Eps. 24 Takut Sendiri

843 Kata
Suatu pagi di rumah nenek Nancy terlihat rumah itu kosong dan hanya ada Giselle seorang di sana. Gadis itu bangun kesiangan setelah semalam tak bisa tidur karena kembali teringat masalahnya dengan Ansel. Ia duduk di tepi tempat tidur. "Kenapa rasanya seperti sepi sekali, apa tak ada orang di rumah ?" gumamnya tak mendengar suara derap langkah Rosie yang biasanya pagi begini sibuk dan mondar-mandir di sekitar. "Nenek, nenek Nancy !" panggil Giselle dan tak ada jawaban. "Kemana nenek ?" Tak bertanya lagi kemudian Giselle turun dari tempat tidur dan mengambil tongkat yang ada di sisi kiri. Ia kemudian berjalan keluar kamar lalu menuju ke belakang di mana biasanya neneknya berada. "Nenek." Giselle berhenti di sebuah kursi yang terdapat di ruang tengah. Ia merasakan di sana juga sepi tak ada orang. "Rosie." panggilnya saat melewati dapur. Di sana juga kosong, sepi sama sekali tak terdengar aktivitas pelayan itu. "Kemana mereka semua ?" Ia pun kembali menyisir ke ruangan lain dengan pelan-pelan dan hati-hati. Namun tetap saja ia tak menemukan dua orang itu di rumah. Karena penasaran, maka Giselle berjalan menuju ke ruang tamu. Ia mencari pintu ruang tamu dengan bantuan tongkatnya. Terdengar suara tongkat yang memukul benda dari kayu dengan keras. "Pasti ini pintunya." Sebenarnya Giselle bisa saja mencari pintu tanpa menggunakan tongkatnya namun itu memakan waktu lama. Ia kemudian meraba bagian depannya setelah melangkah sebanyak tiga langkah. "Ya, ini pintunya." gumamnya meraba daun pintu. Ia pun kembali meraba untuk mencari pegangan pintu. "Kenapa pintunya tidak terbuka ?" pekiknya terkejut karena pintu itu terkunci. Ia kembali meraba untuk mencari kunci yang biasa tergantung di lubang kunci. "Astaga, kuncinya juga tidak ada." pekiknya lagi. Ia diam selama beberapa detik namun kemudian segera mundur dan duduk di kursi terdekat. Tiba-tiba saja kakinya terasa lemas dan tak sanggup untuk berdiri. Dalam kegelapan itu pun dia merasa seorang diri yang membuatnya entah kenapa tiba-tiba merinding dan takut. "Semoga saja tak ada pencuri atau sejenisnya yang masuk dalam rumah ini.” Tiba-tiba saja dia membayangkan suatu kejadian mengerikan tentang perampokan dan sejenisnya yang membuatnya semakin takut saja. Baru kali ini dia berada di rumah sendiri dalam keadaan buta. "Aku harus pergi dari sini dan mencari tempat persembunyian yang aman." Dengan masih gemetar Ia pun bangkit dari kursi tempat duduknya lalu berjalan terburu-buru masuk ke kamarnya. Di kamar bayangan tentang kejadian buruk kembali muncul dalam pikirannya sehingga membuatnya meringkuk di tempat tidur. "Tak boleh ada seseorang yang menemukanku di sini. Aku masih ingin hidup. Aku masih menunggu donor mata agar bisa kembali melihat." gumamnya seolah sedang berada dalam suasana mengerikan. Giselle lalu mengambil selimut yang ada di dekatnya dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut tersebut. "Ohh..." pekiknya dalam hati takut saat mendengar suara-suara dalam langkah kaki seseorang di luar sana, di luar kamarnya entah siapa itu. Degup jantungnya berdetak semakin kencang tatkala mendengar suara hentakan kunci mobil tetangga yang seperti drum. "Suara apa itu ?" Giselle menutup telinganya karena takut sekali mendengarnya hingga keluar keringat dingin. Ia mengira itu suara dentuman sejenis pedang yang biasa digunakan oleh para perampok. Ia pun sedikit dan saat suara itu menghilang di tengah deru mobil. "Benar-benar menakutkan sekali jika tak bisa melihat." Sayup-sayup terdengar suara tawa samar dari luar kamar. "Suara siapa itu ? Apakah itu pembunuh, perampok yang berhasil mendapatkan apa yang mereka cari ?" pekiknya memasang telinga lebar-lebar untuk mendengarkan pembicaraan mereka namun sayang, sumber suara itu jauh dan tak jelas. Hingga tiga jam ke depan Giselle masih merasa seperti mendapatkan teror di rumah sendirian. "Tidak, suara apa lagi itu ?" Terdengar suara pesawat di udara yang baginya terdengar seperti sebuah meriam. "Tolong ! Tolong aku ! Aku tak mau terkena ledakan meriam." teriaknya keras juga berulang kali. Namun sayang tak ada yang mendatangi rumah tersebut untuk menolongnya, bahkan mungkin saja tak ada yang mendengar teriakan nya. Giselle merasa jantungnya kembali berdetak tak beraturan. “Argh !!!" Gadis itu kembali berteriak ketakutan tanpa sebab mendengar bunyi-bunyian yang lain. Hingga pada akhirnya ia pun pingsan sendiri karena ketakutan. Dua jam kemudian terdengar pintu rumah berderit. seseorang membuka pintu tersebut. "Bagaimana dengan Giselle, apa dia baik-baik saja ?" ucap nenek Nancy masuk ke rumah setelah Rosie membukakan pintu untuknya. "Aku akan mencarinya nyonya." jawab Rosie kemudian segera mencari nona mudanya itu. Mereka berdua pergi mendadak meninggalkan rumah pagi tadi karena ada tetangga dekat yang mengalami kecelakaan, keluarga White. Satu keluarga yang terdiri dari lima orang, tiga dari mereka meninggal di tempat di jalanan tempat terjadinya kecelakaan. Sedangkan dua lainnya terluka parah dan tak ada sana keluarga lainnya. Sehingga terpaksa nenek Nancy yang menemani dua orang tadi ke rumah sakit. Karena sebelumnya dia cukup dekat dengan keluarga White. Mereka baru kembali setelah keluarga jauh mereka berhasil dihubungi dan datang ke rumah sakit. “Nona !" pekik Rosie saat masuk ke kamar Giselle dan menemukan gadis itu meringkuk di bawah selimut. Parahnya lagi ia pingsan dalam kondisi mata terbuka yang tentu saja membuat Rosie takut setengah mati. "Ada apa ?" Nenek Nancy pun bergegas masuk ke kamar Giselle. "Giselle ! Kau kenapa ?!" pekik wanita itu lebih terkejut dan lebih syok daripada pelayannya, melihat kondisi Giselle.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN