Eps. 15 Adaptasi

1153 Kata
Giselle masih ada di teras rumah dan ia masih mendengar keriuhan di kejauhan sana. “Giselle, apa yang kau lakukan di sana ?" nenek Nancy tiba-tiba keluar dari rumah dan menghampiri gadis itu juga melihatnya berjalan keluar dari teras. "Giselle." ia pun mempercepat langkahnya dan menarik bahu cucunya itu untuk membuatnya berhenti. "Ah, nenek." Giselle berhenti tepat di saat kakinya akan terpeleset jika saja ia melangkah satu langkah saja menuruni tiga anak tangga di depannya yang tidak ia lihat. "Kau hampir saja jatuh. Apa yang membuatmu penasaran hingga kau berniat keluar dari teras ?" Nenek Nancy kembali mengajak Giselle untuk duduk di kursi rotannya. "Aku mendingan ada event jauh di sana di arah selatan, nek. Apa benar memang ada event di sini ?" tanya Giselle yang masih penasaran. "Event ?" Nenek Nancy sampai menautkan kedua alisnya. Karena tidak ada event di sini, jika pun ada pasti ia mengetahuinya. "Dalam satu bulan ini tak ada event di sini." "Tapi Nek, barusan aku mendengar suara keramaian di sana." balas Giselle sebenarnya menunjukkan tangan ke arah selatan. Karena Giselle masih bersi keras maka Nenek Nancy berdiri dari tempat duduknya dan keluar dari teras untuk memeriksanya sendiri. "Tak ada apapun di sana." gumamnya saat melihat jalanan kosong dan sama sekali tak ada keramaian seperti yang disebutkan oleh Giselle. "Giselle aku sudah memeriksanya dan tak ada apapun di sana." ucap Nenek Nancy setelah masuk kembali ke teras. "Mungkin yang kau dengar tadi kedatangan seseorang." lanjutnya. Tempat tinggalnya merupakan kawasan elit dimana beberapa penghuni di sana bukan orang biasa. Jadi wajar sekali terkadang di sana ramai, bahkan ada juga seorang artis yang tinggal di sana. "Siapa yang Nenek maksud ?" tanya Giselle Makin penasaran dengan penjelasan neneknya. "Kau akan tahu sendiri nanti cepat atau lambat setelah tinggal beberapa waktu di sini." Giselle mengangguk dan tak bertanya lagi meskipun itu semakin membuatnya penasaran, tapi ia bisa bersabar dan ingin mengetahuinya sendiri. *** Keesokan paginya Giselle yang semalam tidur di kamar lain yang berada di tepat di sebelah kamar neneknya, nampak sedikit kesusahan beradaptasi dengan rumah itu meskipun dulu rumah itu seperti rumah inti baginya dan dia hafal setiap sudut bagian ruangannya. duk! Giselle membentur lemari saat ia akan keluar dan mencari pintu. "hiss." ia memegang keningnya yang terasa berdenyut dan kembali berjalan sambil meraba agar tidak membentur benda lainnya lagi. "Ini pasti pintunya." gumamnya saat tangannya meraba benda dingin dari chrome berbentuk lonjong. Ia pun menariknya dan benar saja pintu terbuka. Lantas ia berjalan keluar menuju ke kamar mandi sambil merapat ke dinding dan meraba, juga menghitung langkah kakinya untuk memghafal. "Akh!" terang Giselle meskipun dia sudah berhati-hati sekali namun tetap saja ia membentur sudut meja yang membuat lengan kirinya terasa nyeri sekarang. "Nona apa yang terjadi pada Anda ?" pekik seorang pelayan wanita berusia 30 tahunan yang langsung berlari begitu mendengar suara rintihan di ruang tengah. "Rosie, aku hanya tak tahu jalan saja." Giselle tersenyum tipis pada pelayan di rumah neneknya. Rosie segera membantu Giselle berdiri. "Nona mau kemana ? Aku akan mengantar Anda." "Aku mau ke kamar mandi." Rosie kemudian mengantar Giselle ke kamar mandi. "Nona, kita sudah sampai ke kamar mandi." Rosie membukakan pintu kamar mandi dan membantu gadis itu masuk lalu mempersiapkan semua keperluan untuk mandi. "Apa nona mau aku bantu saat mandi ?" "Tidak, Rosie. aku bisa mandi sendiri kau boleh menungguku di luar pintu. Jika aku sudah selesai aku akan memanggil mu," tolak Giselle, karena ia benar-benar ingin mandiri dan tak merepotkan banyak orang. Butuh waktu lama bagi gadis itu untuk mandi dalam kondisinya seperti itu. "Rosie, aku sudah selesai." Giselle memanggil pelayan itu dan segera saja Rosie masuk ke kamar mandi kemudian membawanya kembali ke kamar. "Dimana nenek ?" tanya Giselle setelah duduk di tempat tidur. "Nyonya ada di kebun belakang menyirami bunga matahari," jawab pelayan itu menjelaskan yang membuat Giselle mengurai senyum lebar, karena kebiasaan neneknya itu dari dulu sampai sekarang tidak berubah juga. "Tolong antar aku kesana." ia mengulurkan tangannya dan Rosie pun menyambut tangan itu kemudian mengantarnya ke halaman belakang. "Nenek." panggil Giselle setelah merasa udara segar meniupkan anginnya dengan keras, aromanya berbeda dengan udara di dalam rumah dan ia yakin pasti sudah sampai di halaman belakang. "Giselle, kenapa kau menyusul kemari ?" Nenek Nancy berbalik untuk menyambut cucunya. "Aku ingin menemani Nenek saja karena bosan jika di rumah sendirian tak ada aktivitas." "Rosie Kau boleh pergi dan tinggalkan Giselle denganku." Nenek Nancy memeberi perintah dan segera saja pelayan itu pergi dari sana sesuai dengan perintah majikannya. "Nenek aku akan membantumu menyirami semua bungamu." Giselle segera berjalan meskipun ia tak tahu harus melangkah ke mana. "Awas Giselle !" seru Nenek Nancy karena ada kursi di depan Giselle. Terdengar suara berdebum di tanah. "Hiss!" Giselle menabrak kursi namun ia segera berdiri lagi kembali berjalan. "Giselle, sudah kau berdiri saja di sini jangan kemana-mana dan temani Nenek saja menyirami semua bunga ini," perintahnya setelah membantu gadis itu berjalan dan meminta berdiri di sebelahnya karena khawatir Giselle akan membentur benda lainnya di sana. Apa aku sebaiknya berikan dia tongkat saja sampai dia hafal semua tempat ini ? batin wanita itu ingin mengurangi sedikit beban Giselle. Nenek Nancy kembali menyirami bunga mataharinya yang sudah setinggi 70 cm dan sedang mekar. Sedangkan Giselle hanya menunggunya sampai neneknya selesai menyirami semua bunga cantiknya. Sore harinya Nenek Nancy meminta Rosie untuk membelikan tongkat khusus yang biasa dipakai oleh para tuna netra tanpa sepengetahuan Giselle. "Nyonya, ini pesanan Anda." Rosie menyerahkan tongkat itu pada Nenek Nancy di ruang tengah. "Ya, terimaksih." ia langsung menerimanya dan segera menuju ke kamar Giselle. "Nenek ada apa?" tanya Giselle langsung. Ia sudah menghafal derap langkah neneknya yang pelan dan berat. "Ini untukmu." "Apa ini ?" Giselle menerima pemberian nenek dan merabanya. "Tongkat ?" imbuhnya, Setelah yakin mengenali benda panjang dari bahan metalik tersebut. "Kenapa? Kau tidak mau?" tanya Nenek Nancy melihat Giselle menyerahkan kembali tongkat yang diberikannya. "Aku akan mencoba berjalan tanpa tongkat, Nek." Sebenarnya Giselle tak mau menggunakan tongkat karena ia malu jika banyak orang melihatnya berjalan dengan tongkat dan mengetahui jika dirinya buta, yang berarti menunjukkan sisi kelemahannya. "Ini hanya sementara saja sampai kau menghafal semua tempat ini dan kau boleh tak memakainya lagi." Nenek bersikeras karena itu demi kebaikan Giselle sendiri dan tongkat itu juga bisa digunakan sebagai pelindung diri juga. Setelah berpikir agak lama, Giselle pun akhirnya mau menerima tongkat itu dengan segala pertimbangan yang ada. Mungkin jika itu ibunya yang memaksa dia tetap tak akan mau menggunakannya. Dua jam kemudian Giselle ingin berjalan keluar rumah dan nenek meminta Rosie yang menemaninya. Rosie mengajaknya berjalan keluar rumah di sekitar rumah. "Ada gadis buta, lihat itu." ucap lirih seorang pria yang berjalan melintasi mereka berdua pada temannya. "Ya, kasihan sekali dia. Padahal dia muda dan cantik tapi buta." timpal temannya itu kemudian berlalu. Giselle bisa mendengar itu dan ternyata yang ditakutkannya terjadi juga. Mereka tahu jika aku buta, batinnya dengan sedih sembari terus berjalan dan menghafal langkahnya juga hitungan langkahnya meski mendengar beberapa orang lain yang juga membicarakan dirinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN