Bab 2: Minggu Kedua

1453 Kata
"Ellea, El, Ellea!" Suhita terkejut mendengar laki-laki yang tertelungkup di meja kerjanya itu menyebut nama mendiang istrinya. Padahal Suhita baru saja meninggalkannya tidak sampai setengah jam. Mungkin laki-laki itu ketiduran. "Mr. Green, Mr. Green tidak apa-apa?" Laki-laki itu terkejut saat Suhita berusaha membangunkannya. Mata birunya menoleh ke kanan dan kiri, juga menyapu seluruh ruangan sambil berdiri sedikit sempoyongan. Suhita benar-benar bingung melihat sikap aneh sang bos. Sekali lagi wanita itu memanggil nama bosnya dengan khawatir. Tidak biasanya Mr. Green berlaku aneh seperti itu. "Ah, tidak, tidak." "Mr. Green memanggil nama Nyonya." Suhita memperhatikan wajah bosnya yang berkeringat, lalu cepat-cepat mengambilkan air dari dispenser di sudut ruangan, kemudian menyodorkan air itu ke hadapan Mr. Green. Laki-laki itu menerima gelas yang disodorkan Suhita, kemudian menandaskan isinya ke perut. Tangannya kemudian mengelap dahi yang berkeringat itu. Mata birunya menatap kosong ke arah meja. Sesekali napasnya terdengar sedikit kencang. "Boleh minta tolong panggilkan Sekar?" "Ah, tentu. Saya permisi panggil Sekar," pamit Suhita seraya mengangguk. Ia melangkah keluar diiringi tatapan kosong sang majikan. Suhita mencari Sekar dan menemukan gadis itu bersama Emily. Gadis itu rupanya sedang mengawasi Emily yang berkutat dengan tugas sekolah. Sekar menyadari kedatangan Suhita dan meminta izin kepada Emily untuk menemui asisten pribadi Mr. Green itu. Emily yang baik tentu saja mengizinkan. Menurutnya hal itu tidak menjadi masalah. Sekar sudah diberitahu oleh Suhita bahwa Mr. Green memanggilnya ke ruang kerja pria itu. Dengan wajah penuh ketegangan, Sekar melangkah tergesa menuju tempat yang dimaksud Suhita. Tentu saja setelah mendapatkan izin dari Emily. Malah anak itu sempat meledeknya bahwa sang ayah ingin mengajak sang pengasuh makan malam. *** Pendingin ruangan di ruang kerja Mr. Green dirasakan Sekar begitu menusuk tulang. Gadis itu menggigil. Namun, pria di hadapannya sama sekali tidak menyadari hal tersebut. Sekar sudah duduk di sana lebih dari lima menit dan selama itu pula tidak ada kalimat yang keluar dari bibir merah majikannya. Terang saja, air conditioner ruangan tersebut terasa dua kali lebih menusuk di tubuh Sekar. Sesekali Sekar mengembangkan senyum berharap tuannya peka. Sayangnya laki-laki itu tetap tidak berbicara sepatah kata pun. Sekar yang awalnya gadis penyabar dan baik hati, sepertinya akan mulai berubah perangai. Tentu saja demikian, jika bosnya terus-terusan menatapnya tanpa sepatah kata yang dikeluarkan. Sekar bukan pajangan. Sayangnya, Sekar belum memiliki nyali yang kuat untuk sekadar berdiri dan menanyakan sebenarnya apa yang diinginkan pria tersebut memanggilnya ke tempat itu. Ia hanya bergumam dan memaki di dalam hati. Tentu saja orang yang dimakinya tidak mengetahui hal itu. Sekar sampai melirik jam di dinding ruang kerja Mr. Green, guna menghitung berapa lama ia sudah berada di dalam sana. Ternyata hampir setengah jam. Setengah jam dan hanya menjadi pajangan. Sekar menggaruk kepalanya yang tiba-tiba gatal. Ingin rasanya ia berlari keluar dan berteriak di tengah halaman. Paling orang yang kebetulan mendengar ia berteriak akan mengira gadis itu stres. "Kamu boleh keluar." Sekar membelalak sejenak sebelum akhirnya menunduk. Giginya gemeletuk. Gadis berambut panjang itu bangkit dari kursi di mana ia