Perjalanan dari bandara menuju vila berlangsung dalam keheningan yang menyiksa. Mobil hitam itu melaju pelan menembus jalanan Swiss yang berselimut embun pagi. Pemandangan di luar jendela seharusnya menenangkan—pegunungan Alpen menjulang gagah, dan hutan cemara membentang tenang. Namun tak satu pun keindahan itu bisa menyentuh hati Viana apalagi sampai membuatnya tenang seperti yang seharusnya. Evan duduk di sisi kanan. Sama seperti sebelumnya, pandangan pria itu tertuju pada layar ponsel. Sesekali ia berbicara singkat dengan Alex yang duduk di depan—membahas rapat, pergerakan saham, atau instruksi untuk sekretaris keduanya. Tetapi tak ada sapaan. Tak ada lirikan ke arah Viana. Sama sekali tak ada. Viana hanya bisa memeluk dirinya sendiri, merapatkan mantelnya, dan menahan napas panja