Eps. 12 Ucapan Selamat Untuk Gracia

1180 Kata
Giselle sayup-sayup mendengar suara kakaknya yang sedang bicara dengan kedua orang tuanya di kejauhan. “Apakah yang datang itu Gracia ?" pekik Giselle yang berada di tempat tidur dan langsung duduk. Padahal sebelumnya gadis itu berniat untuk tidur, namun begitu mendengar suara yang diyakininya adalah kakaknya itu rasa kantuknya hilang seketika. Di ruang tamu duduk Gracia yang duduk di samping Ansel dan mereka berhadapan dengan kedua orang tua Gracia. "Apa kalian akan menginap malam ini di sini ?" tanya Irina penasaran. Gracia dan Ansel saling menatap sebelum menjawab. Mereka berdua sudah mengambil keputusan bersama dalam perjalanan ke rumah ini. "Kami hanya mampir sebentar saja ibu, Ayah dan aku ke sini untuk mengambil beberapa pakaianku." jawab Gracia. Gracia dan Ansel sepakat untuk tidak tinggal di sana dulu mengingat situasi yang tidak kondusif saat ini di mana Giselle bisa saja sewaktu-waktu mengetahui status mereka. "Kalian berdua tak perlu takut dan tinggal saja di sini nanti Ibu akan menyiapkan kamar di lantai 2 untuk kalian. Bagaimana ?" desak Irina menginginkan putrinya itu tetap berada di rumah itu berkumpul dengannya seperti biasanya. "Irina kau ini bicara apa ? Apa kau tak memikirkan perasaan putrimu satunya ? Meskipun kita bisa melihat dia masih bisa mendengar dengan jelas. Dan itu justru akan mempercepat Giselle bisa mengetahui perihal pernikahan ini." kilah Fernando menyangkal argumen istrinya tercinta demi kebaikan bersama. "Ya, ibu rasa apa yang dikatakan ayah itu benar." Gracia menimpali dan mendukung argumen ayahnya. Mereka berempat kemudian mengobrol dan mengganti topik pembicaraan mereka. Di kamar Giselle, gadis itu memasang telinganya dan benar saja suara ini dengannya itu memanglah suara kakaknya. "Amanda !" teriak Giselle memanggil pelayannya. "Kemari sebentar." lanjutnya. Beberapa menit yang lalu ia mencoba untuk menapakkan kakinya ke lantai dan berdiri. Namun ternyata bagian telapak kakinya yang terkena pecahan kaca beberapa waktu yang lalu masih sedikit sakit untuk dibuat berjalan sendiri tanpa bantuan seseorang yang menopang tubuhnya. "Ya, nona Giselle." Amanda datang tergopoh setelah baru masuk ke dapur membuatkan minuman untuk nyonya dan tuan mudanya. "Antar aku ke depan, aku ingin keluar sebentar." jawab Giselle sembari mengulurkan tangannya. Tanpa bertanya Miranda segera membantu nona mudanya itu berjalan keluar meskipun tak tahu kemana tujuannya. Pelayan itu kemudian membantu nona mudanya itu duduk di sofa yang ada di ruang tengah karena biasanya ia minta duduk di sana. "Miranda bukan disini." Giselle yang hafal dengan kursi sofa yang didudukinya yang terasa lembut sekali dan juga nyaman tahu jika ia berada di ruang tengah. "Nona mau kemana ?" "Antar aku ke ruang tamu." Seketika Miranda terkejut mendengar permintaan nona mudanya itu. Karena disana ada Gracia dan Ansel, tentunya. "Nona ada tamu di sana, bagaimana jika nanti saja nona ke sana ?" Miranda mencoba membujuk dan menghalangi agar Giselle tak bertemu dengan Gracia. "Tamu ?" balasnya sembari tersenyum kecil. "Kurasa jika itu adalah kakakku bukan tamu namanya." lanjutnya yang membuat pelayan itu semakin terkejut saja bahkan terlihat pucat bagaimana bisa mudahnya itu mengetahui yang datang adalah nona Gracia. "Bagaimana ini, apa yang harus kulakukan ?" batin Miranda panik karena harus segera mengambil keputusan cepat sebelum nyonya besar marah padanya nanti. "Ayo, Miranda tolong antar aku ke sana." desak Giselle lagi tak sabar ingin bertemu dengan kakaknya, terlebih ia ingin bertemu dengan Ansel karena dia itu pasti ada bersamanya jika memang mereka sudah menikah. "Nona duduk di sini saja aku akan memberitahukan pada nona Gracia agar kemari." "Tidak Miranda." Giselle tersenyum tipis dan terus mendesak. Ia bahkan menyentuh pipi pelayannya itu. "Kenapa kau tampak tegang dan takut, apa kau menyembunyikan sesuatu dari ku ?" merasakan pipi Miranda yang kaku juga gemetar. "Ti-tidak nona, tak ada yang aku sembunyikan dari anda." jawabnya dengan terbata. Karena Giselle terus mendesak, maka terpaksa ia pun mengantar nona mudanya itu ke ruang tamu. Tak berapa lama kemudian mereka berdua tiba di ruang tamu. "Giselle kenapa kau kemari, nak ?" tanya Irina sangat terkejut sekali melihat kedatangan putrinya yang tiba-tiba di saat seperti ini. Ia pun beralih menatap tajam pada Miranda. "Ma-maaf nyonya, nona muda memaksaku untuk mengantarnya kemari." ucap Miranda meminta maaf sebelum wanita itu marah-marah padanya. Irina hanya menarik nafas kesal saja bagaimana bisa pelayan itu tak mengindahkan ucapannya meskipun dia sudah melarang keras dan untuk menjaga Giselle tetap berada di tempatnya. "Biarkan saja ibu." ucap Gracia setengah berbisik lirih. Ansel terlihat canggung dengan kedatangan Giselle dan tak berani bersuara sepatah kata pun. Namun tidak bagi Giselle, ia terlihat tenang dan bisa berakting terlebih adiknya saat ini buta dan mudah saja untuk membohongi dia dengan sandiwaranya. "Hai Giselle." Gracia malah menyapa adiknya tersebut. Giselle tersenyum kemudian Miranda membantunya untuk duduk di sebelah wanita itu. "Tiga hari ini aku tak mendengar suaramu di rumah, kau kemana ?" tanya Giselle langsung dan tiga pasang kata lainnya menatap tajam ke arahnya karena terkejut. Bukan Gracia namanya jika tak bisa menjawabnya dengan mudah. "Aku ada urusan keluar kota selama 3 hari ini." Giselle tersenyum dalam hati bisa-bisanya kakaknya itu berbohong di depannya. "Kau serius dengan ucapanmu dan tak berbohong padaku ?" Kali ini Gracia terkejut di buatnya. "Ya, kau bisa tanya pada Ayah." Gracia beralih menatap ayahnya. "Ya, yang dibilang kakakmu itu benar dia memang tanda tugas keluar kota, aku yang menugaskannya." Fernando terpaksa berbohong untuk menutupi yang sebenarnya. " Ayah, kau juga rela berbohong demi Gracia." batinnya tersenyum kecut kenapa tak ada yang berani berkata jujur di depannya. Giselle tak menyerah begitu saja ia memegang tangan Gracia dan mencari cincin pengantin di sana. "Gracia kau memakai cincin sekarang, apa kau sudah menikah ?" ucapnya setelah menemukan cincin di jari manis kakaknya. Tentu saja pertanyaan itu membuat semuanya ada di sana kembali terkejut. "Tidak, ini cincin yang aku beli beberapa waktu yang lalu karena modelnya bagus." jawabnya dalam hati mengumpat dirinya sendiri bagaimana bisa dia lupa melepas cincin pernikahannya itu saat berkunjung ke rumah orang tuanya. "Apakah Ansel ada disini ?" ucapnya lagi meskipun pria itu tak bersuara namun dia bisa mencium aroma bau parfum pria itu yang dihafalnya. Ehm Ansel yang gugup manga tanpa sadar berdehem dan membuatnya ketahuan. "Ansel, apa itu kau ?" ucap Giselle langsung. "Ya-ya Giselle, ini aku. Bagaimana kabar mu ?" jawabnya dengan gugup dan terbata-bata karena ketangkap basah. "Sudah lama kita tidak bertemu dan kau jarang menemuiku apalagi meneleponku." "Ma-maaf aku sibuk belakangan ini sampai aku tak ada waktu untuk menelepon mu ataupun menemui mu." jawabnya ini dengan suara yang bergetar. "Ya, aku tahu kau sibuk sekali apalagi tiga hari yang lalu jelas kau tak bisa menemuiku. Pasti setelah ini kau juga tak akan berani mendekatiku lagi." "Giselle apa maksud mu ?" bukan Ansel yang bertanya melainkan Gracia. Giselle kembali memegang tangan saudari perempuannya itu dan menjabatnya. "Gracia selamat atas pernikahanmu dengan Ansel Luxio tiga hari yang lalu. Maaf aku baru mengetahuinya dan aku mendoakan kebahagiaan untuk kalian berdua." ucapnya dengan tegas dan megalir meskipun sebenarnya dalam hati yang menahan sakit yang teramat luar biasa. " Ayo Giselle kau pasti bisa tak menangis di depan mereka semua." ucapnya menyemangati dirinya sendiri. Jika ia sampai menangis di depan mereka semua berarti dia mengaku kalah dan mengakui dirinya hancur di depan mereka semua. "Giselle kau..." tangan Gracia sampai gemetar hebat mendengar ucapan selamat dari adiknya tersebut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN