bc

Ibu s**u Untuk Anak Sahabatku

book_age18+
202
IKUTI
2.9K
BACA
escape while being pregnant
second chance
decisive
boss
sweet
bxg
lighthearted
kicking
city
office/work place
like
intro-logo
Uraian

Setelah kehilangan anaknya yang baru lahir, Leana Violette memutuskan untuk mendonorkan ASI-nya kepada bayi lain yang membutuhkannya. Namun, takdir membawa Leana bertemu kembali dengan sahabat lamanya, Melvin, dalam keadaan yang tidak terduga. Ketika Leana menjadi ibu s**u untuk bayi yang tidak mau makan, dia tidak menyangka bahwa bayi tersebut adalah anak Melvin, yang juga orang yang dicintainya dulu. Namun, Melvin telah dijodohkan dengan sahabatnya yang lain, membuat Leana harus menghadapi perasaan cintanya yang tak terbalas. Apakah Leana dapat mengatasi perasaan cintanya dan tetap menjadi ibu s**u yang baik untuk anak Melvin?***"Ah ... Melvin!" Leana menggigit bibir bawahnya, menahan suaranya agar tak lepas. "Kemana saja kau selama ini, Leana?" Melvin berbisik di telinga Leana tanpa menghentikan gerakan tangannya. "Karena kau kembali, aku tidak akan melepaskanmu kali ini." "Aku ... Oh, Melvin ... Vin, jangan di situ," pinta Leana panik. "Sakit, Vin ... Itu masih sakit. Ah!" Melvin menahan gerakan tangannya di balik dress bawah Leana dan menatap sahabatnya itu cukup lama. "Leana, bagaimana kau bisa melahirkan anak. Apa kau ... Mmmp."Leana membungkam Melvin, tidak ingin pria itu bertanya tentang dirinya sekarang. Namun Leana tahu, cepat atau lambat Melvin akan tahu, pun sebaliknya tentang rahasia yang Melvin Rayder simpan.

chap-preview
Pratinjau gratis
1. Luka dan Duka
“Kami minta maaf karena tidak bisa menyelamatkan bayi Anda, Nyonya,” ucap seorang dokter perempuan sembari menundukkan kepalanya dalam, raut bersalah tergambar jelas di wajahnya. Air matanya menetes kala mendengar kabar tersebut. *** “Kau yakin untuk kembali ke Morphile, Na?” tanya seorang wanita berpenampilan modis itu menatap sahabatnya. “Ya, aku ingin kembali. Waktuku disini sudah lebih dari cukup,” jawab wanita itu. “Baiklah jika itu adalah keputusanmu, Leana. Aku tidak akan bisa menahanmu.” Leana Violette, wanita cantik itu tampak pucat. “Padahal, baru 2 minggu lalu kau melahirkan. Meskipun anakmu … .” Wanita bernama Nala Edwin yang merupakan sahabat Leana itu tak melanjutkan kala mendapati wajah murung sang sahabat. “Sudahlah.” Dia membuang napas. Tatapan Leana kosong ke depan. Kehilangan anak adalah hal paling berat yang dia hadapi meskipun anak itu hasil dari kecelakaan seks yang dilakukan kekasihnya sebelum ketahuan berselingkuh di belakangnya. Leana dikhianati kekasihnya, dipaksa melayani hasratnya padahal Leana sudah bertekad menjaga kesuciannya hingga menikah nanti tapi kekasihnya dengan kurang ajarnya memaksa Leana hingga akhirnya hamil lantas mencampakkannya begitu saja. “Aku akan pergi sekarang. Kau akan menyusul, ‘kan?” Leana menatap sahabatnya itu. “Ya, tentu. Aku akan menyusul kalau kerjaan di sini selesai. Aku juga sudah menghubungi Avena untuk menjemputmu di bandara. Jadi kau tak perlu khawatir.” Leana mengangguk. “Kalau begitu, sampai jumpa.” Kedua sahabat itu saling berpelukan. Leana merasa berjasa terhadap Nala. Setelah itu mereka berpisah. Leana akan kembali ke negara asalnya, Morphile sedang sang sahabat masih di Negara Golphille. Perjalanan dari Golphille ke Morphile itu cukup memakan waktu. Selama perjalanan itu Leana hanya menghabiskannya dengan tidur. Tubuhnya masih sakit karena baru saja melahirkan tapi dia sudah memutuskan untuk kembali dan menempuh perjalanan jauh. Begitu tiba di bandara Internasional Morphile pada malam hari, Leana disambut oleh sahabatnya, Avena dan mereka berpelukan hangat sebagai sambutan pertemuan pertama setelah 5 tahun tak berjumpa. “Mau langsung aku antar ke hotel?” tanya Avena. Leana diantar ke hotel sedangkan sahabatnya itu pergi lagi. Hari sudah malam jadi Leana memilih untuk istirahat saja tapi sayangnya tidak bisa melakukan itu ketika sebuah pesan masuk ke ponselnya menarik perhatian. [Sudah 10 tahun, Na, kau tak akan pulang? Kau tahu, aku di tempat biasa untuk menunggumu.] Satu pesan itu membuatnya terpaku. “Tempat biasa?” Dia meraih mantel dan dompetnya lantas keluar dari sana hanya untuk memastikan tempat itu. Leana baru saja mengaktifkan lagi ponsel lamanya yang masih dia simpan, siapa sangka akan mendapatkan pesan itu. Pesan dari seseorang yang dia tinggalkan 10 tahun lalu. Memasuki bar yang tampak ramai. Leana tak memperhatikan sekitar, pikirannya hanya fokus pada satu sosok yang dia ragukan masih bisa dikenalinya. Tiba di sebuah ruangan yang biasa digunakan, dia terdiam. Sosok itu, masih sama. Sebuah dorongan yang membuat langkahnya mendekat pada sosok yang duduk di sofa ruang itu yang sunyi. Kepalanya jatuh menunduk, sepertinya dia mabuk. “Vin … .” Suara Leana tercekat, tak pernah dia bayangkan akan menemui sosok itu lagi setelah sekian lama. Seakan mengenali suara pelan itu, pria yang duduk sendirian di sofa tersebut mengangkat wajah kemudian tersenyum. “Leana?” tanyanya pelan untuk memastikan. Matanya memicing. “Itu kau, kan? Sungguh?” Melvin Rayder terburu-buru bangun dari duduknya bahkan tak peduli rasa sakit di kakinya akibat terantuk meja. Semakin Melvin dekat padanya, Leana justru berbalik dan hendak pergi tapi Melvin lebih dulu menarik tangannya dan membawanya pada pelukan. “Akhirnya kau datang, Na,” racaunya. Aroma kuat dari minuman menusuk hidung Leana. “Melvin, lepas,” pinta Leana berusaha mendorong paksa Melvin. Leana tahu kalau Melvin dalam pengaruh minuman, sehingga kesadarannya diragukan. Mungkin, Melvin pikir