Awalnya, Haya gelagapan. Ya pastilah demikian, siapa yang tidak kalut jika tiba-tiba ditodong menikah seperti itu. ‘Petani bunga, mawar pulak, tapi ngajak nikahnya kok bar-bar kayak begini?’ “Haya?” tegur Wisnu, merasa bingung karena Haya tak menanggapinya. “Mas … Mas tuh … mmm … bercandanya ngga lucu tau ngga!” timpal Haya, tergagap. “Bercanda? Aku ngga bercanda, Haya.” “Ya pokoknya ngga lucu! Pernikahan … pernikahan itu bu-bukan hal yang pan-tes dijadiin bahan bercanda, Mas!” “Haya ….” “Lagian orang gila mana yang baru seminggu kenal udah ngajak nikah? Ngga ada!” sulut Haya lagi. Maksud hati, penasaran apakah Wisnu bermaksud serius, yang keluar sebagai realita dalam ucapan justru laksana mengajak ribut. “Ada! Nih orang gilanya lagi berdiri di depan kamu!” Sungguh, Wisnu tak ketus,