“Halo, Vei.” Bibir Vei masih terkatup rapat dengan kepala tertunduk. “Ya … Ayah,” jawab Vei dengan suara pelan dan bergetar. “Apa kau sedang bekerja?” Vei tak mengerti apa yang terjadi sampai tiba-tiba ayahnya menghubunginya. Ada rasa sakit di ulu hati yang tak dapat terucap teringat kejahatan yang ayahnya lakukan pada ibunya. Tapi, ia tidak akan mengatakan pada ayahnya bahwa ia telah tahu semuanya. “Ya. Sebentar lagi jam kerjaku dimulai.” “Kalau begitu langsung saja. Ayah akan merayakan ulang tahun ayah akhir pekan ini. Apa kau bisa datang?” Vei terdiam sejenak kemudian menjawab, “Bukankah ayah sudah tidak menganggapku sebagai anak lagi? Kenapa tiba-tiba mengundangku?” “Ayah minta maaf mengenai hal itu. Setelah berpikir ayah semakin tua, ayah merasa bersalah padamu. Tapi, ji