Langkah panjang Evan membelah koridor dengan mantap, namun di dalam dirinya segalanya terasa kacau. Napasnya masih belum stabil, sisa panas dari kamar tadi belum juga mereda. Ia berhenti mendadak di dekat pilar marmer, punggungnya menempel pada dinding yang dingin. Jemarinya terangkat menekan pelipis, seolah itu bisa membantu menenangkan pikirannya yang berserakan. Namun yang terlintas justru wajah Viana. Tatapan bingung wanita itu. Napasnya yang tersengal. Sentuhan lembutnya. Dan bibirnya yang lembut saat Evan menciumnya …. Evan memejamkan mata rapat-rapat. Sial. Tangannya mengepal keras hingga buku-bukunya memutih. Rahangnya mengatup kencang, menahan perasaan yang datang tanpa diminta. “Apa yang kupikirkan tadi?” Ia menarik napas panjang. Semua yang terjadi barusan—di mobil, di k