melihat Leana adalah mimpi. Dia bahkan tertawa tak percaya ketika kedua tangannya mencubit pipi gadis itu. “Ini sungguh kau, Na? Ah, aku berhalusinasi lagi, ya?” Tawa itu mengudara, terdengar menyakitkan bagi Leana. Seperti terdapat luka. Hati Leana mencelos kala mendapati kedua mata Melvin yang bengkak. Apa pria itu menangis? “Kau tahu, Na. Aku … tak sekalipun aku berhenti merindukanmu. Tapi kau, pergi jauh. Jauh sekali meninggalkan aku sendirian.” Wajah itu menunduk dalam, kedua tangannya masih di pipi Leana. “Aku merindukanmu, tapi kau … tak sekalipun kembali.” Luka itu kembali padahal dukanya masih berlangsung bagi Leana. Dia tiba-tiba menyesali karena pergi menemui Melvin, sahabatnya itu rupa-rupanya masih menjadi prioritas bahkan setelah 10 tahun. Tubuh Leana seakan masih mengingat kebiasaan yang Leana lakukan dulu, datang cepat saat Melvin butuh. Air mata itu luruh, rasa bersalah mendekapnya erat. Tapi Leana melepaskan diri dari Melvin. “Jangan pergi, Na!” Melvin kembali menahan langkah Leana yang mendekati pintu. “Aku mohon jangan pergi!” Suara itu memohon. Detik itu juga tubuh Leana sedikit terdorong ke depan saat Melvin memeluknya dari belakang, bahkan mengeratkan lingkaran kedua tangannya pada tubuh kecil Leana. “Jangan pergi, Na.” Apa yang bisa Leana lakukan ketika Melvin serapuh itu? Leana benci tapi dia tak mampu pergi. Seakan dia lelah melarikan diri dari Melvin, dari kenyataan yang selalu takut dia terima. “Melvin!” Leana terperanjat ketika sesuatu yang basah di bagian lehernya terasa begitu hangat. “Vin!” Leana berontak, tapi kedua tangan Melvin menguncinya rapat yang kemudian dia meneruskan permainan mulutnya di leher jenjang Leana, bahkan meninggalkan jejak merah di sana. Terdengar kekehan dari Melvin yang membuat jantung Leana berdetak cepat. Jejak itu … tak akan mungkin hilang dalam waktu dekat. Belum usai dengan jejak itu, Melvin membalik tubuhnya Leana cepat dan mendorongnya kasar hingga membentur dinding ruangan remang itu. Masih dalam keterkejutan karena ulah tiba-tiba Melvin, kedua mata Leana membulat ketika bibirnya diraup kasar, bahkan bibir bawahnya digigit. “Ah! Melvin!” Leana berseru marah, tangannya terangkat menyentuh bibirnya yang terasa asin. Melvin tertawa dalam pengaruh minumannya, sepertinya masih berpikir itu mimpi. “Aku tak akan melepaskanmu kali ini, Leana,” katanya pelan tapi berhasil membuat Leana tak berkutik. Saat itu Leana baru menyadari kalau Melvin telah mengunci pintu ruangan itu lalu kembali mengambil bibir Leana, menyesapnya kuat dan kasar. Anehnya, Leana tak melawan, membiarkan Melvin bermain. Biarlah malam ini Melvin berpikir sedang bermimpi bersama Leana sebab gadis itu tidak akan ada lagi begitu matanya terbuka esoknya. Jadi Leana memutuskan untuk membalas ciumannya itu dengan mengalungkan kedua tangannya di leher Melvin, bahkan membiarkan kedua tangan pria itu bergerak di area pinggangnya. Apakah Leana salah jika melakukan itu pada sahabatnya sendiri? Sahabat yang menjadi alasannya pergi dengan luka. Sentuhan itu, anggaplah sebagai rindu yang terpendam. “Ah … Melvin.” Nama itu selalu ingin Leana sebutkan dalam sebuah irama yang tak mungkin pernah ada, tapi kali ini biarlah terjadi kala kedua tangan besar itu bermain dengan samanta and rachel miliknya yang basah dan sedikit bengkak, bahkan wajahnya yang mendongak itu memerah sambil menggigit bibir bawahnya agar suaranya tak lolos lalu menggema di ruangan yang didesain kedap suara itu. Namun tetap saja, sentuhan Melvin itu ternyata memabukkan. Leana meringis tertahan ketika rasa perih akibat jalan air susunya dilahap rakus oleh Melvin bak bayi yang kehausan.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

(Bukan) Istri Simpanan

read
51.1K
bc

Takdir Tak Bisa Dipilih

read
10.2K
bc

Kusangka Sopir, Rupanya CEO

read
35.7K
bc

Jodohku Dosen Galak

read
31.0K
bc

Pacar Pura-pura Bu Dokter

read
3.1K
bc

Desahan Sang Biduan

read
53.9K
bc

Silakan Menikah Lagi, Mas!

read
13.4K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook