Belum sempat mencerna segala hal, ponsel Arya bergetar kencang di atas nakas. Saat layar menampilkan nama sang ibu, dadanya serasa disambar petir. Tanpa ragu, ia mengangkat telepon itu—suara Elisa menyergap telinganya dengan nada tajam dan penuh kemarahan. "Di mana kamu, Arya? Satu jam lagi kita harus berangkat ke luar negeri. Apa kamu mau terus menunda ini?" Omelan itu menggema, menuntut jawaban yang nyaris mustahil untuk Arya ucapkan. Arya menahan napas, suaranya bergetar saat mencoba menjelaskan, "Ma, aku ... aku nggak bermaksud menghindar. Tapi urusanku belum selesai. Aku benar-benar nggak bisa pergi sekarang." "Urusan apa, hah? Apa urusanmu bermain-main dengan wanita lagi? Iya? Sampai kapan, Arya, kamu mau terus jadi playboy yang tidak bertanggung jawab?" Amarah Elisa membakar uju