duduk. Namun, sekesal apa pun, Sekar tetap gadis polos yang tidak akan berani menatap wajah dingin sang majikan. "Permisi." Sekar sungguh merasa dipermainkan. Ia menganggap sang bos sudah semena-mena terhadapnya. Ini pasti karena laki-laki itu merasa jadi majikan. "Sudah selesai?" Suara Suhita mengagetkan Sekar yang sedang fokus melangkah. Wanita bersetelan kemeja putih dengan rok span selutut dengan sepatu pantofel hitam itu membuntuti Sekar. Ia sungguh penasaran dengan apa yang dibicarakan bosnya kepada Sekar. "Sudah, Mbok." "Ngapain, kok, lama?" Suara hak sepatu Suhita meningkahi langkah mereka. Merasa diusik, Sekar akhirnya tak mengacuhkan wanita itu. Ia malah melangkah cepat menuju kamar Emily. Saking terburu-burunya, Sekar terjatuh dan kakinya terkilir. Suhita yang mengejarnya segera berupaya menolong. Sekar yang menahan sakit di pergelangan kaki, menurut saja saat Suhita memapahnya dan membawa gadis itu ke bangku yang berada di koridor samping kamar Emily. Sekar meringis, merasakan sakit di sekitar mata kaki kanannya. Ia merasa menyesal karena sudah termakan emosi. "Suksema, Mbok Yan." "Kamu kenapa buru-buru?" tanya Suhita dalam bahasa Bali sehari-hari. Ia memperhatikan raut wajah Sekar yang terlihat kikuk. Hingga wanita 40 tahun itu menarik kesimpulan absurd. Sangat absurd. Kedua telapak tangan Suhita dikerucutkan kemudian saling didekatkan. "Apa itu, Mbok?" "Mr. Green cium kamu, nah?" "Mimih, Ratuuu!" "Terus ngapain?" Sekar geleng-geleng menghadapi wanita yang sedang menatapnya itu. Sekar sangat yakin dalam otak Suhita, ia kini seperti para gadis pengejar bule. Tidak ada harganya sama sekali. Dan, hal itu sungguh merendahkan harga diri Sekar. Ia tidak bangga sama sekali. "Ndak ngapain, Mbok," sewot Sekar. Mendengar jawaban itu, Suhita akhirnya pamitan untuk kembali ke ruangan Mr. Green. Namun, baru saja ingin berbalik, Suhita mendapati kaki berbalut jin biru menghadang langkahnya. Tatapan dingin mata biru itu tertuju ke arah Sekar. Gegas, Suhita menepi dan mempersilakan Mr. Green lewat menuju gadis yang sedang meringis kesakitan itu. Mr. Green melangkah perlahan. Sekar terdiam di tempat, mengira-ngira dalam hati apa yang akan dikatakan majikannya itu. Namun, ternyata langkah si pria berambut cokelat yang memasukkan tangan ke saku celana itu, hanya melintas tanpa menoleh ke arah Sekar. Hal itu otomatis membuat Sekar dan Suhita saling pandang. Keduanya kemudian terkikik. Mereka merasa sangat konyol. Sekitar lebih dari 5 menit Sekar masih duduk dan meresapi sensasi cenat-cenut di area mata kakinya. Kemudian, ia punya ide untuk mengoles balsa pada daerah yang nyeri itu. Sekar berusaha bangun dari duduknya dan bermaksud mencari balsam. Namun, ternyata kakinya tidak cukup kuat menopang tubuh sehingga ia hampir terjatuh. Untung saja lengan kokoh Mr. Green sigap menangkap tubuh mungil Sekar. Emily yang bersama ayahnya, ikut berlari menghampiri si gadis pengasuh. Ia terlihat sangat khawatir. Dengan dipapah Mr. Green, Sekar dibawa ke kamar Emily. Ruangan terdekat dari lorong itu. Di sana, Sekar didudukkan perlahan ke sofa. "Diam di sini," kata Mr. Green dingin. Suhita yang tadinya sudah meninggalkan Sekar, kembali mendekat saat mendengar jeritan gadis itu. Saat itulah Suhita melihat Mr. Green menahan tubuh Sekar yang terlihat miring. Kemudian, ia mengintil untuk ikut menolong rekan kerjanya itu. "Mbok Yan bantu urut, nah," pamit Suhita. Sekar sebenarnya sungkan. Apalagi melihat