertama kali bertemu.” kesalnya. “Dia itu calon suami Laura, tapi dia selalu ganggu aku. Sebel banget!” Davina menoleh ke arah Edo, “Kenapa ayah malah merasa sih?! Calon menantu ayah itu nyebelin dan bisa saja menimbulkan fitnah antara aku dan Oma, coba kasih tau dia, jangan bikin hubungan aku dan Oma makin jauh deh!” Edo terkekeh, “Dia suka kamu.” “Nggak lah!” Davina mengelak.. “Kayak nggak ada lelaki lain aja, suka sama satu lelaki yang sama.” Davina menatap serius ke arah Edo “Aku bukan Ibu Tiara dan Ibu Rima ya,,, ngerebutin satu laki-laki yang sama yang,,” Davina menatap Edo dengan tatapan menilai. “Yang nggak banget,” “Menurutmu Ayah ini nggak banget? Ayah lebih keren dari cowok itu. Ayah keren, macho dan pekerjaan keras, nggak kaya si Noah itu, kelihatan banget brandalannya.” “Ayah tahu dia berandalan? Kenapa ayah diem aja saat Oma mau jodohin Lau dan Noah.” “Biarin aja,,” Edo mengangkat kedua bahunya. “Itu pilihan Oma dan Laura juga pasti menolak. Mana mau Laura sama lelaki model begitu, lagipula ayah sudah punya standar calon menantu ideal untuk dua putri ayah dan Noah nggak termasuk dalam kriteria ideal. Kamu dan Laura dilarang keras jatuh cinta sama dia, oke?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN