Eps. 11 Mendengar Sendiri

1095 Kata
Giselle masih bingung mendengar percakapan sekilas kedua orang tuanya. Ia berniat untuk mencari tahunya apa yang mereka maksud barusan dan siapa sebenarnya yang menikah hari ini. "Hari ini adalah hari pernikahanku jika itu di langsungkan. Kira-kira siapa yang menikah di tanggal yang yang sama dengan tanggal pernikahan ku ?" gumamnya mencoba berpikir. Giselle yang kakinya masih sakit tak beranjak dari kamar apalagi dengan kondisinya yang buta saat ini. bisa dipastikan dia akan gagal total berjalan. "Miranda. Ya, hanya dia satu-satunya yang bisa ku mintai tolong." gumamnya setelah berpikir. “Amanda."panggilnya, dan Miranda segera datang ke kamarnya. "Ada apa nona Giselle ?" "Tolong antar aku ke ruang tengah sekarang." ucapnya lalu duduk sembari mengulurkan tangannya. "Nona mau ambil apa di sana, biar aku ambilkan saja." tawar Amanda karena di sana memang tak ada apapun. "Tidak, aku tak memintamu untuk mengambil sesuatu. Tolong antar saja aku ke sana. Aku hanya ingin duduk di luar kamar. Kau tahu aku bosan berada di sini, terlebih kaki ku sakit." Giselle terus mendesak agar pelayan itu menuruti permintaannya. "Baiklah nona." Ia pun kemudian mengantar nona mudanya dengan mematahnya dan menuntunnya keluar dari kamar. Mereka berjalan sangat pelan sekali hingga butuh waktu 10 menit untuk sampai ke ruang tengah yang normalnya hanya perlu waktu 2 menit saja untuk ke sana. "Nona, apa anda perlu sesuatu ?" tanya Miranda setelah membantu nona mudanya itu duduk. Giselle menggelengkan kepala meresponnya. "Pergilah, nanti aku akan memanggil mu jika perlu sesuatu." tentu saja itu ia ucapkan dengan sangat lirih sekali. Miranda pergi dari sana karena banyak sekali tugas harus ia selesaikan di rumah besar keluarga Hose ini. whoosh Semilir angin sore yang berhembus masuk ke dalam rumah karena pintu saat itu masih di buka dan menerpa rambut panjang Giselle. "Pasti di luar sana cuaca sedang cerah." batinnya membayangkan cuaca di luar saat ini. Lama gadis itu duduk di sana dan hanya menikmati hembusan angin yang menerima tubuhnya. Bukan tanpa alasan ia rela duduk di sana dan hanya sekedar untuk menikmati hembusan angin tersebut. Melainkan untuk mendengar, tepatnya menguping pembicaraan kedua orang tuanya dari sana. Kamar Fernando ada di sisi kanan tempat dia duduk saat ini, di bagian timur setelah toilet. Dari tempatnya duduk saat ini dia bisa mendengar percakapan mereka dengan jelas. "Semoga saja aku beruntung kali ini dan bisa mendengar apa yang mereka obrolkan." batinnya memasang telinga hingga kemudian mendengar suara sayup-sayup ayahnya yang mulai bicara. "Untung saja pernikahan hari ini lancar meski tadi aku sempat mendengar obrolan beberapa tamu undangan di sana yang membahas kenapa mempelai pengantinnya ganti." ucap Fernando yang merasa lelah hingga tak bisa tidur dan akhirnya hanya duduk-duduk di tempat tidur. "Ya, tapi syukurlah tak ada masalah lainnya. Yang penting Gracia dan Ansel sudah menikah sekarang." timpal Irina. Giselle terkejut sampai Menutup bibirnya mendengar obrolan mereka. "Jadi pernikahanku tidak dibatalkan dan malah digantikan oleh Gracia ?" pekiknya dalam hati tak percaya pada apa yang barusan didengarnya. "Tega sekali mereka pada ku." Giselle benar-benar tak menyangka orang tuanya mengganti mempelai wanita di belakangnya tanpa sepengetahuan dirinya. "Apa gara-gara aku buta dan membuat mereka malu sehingga meminta Gracia menggantikan aku ?" gumamnya lirih dan merasa terpukul sekali sudah kehilangan penglihatan, kini harus kehilangan suami. Tubuhnya seketika gemetar berguncang hebat masih tak bisa menerimanya dan air mata mulai menetes di pelupuk matanya sebagai pertahanan dirinya dari semua rasa sakit yang diterimanya dan membuat dadanya sesak. Giselle menangis tanpa suara dan tentu saja tak ada yang mengetahui itu terlebih kedua orang tuanya tak menyadari keberadaannya yang ada di dekat kamar mereka. "Kau tidurlah, aku akan memijat mu.” ucap Irina 30 menit kemudian setelah melihat lelah di wajah suaminya itu. Fernando yang memang lelah pun tak protes dan segera berbaring di tempat tidur bersiap menerima pijatan dari istrinya. "Oh, aku juga lelah." lima belas menit kemudian Irina mengakhiri pijatannya. "Rupanya kau memang lelah." melihat suaminya yang sudah tertidur pulas. Irina pun kemudian ikut berbaring di samping suaminya dan tertidur beberapa menit setelahnya. "Nona, ada apa ?" tanya Miranda saat pelayan itu berjalan ke ruang tengah dan melihat nona mudanya menangis. "Tidak ada Miranda, aku hanya ingin bisa melihat rerumputan hijau dan bunga beraneka warna di luar sana lagi." jawabnya bohong yang membuat pelayan itu merasa iba padanya. "Semoga saja nona cara mendapatkan donor mata nanti dan penglihatan anda akan segera kembali seperti sebelumnya." ia mencoba membesarkan hati nonanya yang rapuh seperti kaca yang mudah pecah jika terbentur sedikit saja. "Tolong bawa aku kembali ke kamar aku rasa sudah cukup berada di sini." "Baik, nona." Miranda kemudian membawa mona mudanya kembali ke kamar. Hingga malam hari Giselle mengurung diri di sana Bahkan ia tak mau makan kembali seperti sebelumnya juga tak mau bertemu siapapun juga. Gadis itu duduk di sudut tempat tidur dengan meringkuk sambil menangis tanpa suara mengeluarkan semua rasa sedih dalam hatinya. "Giselle ada apa denganmu?" ucap Irina yang berada di luar kamar Giselle karena gadis itu melarangnya masuk. "Setidaknya kau makanlah dulu." jawabnya membujuk. "Pergilah ibu, aku ingin sendiri kali ini. Kumohon jangan terus berdiri di depan pintu kamarku." jawab Giselle bersikeras dan menolaknya tegas. Irina pun tak bisa berbuat banyak dan dokter juga bilang padanya tak boleh memaksa Giselle karena emosinya belum stabil. Maka ia pun pergi dari sana dengan berat hati meskipun tak tahu apa sebab putrinya itu marah pada dirinya. Sementara di lain tempat di sebuah hotel terlihat Gracia dan Ansel yang berada di kamar VVIP di sebuah hotel berbintang 5 menghabiskan waktu bulan madu mereka. "Apa kau lelah ?" bisik Ansel berbaring di samping Gracia dengan tubuh polosnya sembari memeluk wanitanya dari belakang. "Tidak, aku masih kuat untuk beberapa ronde lagi." jawab Gracia mengusap d**a bidang Ansel. "Hari masih panjang, nanti malam bisa kita lanjutkan." Tapi Gracia tak bisa menahan dirinya. Dan ia membuat Ansel kembali kembali membara. Malam harinya tengah malam. Terlihat Gracia dan Ansel berpelukan dalam satu selimut yang menutupi tubuh polos mereka. "Tiga hari lagi kita akan pulang ke mana ?" ucap Ansel sembari membelai rambut Gracia yang masih mendekatnya erat. "Aku tidak tahu. Aku sebenarnya lebih nyaman tinggal di rumah sendiri." jawabnya jujur. Tiga hari kemudian Gracia dan Ansel keluar dari hotel di pagi hari setelah melakukan check out dari sana. Mereka kemudian mengendarai mobil menuju ke rumah keluarga Hose. "Apa kau yakin tak apa ke sana ?" tanya Ansel saat mereka turun dari mobil dan berjalan masuk ke rumah. Padahal sebenarnya dirinya lah yang ragu untuk menginjakkan kaki di sana. Ia belum siap mental bertemu dengan Giselle. "Nona muda dan tuan muda ?"ucap Miranda menyapa Giselle dan Ansel. "Siapa yang Miranda panggil itu ?" gumam Giselle dari dalam kamar yang bisa mendengar suara itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN