Eps. 13 Pergi Dari Rumah

1124 Kata
Tak hanya Gracia saja yang terkejut mendengar perkataan dari Giselle, tapi kedua orang tuanya juga termasuk Ansel terlihat syok mendengarnya. "Bagaima Giselle bisa mengetahui hal itu ?" batin mereka semua yang ada di sana masih diam tanpa kata-kata. "Selamat atas Pernikahan Mu Gracia. Semoga kau segera dikaruniai momongan." ucap Giselle lagi dengan bibir yang bergetar. Jika saja Giselle bisa melihat saat itu, ia akan melihat wajah kakaknya yang pucat sekali. "Giselle apa yang kau bicarakan ?" ucap Gracia kemudian menarik tangannya dengan cepat. Ia menatap kedua orang tuanya dan juga Ansel yang masih diam tak berani bicara sepatah kata pun. "Kenapa kalian bertiga juga diam ?" tanya Giselle yang ia tujukan pada semua orang yang ada di sana kecuali kakaknya. Irina dan Hose saling menatap dalam diam begitu juga dengan Ansel yang menatap Giselle dalam kesunyian. "Ini semua sudah menunjukkan jika apa yang kau ucapkan benar adanya karena kalian tak berani bicara." ucap Giselle lagi karena mereka belum ada yang merespon dirinya sama sekali. Karena masih tak ada yang merespon dirinya juga maka ia pun terpaksa mengancam. "Baiklah jika kalian semua tak mau bicara padaku maka aku tak akan makan selama 1 bulan penuh." ucapnya mengancam dan membuat ibunya akhirnya angkat bicara. "Giselle kau jangan sampai puasa satu bulan seperti itu. Hukum saja ibu jika kau marah pada kami tapi jangan hukum dirimu dengan tidak makan." jawab Irina yang tidak tega sekaligus takut dengan gertakan putrinya. Setelah Irina bicara akhirnya Fernando pun ikut bersuara. "Giselle Ini semua tidak seperti yang kau pikirkan, nak." ucap pria itu dengan wajah terteguk mencoba menjelaskan. "Kau salah paham." tambahnya. Namun Giselle tak mau mendengarnya dan menurutnya ayahnya itu hanya beralasan saja untuk menenangkan dirinya. "Giselle, apa yang ayah ucapkan itu memang benar. Aku tidak bermaksud mengambil Ansel darimu, tapi aku terpaksa melakukannya demi keluarga kita." jelas Gracia mencoba mengurai masalah agar jelas. "Jadi karena aku buta lalu Ansel membatalkan pernikahannya denganku ? Apa Benar begitu Ansel ?" tanya Giselle bertanya pada pria itu yang sama sekali tak bersuara. "Jawab Ansel." "Tidak, tentu saja itu tidak benar Giselle." jawab Ansel singkat tanpa menjelaskan alasannya yang membuat Giselle semakin kecewa berat pada pria itu. Kemana dulu janji manis yang pernah dia ucapkan pada Giselle saat mereka masih bertunangan ? "Jika bukan itu alasannya lalu katakan padaku apa alasan yang sebenarnya ?" desak Giselle lagi namun tetap saja semuanya kembali terdiam dalam keheningan. "Miranda." panggil Giselle pada pelayannya ya masih ada di ruangan itu dan belum pergi karena ia belum menyuruhnya. "Ya, nona." Miranda segera mendekat dan menghampiri nona mudanya itu. "Antar aku kembali ke kamarku sekarang juga." "Baik, nona Giselle." jawab Miranda kemudian segera membantu gadis itu berjalan dan beranjak pergi dari ruang tamu. "Aku benar-benar kecewa pada kalian semua kenapa tidak jujur saja padaku." ucap Giselle lagi sebelum benar-benar menghilang dari ruang tamu. Irina dan Fernando tampak terpukul sekali mendengar perkataan putrinya barusan, namun tak bisa berbuat apapun untuknya. "Fernando bagaimana ini ?" ucap Irina terlihat sedih sekaligus menyesal kenapa tak memberitahu putrinya lebih awal. Sekarang semuanya terlambat di saat putrinya mengetahui hal itu sendiri dan malah membuatnya sakit hati. Di dalam kamar, Giselle duduk di tempat tidurnya namun ia masih menahan miranda di sana. "Miranda tolong ke masih beberapa pakaianku dan masukkan ke koper." ucapnya dengan raut muka yang terlihat kekecewaan berat di sana. "Tapi nona mau pergi ke mana ?" "Kau kemasi saja sekarang nanti kau akan tahu sendiri." desak Giselle yang membuat Miranda segera menjalankan perintahnya. Hanya butuh waktu 15 menit beberapa pakaian sudah masuk ke koper dengan rapi. "Sudah nona, kopernya ada di dekat nona." Miranda menurut koper itu ke samping ranjang. "Apa ada lagi yang bisa kulakukan untuk anda, nona ?" Giselle langsung berdiri dan mengulurkan tangannya. "Tolong bawa aku ke driver pribadi sekarang. Jangan lupa tolong bawakan koperku sekalian." Miranda semakin tak mengerti saja sebenarnya nonanya ini mau ke mana. "Miranda cepat antar aku ke George." ucap Giselle lagi karena pelayan itu tak kunjung jalan meskipun sudah meraih tangannya. "Bai-baik, nona." Miranda kemudian membawa Giselle keluar dari kamar menuju ke garasi mobil di mana driver pribadi keluarga Hose berada. "Nona Giselle anda mau pergi ke mana ?" tanya George saat melihat kedatangan nona mudanya itu bersama Miranda dengan membawa beberapa koper. Pria berusia 40 tahunan yang sudah lama bekerja di keluarga Hose itu segera membukakan pintu mobil untuknya, juga membantunya naik ke mobil. "George tolong antar aku ke rumah nenek Nancy sekarang." ucap Giselle begitu ia sudah duduk dengan benar di sana. George tak langsung mengemudikan mobilnya namun ia beralih menatap Miranda yang juga ada di dalam mobil, duduk menemani Giselle. "Nona kenapa anda pergi ke rumah nyonya besar ? Anda belum minta izin pada nyonya Irina, bagaimana nanti jika beliau--" Giselle segera memotong ucapan pelayannya tersebut. "Aku tak perlu izin dari ibu untuk pergi ke rumah nenek ku sendiri." jawabnya tegas. "Miranda sebaiknya kau segera turun dari sini agar ibu tidak memarahimu. Ada George yang akan menemaniku." tambah gadis itu bukan bermaksud mengusir, tapi dia lebih nyaman bepergian sendiri. "Turunlah Miranda." ucap George malah mendukung nona mudanya itu. Bukan tanpa alasan dia menyetujui permintaan nona mudanya itu tapi dengan segala pertimbangan yang ada jika bersama nyonya besar, maka nona mudanya itu akan menurut pada apa katanya. Miranda pun akhirnya turun dari mobil. Dan tak lama setelahnya mobil segera meluncur keluar dari rumah keluarga Hose menuju ke rumah nyonya Nancy. Cit 30 menit kemudian mereka tiba di sebuah rumah besar dan asri dengan suasana banyaknya pepohonan hijau yang mengitari rumah tersebut. Rumah neneknya Giselle masih berada satu kota, di kota Tirana namun terletak di paling ujung dan hampir berada di daerah perbatasan. "Nona hati-hati turunnya." George turun lebih dulu kemudian membantu Giselle turun dari mobil sekaligus memapahnya membantunya berjalan masuk ke rumah yang paling mentereng daripada rumah lainnya yang berada di daerah itu. "ding." George membunyikan bel rumah. "Giselle ?" tak lama setelahnya seorang wanita berusia 65 tahun keluar dari rumah menyambut mereka berdua. "Nenek, apa aku boleh tinggal di sini ?" ucap Giselle dengan mata yang sembab. "Oh, sayang ada apa ?" wanita yang sudah terlihat keriput di beberapa bagian tubuhnya namun masih terlihat cantik itu memeluk cucunya. "Biarkan aku tidur di sini, nenek." ulang Giselle. Nenek Nancy yang bisa melihat kesedihan tergurat jelas di wajah cucunya itu segera mengajaknya masuk dengan bantuan George. Ia tahu dari situ pasti ada masalah dengan keluarga di rumah. "George kau sebaiknya pulang dan kabarkan pada Fernando jika Giselle menginap di sini atas permintaanku." sengaja wanita itu berkata demikian agar putranya itu tak menjemput pulang Giselle. "Baik, nyonya." George pun segera keluar dari sana dan kembali ke rumah keluarga Hose sesuai dengan perintah nyonya Nancy. "Nenek..." Giselle segera memeluk neneknya dengan erat setelah kepergian driver pribadinya. Ia menumpahkan semua tangis yang di tahannya di d**a neneknya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN