Emilio mengusap lembut wajah dan bibir Kiara. Menyukai desahan Iembut yang keluar dari bibir Kiara setiap kali mereka berciuman. Terdengar begitu feminin dan menggoda. Ia tersenyum, mengecup bibir yang kemerahan sekali Iagi. “Kamu mahir ciuman sekarang,” bisiknya. Kiara tertawa lirih. “Siapa dulu yang mengajari. Pak, lipstik saya pindah ke bibirmu.” “Ka|au begitu kamu harus menghapusnya.” Emilio kembali melumat bibir Kiara, kali ini lebih dalam, lebih panas, dan membuat napas terengah. Ia membelai punggung Kiara dengan posesif, seolah tidak ingin terpisah. Ia menyukai kemesraan dan kebersamaan ini. Kalau tidak ingat sedang di kantor, ingin rasanya berciuman dengan Kiara sepanjang hari. Saat bibir keduanya terpisah, Kiara menghela napas panjang. Makin lama berciuman dengan Emilio makin