“Serius Dok?” tanya Ersa, takjub. “Hemostat,” pinta Deni kemudian. Alat yang akan digunakannya untuk menjepit pembuluh darah. “Pegang ini,” pintanya kemudian pada Ersa. “Benang ….” Belum sempat Deni menyelesaikan kalimatnya, Lisa – scrub nurse yang berdiri di samping Deni sudah menyodorkan benang bedah. “Thanks, Lisa.” “You’re welcome, Dok.” Deni pun fokus mengikat titik perdarahan. Di saat sibuk itu, ponselnya justru berdering. Nada khas yang terdengar. Ringtone yang khusus ia tujukan untuk nomor Dzaki. Alasannya, agar ia bisa memutuskan mengangkat atau menolak panggilan sang ayah. “Jam berapa?” gumam Deni kemudian. “Hampir jam satu, Dok,” jawab Adel, perawat lainnya. Deni menggeleng, sepertinya niatnya menyusul ke bandara tak bisa ia tunaikan. Dan entah karena alasan apa, rasanya