"Maksudku sudah jelas Mas Rasya." Kuraih Qila dari gendongannya lalu menyusuinya di bibir ranjang. Qila mengisap dengan rakus, mata jernihnya tertuju ke arahku dan sesekali ia melekuk senyum kecil. Tangan mungilnya terus menekan-nekan payudaraku. Sesekali, Qila tersedak-sedak. Kuusap kepala Qila lalu mengecup keningnya. Melihat Qila menyusu dengan tak sabar, membuat jantungku bagai diremas kuat. Belum berpisah saja, rasanya sudah begini menyakitkan. Kuhela napas, mengusap air mata yang merangsek turun. Menatap Qila, lagi-lagi membuatku tak tega. Tapi, aku juga tak suka dengan situasi seperti ini. Bukan kehidupan rumah tangga seperti neraka yang kuharapkan. Meskipun menikah tanpa cinta, tapi aku tak pernah menyangka akan seperti ini jadinya. Mana ada sebuah pernikahan penuh ketegangan?