Suhita yang berjongkok di bawah sana dan mulai memegang tungkainya. Akan tetapi, rasa sakit yang dideritanya sungguh membuatnya tidak bisa menolak. "Maaf jadi merepotkan, Mbok," keluh Sekar. "Diam di tempat, biar dia kasih kamu balsam!" Kalimat tenang penuh tekanan terlontar begitu saja dari mulut Mr. Green. Mau tidak mau Sekar diam. Suhita segera mengoleskan krim hangat itu ke pergelangan kaki Sekar. Sambil menahan nyeri, Sekar melirik ke arah majikannya. Nahas, Mr. Green ternyata sedang memperhatikannya. Sesaat mata keduanya beradu. Sekar tidak tahu apa yang sedang dipikirkan oleh laki-laki berotot itu. Ia hanya tahu bahwa mata biru itu tidak lepas darinya. Jengah, Sekar membuang pandangan. Jantung Sekar berdetak tidak beraturan. "Mbok nanti tidur di sini saja sama Mily." Emily mendekati Sekar dan menyandarkan tubuh kecilnya di bahu sang pengasuh. Anak itu mengelus-elus bahu Sekar. Suhita yang melihat adegan tersebut tanpa sadar melirik bosnya. "No, Em!" Laki-laki itu segera mendekati anaknya. "Why, Dad?" "Em tidak boleh manja!" Mendengar itu, Emily mundur dan membanting tubuh ke ranjang empuknya. Emily terlihat memeluk guling dan menghadap dinding. Anak itu memunggungi sang ayah dan semua yang ada di kamar itu. Terlihat sekali bahwa dirinya kecewa. Kecewa karena permintaannya ditolak. *** Sekar berbaring perlahan di kasurnya. Matanya hampir terpejam saat suara Bonbon menginterupsi gendang telinga. Suhu ruangan itu mendadak seperti menurun. Bahkan, rambut-rambut halus di lengan dan tengkuk Sekar mulai terasa meremang. Mungkin akibat suhu ruangan yang tiba-tiba turun. Sekar ingin meraih selimut saat tiupan angin menerbangkan tirai yang terpasang di jendela. "Sekar," panggil sebuah suara. "Siapa?" Sekar terlonjak. Matanya awas menyapu setiap sudut ruang kamarnya. Suara itu tidak terdengar lagi. "Sekar," panggil suara yang sama. Sekar berusaha makin menajamkan penglihatan demi menemukan sumber suara. Akan tetapi sepi, tidak ada siapa pun. Dan, Sekar tidak menyukai suasana tersebut. Ia merasa ada yang tidak beres. "Siapa di sana?" Gadis itu memeriksa sekali lagi ruangan sempit itu dan tidak menemukan hasil. Namun, saat ia akan kembali berbaring, sebuah bisikan kembali terdengar begitu dekat. Sontak Sekar menoleh ke sumber suara. Mata mereka beradu. Mata itu menatap Sekar tajam. Wajah pucatnya tanpa senyum. Kemudian, tangan yang tidak kalah pucat itu terangkat dan menengadah ke hadapan Sekar seolah-olah meminta sesuatu. Dalam hitungan detik, Sekar mengejang. Mata gadis itu membeliak, irisnya seolah-olah hilang dan hanya menyisakan pupil berwarna putih. Seluruh tubuhnya bergetar hebat. Beberapa saat kemudian gadis itu melesat keluar ruangan. Menyusuri ruangan demi ruangan nan temaram di rumah itu. Hingga akhirnya ia masuk ke sebuah kamar. Kamar yang sudah lama tidak terpakai. Ruangan itu adalah tempat Mr. Green menyimpan barang-barang milik mendiang istrinya. Berbagai macam barang peninggalan Ellea ada di sana. Termasuk gaun putih tulang dengan aksen renda di area d**a yang kini sedang dikenakan Sekar. Gaun indah yang membuat gadis itu tampak makin memesona. Kemudian, ia juga membuka peralatan make up yang tersimpan di meja rias. Jemari gadis itu meraih bedak kemudian memulaskannya ke wajah. Ia juga mengambil lipstik berwarna merah. "Kamu tampak cantik, Ellea!" ~~~ Glosarium: Mimih: waduh Ratu: sebutan untuk Tuhan
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN