“Res, infoin BOD dan C-suite untuk kumpul di ruang meeting utama setengah jam lagi,” pintaku melalui interkom. “Hanya mereka, saya ngga mau ada satu komisaris pun muncul, atau siapa pun di luar mereka.” “Siap, Bos!” Aku kemudian berdiri di depan jendela besar yang berada di belakang meja kerjaku. Terik, namun tak apa. Pikiranku tengah tak di sini, namun di Auckland, masih memutar ulang dinner terakhir dengan ibu putriku. Kecantikannya, suaranya yang selalu membuatku dalam mode waspada, semua keluhannya, lentik jemarinya saat menyisipkan surai ke balik telinga, binar matanya, tawanya, semua tentangnya. Kacaunya hidup Saga, ya Allah. Aku tau aku sanggup menjalani bab hidupku tanpanya lagi. Hanya saja, sekedar untuk memulai langkah sungguh terasa sulit. Aku belum tau cara apa yang paling