“Bagaimana bisa Papa menuduh Mama seperti itu?” ucap Kiara dengan bibir gemetar. “Selama ini Mama bukan perempuan yang suka macam-macam. Nggak pernah keluar rumah kalau nggak ada perlu penting. Sibuk mengasuh dan mencari uang untukku. Kenapa Papa tega menuduh Mama seperti ituu? Meragukan kehadiranku? Menganggapku anak haram? Itukah yang membuat sikap Papa berbeda saat memperlakukanku dan Yoel? Karena menganggapku anak hasil selingkuhan? KENAPA KITA NGGAK TES DNA SAJA, PAA! AYO, KE RUMAH SAKIT SEKARANG!” Teriakan Kiara terdengar keras di taman yang sepi. Meski diucapkan dengan bibir gemetar menahan tangis tapi ada ketegasan dalam kata-katanya. Ia tidak percaya kalau sang papa yang dihormatinya ternyata meragukan sang mama. Padahal selama ini mamanya berjuang membesarkannya seorang diri.