Viana tak menunggu jawaban dari Evan. Dengan tangan gemetar, ia memutar roda kursinya perlahan. Air masih menetes dari wajah dan meresap di sweater-nya, tapi ia menegakkan punggung. Satu-satunya harga diri yang masih bisa ia genggam malam itu adalah keputusannya untuk tidak menangis di hadapan mereka lebih lama. Ia membalikkan badan, membelakangi kolam dan tawa yang masih menggema samar di belakangnya. Roda kursi berdecit pelan di atas lantai kayu teras yang dingin dan sedikit licin itu. Pintu geser vila terbuka kembali. Saat roda kursinya melewati ambang pintu, seorang pelayan wanita yang berdiri tak jauh dari sana langsung menghampiri dengan langkah cepat. “Nyonya Collins!” serunya cemas. “Apakah Anda baik-baik saja?” Viana mengangguk cepat, berusaha tetap tenang. “Aku baik-baik sa