"Jev...!"
Suara panggilan itu sepertinya tidak terdengar oleh pria yang terlihat sedang duduk sendiri di ruang kerjanya. Fokus laki-laki itu hanya pada layar komputer jinjingnya dengan berpuluh-puluh berkas yang harus diperiksa.
Ia memang seorang pengusaha hotel yang cukup sukses. Tidak hanya hotel, vila-vila miliknya pun tersebar di beberapa titik wisata Pulau Dewata itu. Tentu saja para pekerjanya berjumlah ribuan.
Meski demikian, laki-laki itu lebih senang mendelegasikan tugas kepada orang-orang yang dipercayainya. Ia hanya menerima laporan dan mengecek seluruh hasilnya dari rumah. Kadang, jika mereka memerlukan sesuatu yang sangat penting, maka pertemuan darurat di rumahnya akan dilakukan. Laki-laki itu benar-benar berubah menjadi pria rumahan semenjak istrinya meninggal 7 tahun lalu.
Si pemanggil melangkah perlahan menghampiri tubuh atletis yang menjadi tujuannya. Wajah laki-laki itu terlihat sangat tenang. Gadis itu menghentikan langkah dan mengamati pria di hadapannya dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.
Sesaat kemudian, laki-laki itu seperti menyadari akan kehadiran orang lain di dekatnnya. Ia mengangkat wajah tiba-tiba. Tatapan terkejut Mr. Green naik level saat menyadari pakaian yang dikenakan gadis itu sangat dikenalinya.
Gaun putih tulang dengan aksen renda di area d**a. Gaun kesukaan Ellea. Pakaian yang sangat disayangi istrinya. Tentu saja Mr. Green tidak habis pikir dari mana pengasuh anaknya itu mendapatkan gaun milik Ellea.
"Sekar?" ketus laki-laki itu. "Dari mana kamu dapat baju itu? Lepas! Lepaskan!"
"Jev...," panggil Sekar.
Mr. Green membelalak mendengar Sekar memanggil nama depannya. Apalagi saat tangan gadis itu terlipat ke belakang tubuh untuk membuka risleting dan berhasil menurunkan gaun yang dipakainya. Pemandangan indah sekaligus menyeramkan untuk Mr. Green. Tanpa sadar tangan pria itu mengepal. Namun, tidak bisa dimungkiri, tubuh tanpa busana itu memang sesuatu yang membangkitkan nafsu.
"Sekar, are you crazy?" ketus Jevin sambil berusaha menguasai keadaan. Jevin berusaha menatap sepasang mata bening Sekar untuk memberinya peringatan. Sial, ia menemukan sinar lain yang seolah-olah sangat dikenalnya di dalam sana. Sinar kerinduan yang terpancar seakan-akan menyeret Mr. Green untuk tenggelam. Laki-laki itu menggeleng kencang. Sangat kencang. Ia benar-benar tidak percaya akan gejolak perasaannya.
"Jev, come on, it's me...Ellea."
Jevin mencoba beringsut, tetapi tak bisa.
"What? Sekar, tolong saya belum gila!" hardik Mr. Green dengan napas tersengal. Antara menahan marah dan nafsu yang sama-sama menggelegak.
Mr. Green menepis tangan Sekar yang terus berusaha mengelus pipinya. Risih. Laki-laki itu merasa Sekar keterlaluan. Demi apa pun, Mr. Green akan berusaha melawan nafsunya sendiri. Ia yakin bisa.
Setelah sekian menit berlalu, akhirnya Mr. Green mampu bangkit dari duduk dan bermaksud menyeret Sekar keluar. Namun, wanita itu seperti punya tenaga berlebih. Sekar melawan. Berkali-kali pria bule berbadan besar itu mencoba menarik tangan mungil Sekar, berkali-kali pula ia gagal. Ia sampai kehilangan akal dan kembali duduk.
"Jev, kamu tidak merindukanku?"
"Sekar, please!" mohonnya.
"I'm yours, Jev."
"No! Kamu bukan Ellea! Kamu bukan istri saya!" tolak Jevin tegas. Ia kemudian mematikan laptop dan berniat untuk keluar dari sana.
"Jevin, apa yang membuat kamu tidak percaya?"
Mr. Green menoleh sejenak ke arah Sekar, kemudian bergegas melangkah keluar.
Sekar menyusul laki-laki itu dengan langkah tidak kalah gesit. Dan, pada akhirnya Sekar berhasil menyusul Mr
Green, lalu menghalanginya keluar. Mr. Green meneliti gadis itu dengan saksama. Ia mendapati Sekar berdiri dengan tegak. Pria bermata biru itu menggaruk kepalanya yang tiba-tiba gatal.
"Kamu bisa berdiri tegak?" tanya Mr. Green tidak percaya. "Bukannya tadi kamu jatuh dan tidak bisa berjalan?" Laki-laki itu menuntut jawab.
"Ya, tentu. Aku Ellea. Bukan gadis pengasuh Em itu. Dan... Jev, aku sangat merindukanmu. Sangat," ucap Sekar sambil kembali mendekati Mr. Green.
"Berhenti membodohi saya!" sambar Jevin.
Tangan kanan laki-laki itu terangkat. Matanya menyipit dengan rahang mengeras. Mata keduanya kembali beradu. Saling lempar pandang dengan tujuan berbeda. Hingga akhirnya Mr. Green menyudahi adegan itu dan melemparkan tubuh ke tembok di dekatnnya.
"Lupakah kamu, Jev, dulu kita sangat bahagia sebelum kamu khianati pernikahan kita? Lupakah kamu saat aku memutuskan untuk mengakhiri penderitaan dengan kematian? Kamu lupa pernah menangis dan berharap aku hidup kembali? Aku yang minta kamu cari pengasuh untuk Em lewat mimpi."
Sambil berkata demikian, gadis itu kembali melangkah maju. Memangkas jarak dengan Mr. Green. Hingga jarak mereka kini hanya sejengkal.
Mendengar penjelasan panjang lebar gadis itu membuat otak Jevin tidak mampu berfungsi normal. Ia terperangah. Jantungnya berpacu.
Ingatannya langsung terbang ke masa itu.
Masa di mana ia mengabaikan istrinya dan sibuk bermain gila dengan wanita lain. Ia yang menemukan istrinya terkapar di lantai dengan bersimbah darah. Bahkan jeritan bayi Emily kini mengalun di telinga laki-laki itu. Mr. Green menitikkan air mata, mengangkat wajah dan menemukan raut Ellea di hadapannya. Ingatannya masih terus terbang, menuju saat di mana ia meraung-raung, memohon kepada Tuhan agar diberi kesempatan memiliki Ellea sekali lagi. Baginya, Ellea adalah tempat pulang. Ellea yang manja dan sedikit posesif memang kadang menyebalkan, tetapi sebenarnya ia sangat menyayangi sang istri. Rasa sayang itulah yang kini membuat laki-laki itu mulai kehilangan akal. Ia mulai terbius.
"El?"
Wanita itu tersenyum dan mengangguk.
"Yes, Babe. Ellea, istri Jevin." Sekar semakin mendekatkan wajahnya ke telinga Mr. Green hingga laki-laki itu memejam, menghirup aroma masa lalu yang sangat dirindukannya. Detik berikutnya, tangan dan bibir mereka lebih aktif dari anggota tubuh lain. Keduanya saling mengecap, mengisap, dan merengkuh kehangatan.
Kini keduanya bahkan sudah berpindah ke sofa panjang yang ada di ruangan itu. Masih saling menghangatkan satu sama lain. Napas keduanya berpacu dengan detak jantung.
"El, izinkan aku masuk," pinta Mr. Green dengan napas terengah di telinga wanitanya. Suara terdengar parau. Mungkin saja hasratnya sudah di ubun-ubun hingga suaranya terdengar mengenaskan seperti itu.
"No!"
Jevin terkejut karena wanita itu tiba-tiba mendorongnya. Entah kekuatan dari mana sehingga Jevin bisa disingkirkan dengan mudah oleh tubuh wanita di bawahnya. "Ellea?"
Gadis itu bangkit dari sofa dan tiba-tiba lunglai. Tubuhnya hampir saja membentur lantai andai saja Jevin tidak cepat menangkapnya. Laki-laki itu panik. Cepat ia mengangkat Sekar dan menidurkannya kembali ke sofa. Tidak lupa Jevin membenahi pakaian gadis itu, lalu kemudian miliknya sendiri.
Ia berusaha membangunkan Sekar dengan menepuk-nepuk pipi gadis itu. Namun, usahanya tidak membuahkan hasil. Sekar tetap menutup matanya. Jevin semakin panik, berkali-kali ia meninju meja kerjanya guna mengurai amarah dan kekalutan. Tanpa ia sadari, buku-buku jarinya merembeskan cairan merah.
Setelah beberapa saat menunggu dan Sekar tidak juga sadar akhirnya Jevin menelepon Suhita. Tidak lama kemudian ketukan di ruang kerjanya itu terdengar. Bersama dengan itu, Suhita masuk dengan panik.
Tidak ada hal yang lebih mengejutkan wanita itu selain melihat keadaan Sekar.
"Dia kenapa, Mister?"